REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Azyumardi Azra
Jika ada pertemuan dan percakapan besar dengan semangat agama di Eropa, agaknya itu adalah 'Rimini Meeting’. Diselenggarakan sejak 1980 oleh Communione e Liberalizione (CL), salah satu dari tiga organisasi awam Katolik yang diakui Vatikan, Rimini Meeting sering disebut media massa Eropa sebagai "peristiwa terpenting" di Eropa yang tidak pernah terputus selama lebih dari tiga dasawarsa.
Selama sepekan di pekan ketiga atau keempat Agustus, Pertemuan Rimini merupakan agenda tahunan yang menghadirkan ratusan ribu pengunjung dari Italia sendiri dan berbagai penjuru dunia. Bisa dipastikan, sebagian besar pengunjung dan pembicara dalam berbagai panel dan orasi adalah penganut Katolik dan denominasi Kristianitas lain, tetapi juga Muslim dan representasi agama lain.
Direktur Pelaksana Rimini Meeting 2013, Marco Luigi, menyatakan, pertemuan ini awalnya dihadiri hanya puluhan orang Katolik Italia. Namun, dalam perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga Rimini Meeting 2012 lalu sekitar 700 ribu pengunjung dari 20 negara dengan melibatkan 4.000-an relawan yang melayani para pembicara dan pengunjung yang beragam sejak dari kalangan lanjut usia, dewasa, remaja, sampai anak-anak.
Selain itu, Rimini Meeting terakhir menyelenggarakan 130 konferensi yang menghadirkan sekitar 250 pembicara, lebih 1.000 wartawan resmi yang diakreditasi panitia, 35 pertunjukan, dan 8 ekshibisi sejak dari pertanian sampai teknologi. Memang masif untuk "pertemuan" yang diselenggarakan kelompok agama.
Apalagi, Rimini Meeting diselenggarakan sepenuhnya tanpa bantuan dana Takhta Suci Vatikan atau Negara Italia. Pendanaan sebagian besar berasal dari CL yang juga memiliki sayap organisasi bisnis yang disebut Compania delle Opere (CDO) yang berangotakan lebih dari 300 pengusaha kecil dan menengah.
Karena itu, Duta Besar RI untuk Takhta Suci (Vatikan) Budiarman Bahar sangat antusias menghubungkan CDO dengan organisasi dan pengusaha kecil dan menengah berbasis agama, dalam hal ini Muslim, antara lain melalui DR Anwar Abbas, salah seorang anggota PP Muhammadiyah yang aktif dalam pengembangan usaha bisnis Muhammadiyah dan pengusaha Muslim lainnya. Langkah berikutnya, Dubes Budiarman memperkenalkan DR Abdul Mu’thi, sekretaris PP Muhammadiyah (kebetulan menjadi menjadi pembicara dialog antaragama di Milan Ramadhan lalu) dengan Wakil Presiden CDO.
Kembali ke Rimini Meeting, semua acara diselenggarakan di Gedung Rimini Fiera—sekitar dua atau tiga kali lebih besar dibandingkan Jakarta Convention Center. Rimini sendiri adalah sebuah kota yang terletak di pinggir pantai timur laut Italia sekitar hampir empat jam berkendara mobil dari Roma.
Rimini Meeting ke-34 terselenggara pada 18-24 Agustus 2013. Dalam suratnya kepada saya, Dubes Budiarman Bahar menyatakan, selama ini belum ada figur pembicara dari Indonesia dalam Rimini Meeting. Menurut Dubes Budiarman, pihak yang mengusulkan saya sebagai pembicara adalah Kardinal J Louis Tauran, Presiden Pontifical Council for Inter-religious Dialogue.
Dubes Budiarman menjelaskan, Kardinal Tauran pernah ketemu saya dalam sebuah konferensi di Jakarta beberapa tahun lalu—hal yang tidak lagi saya ingat, karena saya adalah an absent-minded, profesor pelupa. Kardinal Tauran sendiri pernah disebut-sebut sebagai salah seorang calon paus untuk menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri. Tetapi, karena kesehatan tidak prima di usia 70 tahun (lahir 1943)—disebut mengidap gejala penyakit Parkinson—ia tidak maju sebagai calon paus. Akhirnya, adalah Kardinal Tauran yang mengumumkan terpilihnya Kardinal Jorge Mario Bergoglio dari Argentina sebagai paus baru bergelar Paus Francis yang telah dipilih Konklaf Vatikan pada 13 Maret 2013.
Kardinal Tauran dalam jabatan Takhta Suci pernah menjadi Dubes Vatikan untuk Republik Dominika, Lebanon, dan Haiti. Ia selanjutnya menjadi menteri luar negeri Vatikan pada 1990-2003. Kardinal Tauran memiliki perhatian khusus pada Islam dan kaum Muslim. Pada 2008, ia berterima kasih kepada kaum Muslimin Eropa yang membawa kembali wacana dan pemikiran tentang Tuhan ke ranah publik. Pernyataan Tauran ini terkait dengan rencana Paus Benediktus XVI menyampaikan orasi tentang "Aliansi Peradaban-Peradaban" di Yordania pada 2009. Dalam kesempatan itu Paus menyatakan, kaum Muslim dan Kristiani adalah sekutu alamiah dalam menghadapi sekularisme radikal.
Berita tentang keikutsertaan saya dalam salah satu konferensi utama Rimini Meeting di luar dugaan saya menjadi berita sangat menggembirakan bagi kalangan tokoh pemikir dan Katolik Indonesia, khususnya Theopilus Bella, yang juga sekretaris ICRP (The Indonesian Committee on Religion and Peace) pimpinan Profesor M Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah. Theo kemudian sibuk menghubungi rekan-rekan pasturnya di Roma.
Hasilnya, Dubes Budiarman tambah sibuk mengatur pertemuan dan pembicaraan saya dengan para pastur dan suster yang sedang belajar di Italia. Tidak kurang ada sekitar 1.500 rohaniwan Katolik di negara ini. Dalam percakapan dengan Pater Markus, yang menduduki posisi direktur dalam struktur pemerintahan Vatikan, saya menyatakan, Indonesia kini boleh bangga karena telah mampu "mengekspor" para pastor dan suster, tidak hanya ke Vatikan dan Italia, tetapi juga ke Argentina. Misalnya, ketika 2012 lalu saya "menemukan" sekitar 20-an pastur dan suster turut menggembalakan umat Katolik di negara itu