REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Ikhwanul Kiram Manshuri
Ingin tahu siapakah penguasa dunia yang sesungguhnya? Dialah lima negara yang menjadi anggota tetap Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Lima negara ini boleh dikata mempunyai kewenangan mutlak untuk mengatur dunia, terutama yang terkait dengan perdamaian dan keamanan internasional. Kewenangan mutlak ini bernama 'hak veto' yang hanya dimiliki oleh Amerika Serikat (AS), Rusia, Cina, Inggris, dan Prancis.
DK PBB sebenarnya beranggotakan 15 negara. Namun, sepuluh anggota lainnya merupakan anggota tidak tetap. Yang terakhir ini dipilih oleh setiap anggota PBB melalui forum Majelis Umum untuk masa dua tahun. Mereka dipilih secara bergantian dan mewakili berbagai kawasan dunia. Kesepuluh anggota DK ini tidak mempunyai hak veto.
Dengan kata lain, sepuluh anggota tidak tetap ini hanya sebagai pelengkap penderita saja. Sebagai misal, bila 14 anggota DK bersepakat dalam satu hal, katakan berencana mengeluarkan resolusi yang menuntut Israel menghentikan aktivitas pembangunan permukiman Yahudi di daerah pendudukan. Bila ada satu negara anggota tetap DK tidak setuju, maka resolusi itu dipastikan akan gagal. Bayangkan, veto dari satu negara anggota tetap bisa menggagalkan kesepakatan 14 anggota lainnya.
Tujuan awal pembentukan Dewan Keamanan PBB sesungguhnya sangat baik. Yaitu sebagai mekanisme untuk mencegah dan menghentikan agresi yang dilakukan oleh satu negara terhadap negara lain. Juga guna menghentikan perilaku suatu negara yang dianggap bisa mengganggu atau membahayakan perdamaian serta keamanan dunia.Karena itu, sesuai Piagam PBB, DK pun diberi wewenang sangat besar. Antara lain menginvestigasi suatu negara yang dikhawatirkan dapat mengancam perdamaian dunia, merekomendasikan prosedur penyelesaian sengketa, meminta seluruh negara anggota PBB untuk memutuskan hubungan ekonomi, hubungan laut, udara, pos, komunikasi radio, dan hubungan diplomatik. Mereka juga berhak menghentikan negara yang 'membandel' dengan cara-cara militer.
Namun, dalam perkembangannya sekarang ini tujuan mulia pembentukan DK seringkali melenceng. Ia sudah menjadi semacam 'barang mainan' kepentingan lima negara pemegang hak veto. Bisa dipastikan setiap ada rancangan resolusi akan galal bila tidak sesuai dengan kepentingan salah satu dari negara anggota tetap DK. Lima negara sudah seperti centeng dunia.
Dengan kondisi seperti itu, boleh jadi Negara Palestina Merdeka tidak akan terwujud selama masih ada yang namanya lima anggota tetap DK. Lihatlah, bagaimana Presiden AS Barack Obama mengancam Presiden Palestina Mahmud Abbas apabila yang terakhir ini tetap ngotot memperjuangkan negaranya sebagai anggota tetap PBB. Kata Obama, AS akan melakukan veto terhadap langkah Palestina mencalonkan diri sebagai anggota tetap PBB. Ancaman Obama ini disampaikan dua tahun lalu setelah Palestina diterima sebagai anggota negara pengamat nonanggota PBB.
Abbas ingin meningkatkan status keanggotaan Palestina sebagai anggota tetap PBB. Tidak sekadar anggota pengamat. Hal ini ia lakukan setelah perundingan damai selama bertahun tahun dengan Israel yang difasilitasi AS tidak membuahkan hasil. Bahkan kondisi Palestina bisa dikata semakin buruk. Dengan menjadi anggota tetap, berarti dunia akan mengakui Palestina sebagai negara merdeka yang berdaulat.
Namun, sekali lagi, dengan ancaman veto AS tidak banyak yang bisa dilakukan Presiden Abbas. Sebab untuk menjadi anggota penuh PBB harus melalui DK. Yang terajadi kemudian adalah Abbas dan pemimpin Palestina lainnya terpaksa harus mengikuti langgam AS. Yaitu mengikuti rancangan perjanjian damai yang ditawarkan Obama. Tawaran Obama tentu saja dengan membela kepentingan Israel. Sementara bagi Zionis Israel tidak ada yang namanya gratis, apalagi buat Palestina.
Israel bersedia memulai perundingan dengan syarat pembangunan pemukiman di daerah pendudukan tidak boleh diganggu gugat. Artinya, bersamaan dengan proses perundingan pada waktu yang sama Israel semakin kuat mencengkeram daerah jajahan. Lalu, apa yang bisa dihasilkan dari perundingan yang berat sebelah? Apalagi perundingan itu ditongkrongin oleh negara yang selama ini selalu memveto setiap resolusi terhadap pelanggaran yang dilakukan Zionis Israel?
Bukan hanya AS yang sering menggunakan hak veto, anggota tetap lainnya juga melakukan hal yang sama. Rusia dan Cina misalnya, telah menggunakan hak vetonya untuk menentang rancangan resolusi yang mengutuk tindakan keras terhadap protes anti-pemerintah rezim penguasa Suriah. Kedua negara juga menentang tuntutan yang menyerukan agar Presiden Bashar Assad turun dari jabatannya.
Dengan kata lain, hak veto sudah menjadi alat kekuasaan dan perebutan pengaruh lima anggota tetap DK. Meminjam kata-kata Presiden Soekarno ketika memutuskan Indonesia keluar dari PBB pada 1965, lembaga internasional itu hanyalah alat para kapitalis dan imperialis untuk menguasai dunia.
Kita tentu tidak menyerukan agar Indonesia keluar dari PBB. Yang menjadi perhatian kita bagaimana PBB bisa efektif ikut menciptakan perdamaian dan keamanan dunia. Kalau Korea Utara dihukum karena mempunyai senjata nuklir dan Iran diberi sanksi lantaran dikhawatirkan akan mengembangkan senjata yang sama, maka Israel seharusnya sudah dihukum berat karena jelas-jelas sudah mempunyai senjata nuklir. Bukan hanya itu, Israel juga telah berkali-kali tidak mengindahkan sejumlah resolusi PBB yang menuntut agar negara itu menarik diri dari daerah penjajahan dan tidak membangun pemukiman Yahudi di daerah pendudukan. Namun, sekali lagi, Israel tidak pernah diberi sanksi oleh PBB.
Indonesia bersama negara-negara lain seperti Arab Saudi yang juga marah kepada PBB, semestinya bisa berbuat banyak mengubah dan mereformasi PBB berikut organ-organnya. Terutama mereformasi keanggotaan tetap PBB yang selama ini hanya dimonopoli oleh lima negara. Misalnya, lewat lembaga non-blok, Organisasi Kerja Sama Islam, ASEAN, dan forum-forum internasional lainnya.