REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Asma Nadia
Seorang ibu muda di sebuah seminar terisak saat menceritakan anak laki-lakinya (6 tahun) yang mudah marah, suka berbohong, bahkan pernah mengambil uang temannya di sekolah. Tingkah laku yang membuatnya sering menangis diam-diam. Sedih sekaligus dihujani perasaan bersalah karena telah menjadi bunda bekerja.
Perempuan muda lain, dengan menahan perasaan, bertutur tentang kedua putra yang selalu menangis keras saat melepasnya bekerja. Kepada dua putranya yang masih kecil, berkali-kali dijelaskan, pekerjaan ini mereka perlukan untuk membantu membeli susu, yang penting bagi pertumbuhan anak-anak. Kalimat yang dijawab oleh si sulung, “Aku nggak minum susu nggak apa, asal bunda berhenti bekerja.”
Sementara, seorang ibu berkerudung mengeluhkan kesabarannya yang terasa menipis setiap menghadapi anak-anak setelah bekerja seharian. “Saya jadi mudah memarahi dan menyebut mereka nakal, padahal terkadang kemarahan muncul karena masih terbawa capek.”
Perempuan bekerja rasanya sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Sebagian orang menganggap inilah bentuk dari terwujudnya cita-cita para pejuang hak-hak kaum perempuan: emansipasi wanita. Perempuan tidak lagi di belakang layar, melainkan seperti laki-laki, bisa turut berperan termasuk ikut menanggung beban finansial keluarga.
Lalu, apakah wanita yang mandiri dan berpenghasilan lebih hebat dari wanita yang 'hanya' menjalankan fungsi sebagai ibu rumah tangga? Atau sebaliknya, wanita yang di rumah lebih mulia dari yang bekerja? Bagi saya, keduanya sama-sama pejuang. Terutama, ketika semua keputusan, entah berkarier atau berada di rumah, dibuat atas dasar kepentingan keluarga atau kepentingan yang lebih besar, bukan karena ego semata.
Bagi mereka yang memilih bekerja di luar rumah, silakan. Namun, beberapa catatan berikut barangkali bisa dipertimbangkan. Pertama, jangan pernah membawa permasalahan di kantor menjelma amarah di rumah. Kedua, tetap beri prioritas untuk momen khusus anak-anak, seperti pentas di sekolah, hari pertama sekolah, atau keadaan darurat lain.
Ketiga, siap bekerja lebih keras. Menjadi bunda bekerja berarti bangun lebih pagi buat anak-anak dan tidur lebih malam, karena ketika pulang masih harus menyediakan waktu dulu untuk bermain dengan anak, bertanya pelajaran, dan sebagainya. Keempat, selalu menyiapkan waktu berkualitas bersama anak-anak di hari libur. Hal lain, orang tua yang keduanya bekerja harus mampu mendelegasikan standar pendidikan yang baik kepada siapa pun yang mewakili mereka menjaga anak, asisten rumah tangga, pengasuh, atau kakek-nenek anak-anak.
Bagaimana dengan mereka yang ingin fokus sebagai ibu rumah tangga? Menjadi ibu rumah tangga adalah peran mulia. Jika itu yang menjadi pilihan, maka sudah seharusnya para bunda bangga akan pilihan tersebut. Perasaan minder dan merasa lebih rendah dari bunda bekerja, yang kadang menyelinap, harus ditiadakan.
Penting bagi para bunda untuk menemukan cara menikmati keseharian di rumah yang kadang mungkin terkesan monoton. Buktikan bahwa keberadaan sosok ibu setiap waktu di rumah memberi manfaat lebih dibandingkan jika rumah ditangani orang lain.
Satu hal, setiap istri sebaiknya tidak mengandalkan pemasukan keluarga hanya kepada suami. Saya pernah bertemu seorang wanita dengan karier cemerlang, namun memutuskan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Beberapa tahun kemudian, ketika suaminya meninggal, baru disadarinya betapa penting seorang ibu tetap berpenghasilan. Dan, akan sulit jika harus memulai lagi dari nol setelah suami tidak ada.
Dengan perkembangan ide dan teknologi, sebenarnya terbuka ruang bagi perempuan untuk membangun eksistensi dan mencari penghasilan tanpa harus rutin meninggalkan rumah. Ini bisa menjadi jawaban bagi ibu rumah tangga penuh, maupun yang bekerja, untuk membangun sumber penghasilan cadangan.
Aneka bisnis online, misalnya, saat ini berkembang luar biasa. Membuka atau membeli franchise bisa menjadi alternatif yang mudah didelegasikan ke orang lain. Pun multilevel marketing (MLM) mempunyai karakter khas yang memungkinkan fleksibilitas waktu. Tentu perlu pertimbangan jeli sebelum menentukan mana yang terbaik.
Selain bisnis online, ada pekerjaan-pekerjaan paruh waktu yang bisa dilakukan di rumah dan berpotensi, seperti menjadi konsultan lepas, penulis, guru privat, ilustrator, mengelola usaha katering, penerjemah, layouter, editor, desain grafis, dan banyak lagi.
Bagi bunda bekerja—jika ingin—secara bertahap bisa mulai merintis usaha alternatif dengan rumah sebagai basis tanpa menunggu berhenti dari pekerjaan saat ini. Libatkan anak dalam cita-cita dan rencana tersebut. Hingga, alih-alih menangis setiap melepas bekerja, semoga anak-anak bisa mengaminkan doa: suatu saat bunda akan lebih sering bersama.