Sabtu 21 Dec 2019 06:01 WIB

Drama Pemakzulan Trump

Pemakzulan Trump kemungkinan gagal karena anggota senat pendukungnya lebih kuat.

Presiden Donald Trump melakukan kampanye pemilhannya kembali saat pemakzulannya oleh DPR diputuskan. Trump mengatakan, Partai Demokrat melakukan tindakan bunuh diri.
Foto: AP
Presiden Donald Trump melakukan kampanye pemilhannya kembali saat pemakzulannya oleh DPR diputuskan. Trump mengatakan, Partai Demokrat melakukan tindakan bunuh diri.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Christiyaningsih*

Rabu (18/12) waktu AS, House of Representatives atau majelis rendah Amerika Serikat (AS) resmi memakzulkan Trump. Ia dimakzulkan atas dua dakwaan. Pertama, penyalahgunaan kekuasaan dengan meminta Ukraina menyelidiki dugaan korupsi Joe Biden dan anaknya, Hunter Biden. Permintaan itu diikuti dengan menahan bantuan dana militer untuk Ukraina senilai 391 juta dolar AS.

Sejauh ini jajak pendapat menyebut Joe Biden adalah penantang terkuat Trump dari Partai Demokrat di pilpres AS 2020. Dakwaan kedua adalah penghalangan penyelidikan pemakzulan.

Alhasil nama Trump dan Partai Republik pun menggema di media sosial dan menjadi trendic topic. Proses selanjutnya ada di Senat sebelum Trump dapat resmi dinyatakan bersalah dan dilengserkan.

House sudah dua kali menggelar pemungutan suara dalam pemakzulan presiden, yaitu terhadap Bill Clinton pada 1998 dan Andrew Johnson pada 1868. Dalam 243 tahun sejarah AS tidak ada presiden yang berhasil dijatuhkan melalui pemakzulan. Johnson dan Clinton dibebaskan oleh Senat.

Hal serupa kemungkinan besar juga akan terjadi pada Trump. Ia boleh percaya diri karena 53 dari 100 anggota senat berasal dari Partai Republik yang notabene partai pendukungya. Padahal dibutuhkan dua pertiga suara senat untuk dapat menggulingkan Trump dari jabatannya sebagai Presiden AS. Artinya harus ada 67 suara senat agar Trump benar-benar lengser dari kursi kepresidenan.

Sampai saat ini belum ada satu pun senat Partai Republik yang berniat membelot dan menggulingkan miliarder tersebut. Maka proses panjang pemakzulan pun tak ubahnya seperti drama. Serius tapi palsu. Untuk apa repot-repot menempuh proses pemakzulan kalau sudah tahu ujungnya gagal juga.

Namun, tidak seperti Johnson dan Clinton yang didakwa selama masa jabatan kedua mereka, Trump akan menghadapi pemilihan umum kurang dari setahun setelah pemakzulannya.

Kendati kelak pemakzulan tak berhasil melengserkan Trump dari kursi Presiden AS, proses ini dapat menggoyang posisinya di Pilpres 2020. Drama pemakzulan ini bisa memengaruhi elektabilitas dirinya yang sedang membidik periode kedua pemerintahan.

Pemakzulan akan menambah daftar citra buruk Trump di mata para pemilih. Selain sebelumnya dikenal sebagai sosok yang seksis dan rasis, proses pemakzulan ini bisa makin mencoreng citra Trump.

Entah pemakzulan ini berhasil atau tidak, Partai Demokrat tetap bisa mengambil keuntungan. Namun pemakzulan juga bisa menjadi bumerang buat Demokrat jika tuduhan terhadap Joe Biden dan anaknya benar-benar terbukti.

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement