Sabtu 22 Feb 2014 06:00 WIB

Skenario Kelud

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Asma Nadia

Status Gunung Kelud di Kediri, Jawa Timur, meningkat satu level dari normal aktif menjadi waspada. Radius 2 kilometer dari lokasi gunung saat ini dikosongkan.

Gunung yang tercatat aktif meletus dengan rentang  waktu  relatif pendek (9-25 tahun)  memang termasuk salah satu gunung api  yang berbahaya.

Sejak abad ke-15 [1],  Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15 ribu jiwa. Letusanya di  tahun 1586 [2] merenggut korban lebih dari 10 ribu jiwa.  Awal abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus [3]  tahun 1901 dan  1919 [4]. Banjir lahar dingin yang menyapu permukiman penduduk saat itu memakan korban hingga ribuan jiwa. Untuk mengurangi dampak buruk di letusan berikutnya, pemerintah kolonial Belanda membuat sebuah sistem pengalihan aliran lahar yang masih berfungsi hingga kini.

Selama era kemerdekaan Gunung Kelud meletus lagi pada tahun 1951, 1966, dan 1990. Pola ini menempatkan Kelud sebagai gunung berapi dengan siklus 15 tahunan. Menjelang abad ke-21, erupsi Kelud terjadi di  tahun 2007, 2010, dan 2014. Perubahan frekuensi tak lain disebabkan terbentuknya sumbat lava di mulut kawah gunung.

Mengingat reputasi Kelud, dibuatlah sebuah skenario.

Menyadari peningkatan aktivitas sejak Januari awal tahun ini, lembaga vulkanologi segera melakukan sederet antisipasi. Pemerintah langsung membentuk tim khusus untuk menyiapkan berbagai antisipasi penanganan gunung kelud. Tim tersebut segera melakukan kordinasi dengan setiap instansi terkait. Bekerja sama dengan Departemen Pendidikan,  diadakan penyuluhan di setiap sekolah di sekitar. Anak anak dihimbau untuk menyiapkan masker, bahkan beberapa sekolah menyiapkan helm proyek untuk perlindungan lontaran batu. Para pelajar tak lupa dibekali informasi

apa-apa saja yang harus dilakukan jika terjadi letusan pada jam pelajaran.

Tak berhenti di sana, setiap murid  juga diberikan surat untuk dibaca orang tua masing-masing sebagai langkah antisipasi. Di desa-desa, kepala desa aktif memberikan penyuluhan kepada masyarakat setempat.

Secara tegas, polisi memanggil juru kunci spiritual dan berpesan agar tidak memberikan pernyataan apa pun tentang keadaan gunung, berdasarkan wangsit, hingga tidak memberi informasi yang menyesatkan masyarakat. Semua informasi hanya boleh keluar dari lembaga resmi.

Rumah sakit dipersiapkan melakukan siaga bencana. Pengadaan masker di Jawa Timur  dipasok sebanyak mungkin untuk menghadapi permintaan yang akan meningkat.

Sementara pemadam kebakaran turut disiagakan untuk mengantisipasi keadaan. Suasana tetap tenang dan terkendali tetapi seluruh masyarakat telah siaga.

Surabaya dan Malang, sekalipun jauh dari Kelud, juga mendapat pemberitahuan  kemungkinan terkena dampaknya.  Bandara di dua kota itu, serta kota-kota lain yang mungkin terjangkau akibat letusan, diberi peringatan dan  dilakukan serangkaian kordinasi. Maskapai juga harus mengetahui kemungkinan ini. Mengingat ketika gunung di Islandia meletus nyaris seluruh penerbangan di Eropa terganggu.

Di jalan-jalan  terpampang baliho prosedur  menghadapi gunung meletus. Media radio dan televisi terus aktif memberitakan kemungkinan meletusnya Gunung Kelud sehingga  masyarakat lebih siaga. Tentara sudah disiapkan untuk mengantisipasi skenario-skenario terburuk agar mampu secepatnya

datang memberikan bantuan.

Gunung api bersifat slow in set, artinya biasanya tidak akan tiba-tiba meletus, sehingga banyak hal  bisa dipersiapkan. Pemerintah sadar betul bahwa siapapun tidak bisa melawan kejadian alam,

tapi mereka tahu mereka bisa meminimalisir dampaknya.

SAYANG SEKALI, SEMUA PERSIAPAN DI ATAS HANYA IMAJINASI SAYA BELAKA.

Ketika Gunung Kelud akhirnya meletus, masih banyak lapisan masyarakat yang gagap dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Minimarket dan apotik kehabisan masker karena kebanjiran permintaan. Media masih kurang mempersiapkan rakyat dengan bekal pengetahuan dan baru mati-matian

memberitakan setelah gunung meletus.

Anak-anak di sekolah tidak mengerti bagaimana menghadapi bencana yang muncul di bumi yang dipijaknya.  Rakyat tidak banyak tahu bagaimana harus bersikap, dan tak semua memiliki akses untuk menjelajah  dunia online demi mengais informasi.

Saat ini ada dua gunung berapi dalam status Awas, tiga status Siaga dan 17 status Waspada.Kapan kita sadar perlunya mengantisipasi bencana sedini mungkin?

Apakah harus menunggu gunung meletus dulu baru berpanik ria? Semoga saja tidak.

Semoga saja ke depan  kita mampu menjadi pembelajar yang cerdas mengantisipasi setiap kemungkinan-kemungkinan buruk yang berujung pada bencana, hingga jumlah korban jiwa dan kehilangan materi, bisa dihindari setidaknya diminimalisir.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement