REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ratna Puspita*
Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie menyampaikan hal yang mengejutkan hari ini. Politikus PDI Perjuangan yang juga buron sekaligus tersangka kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024, Harun Masiku, sudah berada di Indonesia.
Masiku ada di Indonesia sejak Selasa, 7 Januari 2020, atau satu hari sebelum operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah menangkap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan pada Rabu, 8 Januari 2020.
Padahal, informasi sebelumnya menyebutkan bahwa Harun Masiku berada di Singapura pada Senin, 6 Januari 2020. Pada wawancara dengan Republika.co.id, Ronny mengaku ada delay time dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soekarno Hatta ketika Harun melintas masuk.
Delay time pemrosesan data ini tentu bukan kabar baik bagi Ronny dan jajarannya di Ditjen Imigrasi Kemenkumham. Ronny sudah memerintahkan jajarannya, yakni kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Bandara Soekarno Hatta dan direktur Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasan Ditjen Imigrasi, untuk melakukan pendalaman.
Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang langsung membantah anggapan adanya kesengajaan mengirim informasi keberadaan Harun Masiku di Indonesia. Ia berdalih penginputan data imigrasi membutuhkan waktu yang cukup lama.
Alasan tambahannya, yakni ada kesalahan sistem di Terminal 2 Bandara Soekarno - Hatta, Cengkareng sehingga tidak cepat menginput data. Alasan lanjutannya, Terminal 2 diproyeksikan sebagai terminal untuk maskapai bertarif rendah (low cost carier) sehingga ada kekurangan yang harus dilengkapi.
Alasan-alasan itu tidak cukup menghentikan pendapat berbeda di tengah masyarakat. Beragam spekulasi pun muncul dan dengan cepat dibagikan melalui medium-medium berjaringan sosial. Ada apa dengan Imigrasi Kemenkuman?
Tanda tanya ini kemudian membawa ingatan pada sang menteri. Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Yasonna Laoly belakangan ini mendapatkan sorotan tajam lantaran gesturnya di ruang publik. Yasonna dituding menyembunyikan Harun Masiku.
Sorotan itu bukan lantaran Yasonna membandingkan anak Menteng dan anak Tanjung Priok, yang kemudian mengarahkan opini bahwa kemiskinan mengantarkan pada kejahatan. Seolah tidak ada kriminalitas kerah putih seperti korupsi.
Yasonna mendapat sorotan terkait dengan Harun Masiku lantaran ia hadir pada pembentukan tim hukum PDI Perjuangan untuk melaporkan KPK ke Dewan Pengawas KPK. Tim hukum PDIP menemui Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk melaporkan beberapa temuannya terkait OTT Wahyu Setiawan, yang juga menjerat Harun Masiku.
Pelaporan lantaran PDIP menganggap rencana penggeledahan di DPP PDIP tidak memiliki izin Dewas KPK. Selain itu, dugaan kebocoran surat perintah penyelidikan (sprinlidik).
Kehadiran Yasonna boleh saja dianggap wajar karena dia adalah politikus PDIP dan secara struktural bertanggung jawab pada urusan hukum. Namun, dia juga adalah pejabat publik. Posisinya sebagai orang yang digaji oleh negara yang bersumber dari rakyat seharusnya lebih tinggi ketimbang posisinya sebagai petugas partai.
Kehadiran Yasonna membuat publik berang. Yasonna dikhawatirkan tidak obyektif dalam kasus Harun Masiku.
Sayangnya, Yasonna tidak memberikan pernyataan yang menenangkan hati masyarakat dalam persoalan ini. Ia justru menimpakan persoalan kelalaian teknis di Bandara Soekarno-Hatta kepada Ditjen Imigrasi, yang notabene menjadi tanggung jawabnya juga.
"Itu (tanya) Dirjen (Imigrasi)," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, seusai ditanya wartawan soal keberadaan Harun Masiku, Rabu (22/1).
*) penulis adalah jurnalis republika.co.id