REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Israr Itah*
SEA Games XXX 2019 baru resmi dibuka pada Sabtu (30/11). Namun, sejumlah cabang olahraga (cabor) sudah menjalani pertandingan sejak awal pekan ini. Harapan warga Indonesia kepada pahlawan olahraganya mengumandangkan lagu Indonesia Raya sesering mungkin di Manila, Filipina pasti tinggi. Apalagi Indonesia baru saja menempati posisi empat di Asian Games 2018.
Sejak ikut serta di SEA Games pada 1977, Indonesia sudah tampil 21 kali pada ajang dua tahunan ini. Dari 21 penyelenggaraan tersebut, Indonesia telah meraih 10 kali juara umum. Indonesia menjadi yang teratas pada SEA Games 1977, 1979, 1981 dan 1983. Setelah itu, Merah-Putih kembali berjaya 1987, 1989, 1991 dan 1993, dan disusul pelaksanaan 1997 serta SEA Games 2011 di Indonesia.
Setelah itu, prestasi Indonesia menurun. Kita bahkan hanya menempati posisi lima pada penyelenggaraan SEA Games 2017. Tampaknya, 'garis tangan' ini akan terus berlanjut. Indonesia hampir pasti tidak akan menyabet juara umum mengacu kepada prestasi dua tahun lalu, jumlah dan formasi atlet yang dikirim, cabor yang dikirimkan, serta target yang ditetapkan sendiri oleh pemerintah.
Seperti diketahui bersama, makin ke sini, SEA Games makin terlihat sebagai pesta olahraga tuan rumah. Penyelenggara punya hak untuk meniadakan sejumlah cabor di luar cabor wajib dengan berbagai alasan. Di sisi lain, tuan rumah juga bisa mempertandingkan sejumlah cabang yang berpeluang menjadi tambang emas mereka.
Stakeholder olahraga Indonesia sangat paham akan hal ini. Menpora RI Zainudin Amali mengumumkan Pemerintah menurunkan target raihan medali emas di SEA Games 2019 Filipina. Semula kontingen Indonesia ditargetkan meraih 50 medali emas. Namun dalam jumpa pers di Kantor Kemenpora, Jakarta, Kamis 14 November 2019, Menpora menyampaikan target raihan medali menjadi 45. Dengan target ini, Indonesia diharapkan bisa finis di urutan keempat. Alasannya, jumlah itu lebih banyak dibandingkan pencapaian SEA Games 2017, saat kita mendapat 38 medali emas dan menempati peringkat kelima.
Hanya, untuk masuk empat besar dibutuhkan medali lebih banyak dari itu. Data statistik sebelumnya menunjukkan untuk masuk empat besar SEA Games, diperlukan sekitar 12-14 persen total medali yang diperebutkan. Di SEA Games 2019 nanti ada 530 medali emas yang diperebutkan. Agar mencapai batas aman menempati posisi empat, Indonesia butuh sekitar 63 emas. Pada SEA Games 2017 di Malaysia, Singapura menempati peringkat empat dengan 57 medali emas. Padahal ketika itu hanya diperebutkan 405 medali emas.
Maka saya terkejut-kejut ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para atlet Indonesia berjuang untuk meraih emas sebanyak-banyaknya dan menempati posisi kedua dalam pelepasan kontingen Indonesia, Rabu (28/11). Jokowi mengingatkan para atlet tentang pencapaian Indonesia di Asian Games 2018 lalu. Tapi sesaat kemudian saya maklum. Sebagai Presiden, beliau harus membangkitkan optimisme para atlet setinggi-tingginya. Toh tak ada 'hukuman' apa-apa bagi para atlet bila target tersebut tak tercapai.
Lantas, bila kita bisa menempati peringkat empat Asian Games 2018, mengapa SEA Games tak bisa lebih tinggi? Begini, pada Asian Games 2018 lalu, ada 465 emas yang diperebutkan. China yang menjadi juara umum meraih 132 emas. Jepang di posisi kedua mendapatkan 75 emas dan Korea Selatan meraih 49 emas. Setelahnya ada Indonesia dengan 31 emas.
Dari 31 emas ini, 14 di antaranya disumbangkan oleh pencak silat, 3 dari sport climbing, dan sisanya dari cabor lain. Di SEA Games 2019, jumlah nomor pertandingan pencak silat menyusut. Indonesia bahkan hanya berani menargetkan 3 emas di Manila karena banyaknya nomor peragaan jurus ketimbang pertarungan. Kita tahu nomor peragaan jurus dalam cabor bela diri kerap menjadi masalah dalam akang multi event dalam penilaiannya.
Di sisi lain, sport climbing malah tidak dipertandingkan sama sekali. Alhasil dari dua cabor ini saja Indonesia sudah kehilangan banyak emas. Belum lagi dari beberapa cabor andalan lain yang nomor pertandingannya menyusut. Masih ditambah beberapa atlet elite yang tidak diturunkan ke SEA Games karena fokus ke Olimpiade 2020 seperti contohnya Lalu Muhammad Zohri.
Okelah di sisi lain ada beberapa atlet yang gagal meraih emas di Asian Games, namun berpeluang menggantinya dengan emas di SEA Games karena persaingannya mengecil dari lingkup Asia ke Asia Tenggara. Inilah yang sudah dihitung oleh pemerintah bekerja sama dengan induk cabor sehingga hanya menetapkan target 45 emas.
Saya memperkirakan negara empat besar pengisi klasemen akhir medali SEA Games 2019 tak banyak berubah. Malaysia sebagai juara umum tahun lalu bersama Thailand dan Vietnam masih cukup tangguh. Tuan rumah siap menyodok dengan sejumlah cabor andalannya. Dua tahun lalu Filipina meraih 24 emas terpaut hampir separuh dari perolehan 57 emas milik Singapura di posisi. Jadi, bila bertahan di posisi lima saja sebenarnya sudah cukup baik bagi kita.
Tak usah mengerutkan dahi karena SEA Games benarlah pesta, sebagian pesta prestasi, sebagian lagi pesta tuan rumah untuk berjaya di rumah sendiri dengan penetapan cabor andalan mereka. Lebih baik kita menatap ajang lebih tinggi yang lebih terukur, yakni Olimpiade 2020. Tak usah berharap banyak akan peringkat tinggi di SEA Games 2019. Lebih baik mendoakan timnas sepak bola Indonesia berjaya merebut emas di Manila. Bagi kita orang Indonesia, emas cabor sepak bola rasanya jauh lebih nikmat daripada peringkat tinggi di SEA Games.
*) penulis adalah jurnalis republika.co.id