REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ikhwanul Kiram Mashuri
Bangsa Palestina kini sepertinya sudah tidak lagi menjadi perhatian dunia. Meminjam istilah para politisi, memperjuangkan kemerdekaan bangsa Presiden Mahmud Abbas pada masa sekarang ini bukan sesuatu yang seksi. Tidak ngetop.
Cobalah lihat siapa pemimpin dunia yang kini peduli kepada nasib bangsa Palestina? Tidak ada! Mereka -- para pemimpin dunia itu -- lebih disibukkan dengan masalah dalam negeri sendiri atau persoalan-persoalan dunia yang lebih mendesak. Yang terakhir ini misalnya konflik di Suriah atau persoalan nuklir Iran.
Tidak percaya? Mari kita simak fakta berikut. Negara-negara berpenduduk Muslim mempunyai perkumpulan yang disebut Organisasi Kerja Sama Islam (Organisation of Islamic Cooperation) , beranggotakan 57 negara. Sebelumnya bernama Organisasi Konferensi Islam (Organisation of the Islamic Conference). Ndelalah baik sebelum maupun setelah berganti nama singkatan bahasa Inggrisnya OIC. Orang sering memplesetkannya sebagai Oh I See.
Plesetan ini didasarkan pada fakta bahwa sidang-sidang tingkat tinggi OIC yang dihadiri para pemimpin negara (presiden, raja, perdana menteri) tak banyak menghasilkan sesuatu yang konkrit. Atau istilahnya hanya NATO alias No Action Talk Only atau Omdo alias omong doang. Sebut misalnya masalah Palestina.
OIC terbentuk pada September 1969 sebagai reaksi atas kesewenang-wenangan Zeonis Israel. Sebulan sebelumnya sekelompok orang Yahudi dan Kristiani telah membakar Masjidil Aqsa. Dua tahun sebelum pembakaran itu, Zeonis Israel telah mencaplok Madinatul Quds (Yerusalem), sejumlah wilayah Palestina dan Arab (Gaza, Gurun Sinai, dan Dataran Tinggi Golan). Namun, dari sejak OIC berdiri hingga kini tidak ada kemajuan yang berarti terkait dengan kemerdekaan bangsa Palestina maupun pembebasan Madinatul Quds.
Yang terjadi justeru kondisi bangsa Palestina semakin buruk. Kehidupan sehari-hari mereka semakin susah. Perang tidak dan damai pun tidak. Dalam posisi yang tak jelas seperti itu, Zeonis Israel telah semakin berhasil menancapkan kekuasaan di wilayah-wilayah Palestina yang didukinya. Ratusan ribu pemukiman Yahudi dibangun. Obyek-obyek wisata Palestina diubah sebagai milik Yahudi melalui brosur-brosur dan buku panduan wisata.
Masjidil Aqsa pun tak lepas dari perusakan dan gangguan Zeonis Israel. Di beberapa pinggiran Masjid digali dan dibuat terowongan. Orang-orang Palestina dan umat Islam dibatasi dan hanya para wanita dan orang-orang tua yang dibebaskan menunaikan ibadah shalat di masjid yang merupakan kiblat pertama umat Islam itu. Yang lebih gila lagi, di halaman sekitar masjid digelar secara rutin konser-konser musik yang bahkan sering berlangsung pada waktu-waktu shalat.
Semua itu berjalan dengan aman dan damai. Hanya ada protes-protes kecil dari beberapa pimpinan Palestina dan otoritas Yordania. Para pemimpin Islam yang tergabung dalam OIC? Hanya Omdo atau Nato ketika digelar pertemuan puncak dua tahunan yang mempertemukan delegasi tingkat tinggi 57 negara anggota.
Lalu di manakah Liga Arab dan Gerakan Non-Blok (GNB)? Liga Arab yang beranggotakan 22 negara Arab dan GNB yang tergabung di dalamnya 120 negara berkembang sikapnya sami mawon. Alias setali tiga uang dengan OIC. Mereka tidak mau atau tidak mampu berbuat banyak membantu memperjuangkan kemerdekaan bangsa Palestina. Padahal kalau dilihat dari tujuan dua organisasi ini alangkah sangat hebatnya.
Marilah saya kutip tujuan dari Liga Arab. Yaitu: mempererat persahabatan bangsa Arab, memerdekakan negara di kawasan Arab yang masih terjajah, mencegah berdirinya negara Yahudi di daerah Palestina, dan membentuk kerja sama dalam bidang politik, militer, dan ekonomi. Sedangkan tujuan GNB adalah: menjamin kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan negara-negara nonblok dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid, zionisme, rasisme, dan segala bentuk agresi militer, pendudukan, dominasi, interfensi (hegemoni) serta menentang segala bentuk blok politik.
Namun, sekali lagi, tidak banyak yang diperbuat Liga Arab dan GNB untuk membantu memerdekakan bangsa Palestina dari penjajahan Zeonis Israel. Perlu dicatat, semua negara anggota Liga Arab adalah juga anggota OIC, dan semua anggota OIC – dan juga Liga Arab – merupakan anggota GNB. Dengan keanggotaan seperti itu semustinya mereka – para pemimpin negara anggota Liga Arab, OIC, dan GNB – bisa menjadi kekuatan penekan terhadap mereka yang menghalangi kemerdekaan bangsa Palestina. Tapi, faktanya yang terjadi justeru kebalikannya.
Persoalannya, di antara negara-negara anggota sering tidak akur di antara mereka sendiri. Ambillah sebagai misal masalah Iran. Bukan rahasia lagi bahwa sejumlah negara Arab, terutama negara-negara Teluk, tidak suka terhadap Iran yang dinilai sangat ekspansif memperkuat pengaruhnya di kawasan Timur Tengah. Mereka juga merasa terancam dengan keberadaan nuklir Iran. Bahkan ada perasaan Iran lebih berbahaya daripada Zeonis Israel.
Berikutnya persoalan konflik di Suriah. Sejumlah negara anggota Liga Arab, khususnya negara-negara Teluk, menginginkan untuk segera melengserkan Presiden Bashar Assad dari penguasa Suriah. Bahkan kalau perlu dengan kekuatan bersenjata, dengan mengundang kekuatan militer Amerika dan sekutunya seperti halnya yang pernah dilakukan terhadap Saddam Husein di Irak dan Muammar Qadafi di Libia.
Masalah Suriah dan nuklir Iran seharusnya bisa diselesaikan secara internal lewat jalur OIC, Liga Arab, ataupun GNB. Namun, karena di antara mereka tidak akur, akhirnya mengundang negara-negara besar. Iran justeru berunding dan bersepakat dengan negara P5+1 (AS, Inggris, Prancis, Rusia, Cina plus Jerman). Konflik di Suriah direncanakan diselesaikan lewat jalur PBB yang diprakarsai AS dan Rusia dalam Konferensi Jenewa 2 pada 22 Januari mendatang. Bahkan penyelesaian masalah Palestina, terutama perundingan perdamaian Palestina-Israel, pun harus menunggu inisiatif dari Gedung Putih. Lha, lantaran Presiden Obama sedang sibuk dengan nuklir Iran, konflik Suriah, dan persoalan dalam negerinya sendiri, rencana perundingan Palestina-Israel pun menunggu giliran.
Dengan kondisi seperti itu dan tanpa ada surat kuasa dari para pemimpin dunia, saya dengan sangat sedih ingin mengatakan, ''Maaf ya bangsa Palestina, Anda terlupakan. Minimal untuk saat ini.''