REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia
Bola itu bulat. Apa saja bisa terjadi di dunia sepak bola. Sebuah filosofi yang diamini hampir semua orang yang mengerti sepak bola.
Brasil yang diunggulkan menjadi kandidat juara dunia di tengah dukungan jutaan rakyatnya justru bertekuk lutut di bawah serangan Jerman dengan skor terburuk semifinal sepanjang masa, 7-1. Kosta Rika yang dianggap sebagai peserta hiburan di grup neraka, tanpa diduga menjadi juara grup mengalahkan Italia, Inggris, dan Uruguay yang pernah jadi juara dunia. Timnas Spanyol yang diunggulkan pulang tanpa membawa poin, terlempar memalukan di babak penyisihan.
Banyak kejutan terjadi pada Piala Dunia 2014. Bukankah segalanya bisa terjadi di sepak bola karena bola itu bundar? Semua orang yang dekat dengan bola memahami ini.
Tapi apakah filosofi tersebut hanya berlaku di sepak bola? Ternyata tidak, sebab bumi yang bulat juga dipenuhi kejutan dan hal-hal di luar dugaan. Di dunia ekonomi dan bisnis kita bisa melihat berbagai keajaiban terjadi.
Bukan mustahil orang termiskin bisa menjadi sosok terkaya di dunia. Aristole Onassis, remaja yang gagal lulus SMA memulai nasib di Argentina sebagai tukang bangunan, lalu sukses menjadi salah satu orang terkaya di dunia sebagai penjual kapal laut.
JK Rowling yang sebelumnya hidup bersandar dari jaminan sosial Pemerintah Inggris, dalam waktu singkat menjadi wanita terkaya di negaranya mengalahkan kekayaan Ratu Inggris.
Laksmi Mittal yang lahir sebagai salah satu orang termiskin di India dengan rumah beralaskan tanah, kini tercatat sebagai salah satu tokoh terkaya di India. George Soros yang pernah dipecat sebagai buruh, di usia tua sukses menjadi fund manager berpengaruh di dunia.
Di dunia pendidikan juga demikian. Keajaiban, hal yang tak diduga dan mengejutkan pun terjadi. Anak tukang becak yang miskin mengalahkan prestasi anak lain dari keluarga berada yang menyediakan fasilitas lengkap.
Anak-anak desa dari sekolah biasa meraih nilai UAN tertinggi secara nasional mengalahkan anak-anak orang kaya dari sekolah elite di kota. Ternyata bukan hanya bola, data di atas membuktikan, kejutan dan berbagai hal yang penuh kemustahilan bisa terjadi di segala bidang.
Demikian juga di dunia politik. Kejutan bisa terjadi. Hal yang tak terduga mungkin saja muncul. Seorang kandidat yang digadang paling disukai masyarakat berdasarkan polling tidak mustahil tiba-tiba dikalahkan kandidat yang awalnya sama sekali tidak diperhitungkan.
Sebaliknya kandidat yang sebelumnya tidak dikenal, elektabilitasnya bisa meroket dalam pemilihan. Lech Walesa awalnya begitu digandrungi di Polandia, di akhir kariernya justru terpuruk. Ia kalah telak dalam pemilihan presiden terakhir yang diikutinya.
Barack Obama, delapan tahun sebelum terpilih sebagai presiden bukan calon yang dijagokan. Bahkan, ia tidak mendapat izin masuk dalam konvensi Partai Demokrat. Empat tahun setelahnya, ia justru dicalonkan sebagai kandidat presiden dalam konvensi tersebut.
Ya, begitulah politik, sama seperti bola dan bidang lainnya. Kadang di luar dugaan terjadi perubahan yang begitu cepat dan mengagetkan.
Terkait pemilihan presiden yang belum lama berlangsung, kesadaran akan kenyataan ini seharusnya disebarkan kepada masyarakat luas Jangan sampai masyarakat dicekoki informasi yang salah bahwa hasil survei adalah rujukan paling akurat. Hindari terbentuknya opini bahwa quick count menggambarkan hasil akhir.
Dunia nyata bagaimana pun berbeda. Survei tetap survei, sampel tetap sampel, dan bukan gambaran nyata keseluruhan. Harus ditumbuhkan pemahaman di masyarakat bahwa dalam politik apa pun bisa terjadi. Bukan mustahil yang diunggulkan bisa kalah, yang diremehkan bisa menang sebagaimana sebaliknya. Kesadaran ini penting hingga tidak ada prasangka kepada KPU ketika mengumumkan hasil final penghitungan suara.
Bagi saya, siapa pun yang disahkan KPU-sebagai lembaga resmi-maka dialah pemenang sesungguhnya yang harus didukung seluruh rakyat. Quick count sebagaimana namanya merupakan hitungan cepat. Segala yang cepat dan tergesa-gesa sangat mungkin kalah akurasinya dibanding hitungan yang diproses lebih lama dan teliti. Hitungan yang diambil dari sampel sangat berpeluang untuk tidak akurat dibanding hitungan yang menyeluruh.
Semoga segenap bangsa menyadari dan terdorong untuk tetap menjaga persatuan sebagai bagian dari rasa syukur akan pesta demokrasi yang telah berlangsung damai.