Rabu 26 Jun 2013 13:25 WIB

Pancasila Lewat Sastra

Red: M Irwan Ariefyanto
Yudi Latif
Foto: Republika/Daan
Yudi Latif

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yudi Latif

Setelah 68 Tahun Pancasila dilahirkan, keluhuran nilai-nilainya sebagai dasar dan haluan bernegara terus diimpikan dan dipidatokan di berbagai mimbar tanpa kemampuan untuk membumikannya. Nilai-nilai ideal Pancasila gagal dicetak menjadi karakter bangsa yang melahirkan kelumpuhan moralitas, integritas, dan etos kejuangan.

Lumpuhnya karakter bangsa itu tecemin dari bahasa publik kita. Perhatikan halaman depan surat kabar atau perbincangan para politisi. Cuma ada dua bahasa yang kerap dipakai: bahasa politik atau bahasa ekonomi.” Bahasa politik selalu bertanya ‘siapa yang menang?’ (who's winning?). Bahasa ekonomi selalu bertanya ‘di mana untungnya?’ (where's the bottom line?).

Jika kita hendak maju secara budaya dan berkarakter sebagai bangsa, sepatutnya mesti ada satu bahasa lagi dalam wacana publik, yang mempertanyakan 'apa yang benar?' (what's right?). Bahasa ini merupakan bahasa yang unik yang membuat kita tak terlalu nyaman membincangkannya. Dan, untuk membuat kita nyaman berbincang dalam bahasa ini di masa depan, diperlukan pendidikan karakter sejak dini.