Senin 02 Sep 2013 06:30 WIB
Resonansi

Zeonis Israel Kegirangan

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ikhwanul Kiram Mashuri

Siapa yang paling diuntungkan dengan terjadinya kudeta militer di Mesir dan konflik berkepanjangan di Suriah sekarang ini? Jawabannya tentu saja Zeonis Israel. Dengan kata lain, mereka kini sedang kegirangan. Mereka girang karena tanpa perang dan mengeluarkan dana besar, lawan-lawan mereka yang paling tangguh di kawasan Timur Tengah satu per satu bertumbangan. Atau paling tidak para musuh mereka dalam kondisi yang sangat lemah sehingga tidak memungkinkan lagi mengangkat senjata untuk melancarkan perlawanan terhadap Zeonis Israel.

Mesir, misalnya. Sejak kudeta militer pada 3 Juli lalu, Ikhwanul Muslimin dan gerakan Islam politik lainnya yang berkuasa secara demokratis selama setahun tidak lagi dianggap berbahaya bagi keamanan Israel. Selama Muhammad Mursi--presiden yang berasal dari Ikhwanul Muslimin dan terpilih oleh rakyat secara demokratis--berkuasa, Israel dibuat tidak nyaman. Apalagi, ketika Mursi berhubungan erat dengan kelompok pejuang Palestina, Hamas, yang secara de facto berkuasa di Jalur Gaza.

Hamas selama ini dikenal sangat tangguh dalam perjuangan bersenjata melawan Zeonis Israel. Beberapa kali mereka berhasil memukul mundur ekspansi militer Israel di Jalur Gaza.

Atas dasar kesamaan ideologi politik, yaitu sebagai gerakan Islam politik, pemerintahan Presiden Mursi lebih dekat dengan Hamas dibanding kelompok Fatah. Yang terakhir ini dalam beberapa tahun terakhir, tepatnya sejak almarhum Yasir Arafat menjabat sebagai presiden Palestina dan kemudian digantikan oleh Mahmud Abbas, lebih memilih perjuangan diplomasi daripada perjuangan bersenjata/konfrontasi. Secara de jure Mahmud Abbas yang berasal dari kelompok Fatah memang sebagai Presiden.

Namun, secara faktual Fatah sebenarnya hanya berkuasa di Ramallah. Sedangkan, kawasan Jalur Gaza diperintah oleh Hamas.  Kedekatan Ikhwanul Muslimin dengan Hamas juga dibuktikan dengan pembukaan perbatasan Mesir dengan Palestina di Rafah begitu Mursi terpilih menjadi presiden. Rafah selama ini merupakan jalur darat satu-satunya untuk menyalurkan berbagai bantuan dari luar ke Jalur Gaza, baik bantuan makanan, bahan bangunan maupun lainnya. Termasuk, konon, penyelundupan senjata. Hal inilah yang selalu dikhawatirkan oleh penguasa Israel.

Kekhawatiran itu semakin meningkat karena menurut analisis intelijen Zeonis Israel, sebagaimana ditulis Aljazirah.net, Presiden Mursi berencana membatalkan Perjanjian Camp David. Yang terakhir ini adalah perjanjian damai antara Israel dan Mesir pada 1978 yang ditandatangani Presiden Anwar Sadat dan PM Israel Menachem Begin, disaksikan oleh Presiden Jimmy Carter yang sekaligus menjadi fasilitator.

Karena itu, tidak mengherankan ketika terjadi kudeta militer untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Mursi, salah satu pihak yang menyambut baik adalah pemerintah Zeonis Israel. Sebagaimana ditulis New York Times, seorang sumber dekat dengan PM Israel Benjamin Netanyahu menyatakan, Israel merupakan pihak yang gembira dengan tumbangnya Presiden Mursi dan kekuasaan Ikhwanul Muslimin. Ia menyebut, kudeta militer merupakan perkembangan yang sangat baik bagi Mesir dan kawasan Timur Tengah, termasuk Israel. Penggulingan Mursi juga dianggap akan memperlemah kekuatan dan pengaruh Hamas.

Bukan hanya menyambut baik, PM Netanyahu, menurut media Israel, Maariv, juga mengutus beberapa jenderal dan senior di pemerintahannya untuk melobi AS dan beberapa negara Eropa. Intinya, agar mereka--AS dan beberapa negara Eropa--tidak menghentikan bantuannya ke Mesir. Bagi Netanyahu, bantuan itu sangat diperlukan supaya pemerintahan kudeta militer tidak ambruk. ‘’Bila pemerintahan Mesir sekarang jatuh, akan sangat membahayakan bagi keamanan Israel,’’ katanya.

Israel selama ini menganggap Mesir sebagai negara yang sangat strategis dan paling berpengaruh di kawasan Timur Tengah. Oleh sebab itu, mereka sangat berkepentingan dengan rezim penguasa di negara itu. Dengan kudeta militer yang menggulingkan kekuasaan Ikhwanul Muslimin, Mesir bisa dipastikan akan mengikuti kebijakan pemerintahan sebelumnya. Minimal, akan menjamin berlangsungnya Perjanjian Camp David yang mendekatkan militer Israel, Mesir, dan AS. Dengan begitu, keamanan Israel tidak akan terancam.

Di sisi lain, perkembangan di Suriah juga secara tidak langsung telah memihak pada kepentingan Israel. Perkembangan itu adalah rencana serangan AS ke basis-basis kekuatan Presiden Bashar al-Assad. Meski ada kekhawatiran bila Suriah diserang AS maka mereka akan mengarahkan senjata kimianya ke Israel, namun kemungkinan itu sangat kecil. Yang justru akan terjadi, serangan itu akan menggulingkan kekuasaan rezim Presiden Assad, sebagaimana terjadi pada Muammar Qadafi di Libya, Saddam Husein di Irak, dan rezim Taliban di Afghanistan. Atau paling tidak, kekuatan militer Suriah akan mandul sebagaimana juga terjadi di tiga negara tersebut.

Dengan penggulingan Assad, maka aliansi kekuatan antara Suriah-Iran-Hizbullah di Lebanon Selatan diperkirakan akan berantakan. Aliansi ketiga pihak selama ini sangat ditakutkan oleh Israel. Mereka sering mengancam keamanan nasional Zeonis Israel. Hizbullah sendiri beberapa kali telah berhasil menahan dan bahkan menggempur militer Israel yang mencoba menyerang Lebanon.

Bila skenerio ini berjalan dengan baik, yakni penghancuran kekuatan militer Suriah dan pelemahan gerakan Islam politik di Mesir yang dipresentasikan oleh Ikhwanul Muslimin, maka bisa diprediksi yang akan berpengaruh di Timur Tengah adalah negara-negara yang beraliran moderat. Yang terakhir ini diwakili oleh negara-negara kaya Teluk seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Negara-negara yang dianggap tidak membahayakan bagi keamanan Zeonis Israel lantaran kedekatannya dengan Barat yang pro-Zeonis Israel. Wallahu a’lam bisshawab.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement