Senin 25 Aug 2014 00:00 WIB

ISIS Ciptaan Amerika?

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

Kepala Abu Bakar Al Baghdadi setahun lalu dihargai Amerika Serikat (AS) senilai 10 juta dolar AS.  Uang itu akan diberikan kepada siapa saja yang bisa membunuh atau menculik tokoh yang beberapa waktu lalu dibaiat oleh pengikutnya sebagai Khalifah Negara Islam di Irak dan Syam itu.

Al Baghdadi kini memang  dianggap musuh utama AS. Apalagi setelah anak buahnya merilis video yang menunjukkan pemenggalan kepala seorang wartawan AS. Wartawan itu disebut sebagai James Foley (40), yang ditangkap di Suriah pada akhir 2012. Disebutkan pula, tindakan itu sebagai pembalasan atas serangan udara AS ke obyek militer ISIS di Irak Utara.

Sejak video pemenggalan wartawan AS dirilis, ISIS dan Abu Bakar Al Baghdadi memang menjadi pembicaraan dunia, termasuk oleh para pemimpin Barat. Perdana Menteri Inggris, David Cameron meminta masyarakat Inggris yang mengetahui siapa pemenggal Foley untuk melapor segera ke aparat keamanan. Diduga si pelaku yang mengenakan penutup kepala dan wajah itu adalah warga Inggris, karena berbicara dengan aksen London. Sementara itu, Presiden Obama menegaskan ISIS dan Baghdadi adalah musuh yang paling berbahaya di kawasan Timur Tengah dan mengancam kepentingan AS.

Banyak pihak, terutama negara-negara Barat, masih bingung bagaimana menghentikan gerakan ISIS. Sebab, meskipun ISIS dan Abu Bakar Al Baghdadi sudah banyak dikupas oleh media dan pengamat, namun tetap saja Negara Islam dan sang khalifahnya itu masih banyak menyimpan misteri.

Misalnya bagaimana awal mula terbentuknya organisasi yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Negara Islam di Irak dan Suriah itu. Juga tentang pemimpinnya, Abu Bakar Al Baaghdadi, yang kini menyebut dirinya sebagai khalifah umat Islam. Lalu bagaimana pula ISIS, yang menurut data intelijen Barat hanya berkekuatan antara 12 hingga 15 ribu ‘pejuang’,  dapat berkembang begitu cepat.

Hanya dalam hitungan bulan, ISIS memang telah berhasil merebut wilayah yang luasnya melebihi gabungan Kuwait dan Lebanon.  Sebuah wilayah yang membentang  dari Irak hingga Suriah yang terdapat ladang minyak dan gas serta bendungan untuk irigasi dan pembangkit tenaga listrik.

Para tentaranya bergerak dengan bebas tanpa ada yang bisa menghentikan. Mereka dengan seenaknya menarik pajak, mengusir masyarakat minoritas, menebar ketakutan warga, dan mengancam penduduk Baghdad dan Arbil, Kurdistan. Bahkan kini mereka telah berhasil mengubah peta kekuatan politik dan militer di kawasan Timur Tengah.

ISIS kini hampir setiap hari menjadi berita utama media internasional dan jadi perhatian pemimpin dunia, mengalahkan perhatian mereka terhadap penderitaan bangsa Palestina. Israel yang sempat mendapat tekanan masyarakat internasional lantaran kebiadaban mereka terhadap warga Palestina di Gaza pun kini mulai dicuekin.

Ya, ISIS telah berhasil mengalihkan perhatian masyarakat internasional. Tentara Israel yang telah membunuh ribuan warga sipil Palestina kini hanya menjadi berita kecil. Berita besarnya adalah pembunuhan orang-orang minoritas Kristen dan Yazidi di Irak oleh para ‘pejuang‘ Al Baghdadi.  

Di Irak sendiri, ISIS juga telah mengubah peta politik dalam negeri.  Sebelumnya, mayoritas warga Irak menyalahkan  AS terhadap kekacauan berkepanjangan di negeri itu. Kini mereka mulai menyuarakan perlunya intervensi militer negara Paman Sam untuk menghentikan pergerakan tentara ISIS. 

AS sendiri pada awalnya agak ragu-ragu. Namun, akhirya mereka menyetujui untuk menghamtan kekuatan militer ISIS dengan serangan udara. AS benar-benar khawatir pergerakan para ‘pejuang’ Khalifah Al Baghdadi akan membahayakan negara-negara lain di kawasan, terutama membahayakan kepentingan AS di Timur Tengah.

Selain serangan udara, beberapa waktu lalu AS juga telah mengirimkan 150 personil tim ahli untuk memetakan kekuatan ISIS dan membantu melatih pasukan Kurdi menggunakan persenjataan canggih yang sebelumnya telah dikirim kepada mereka. Pemetaan kekuatan ini  termasuk jenis dan jumlah persenjataan yang telah berhasil dijarah para ‘pejuang’ ISIS dari tangan tentara Irak yang melarikan diri.

Washington tampaknya tidak mau mengulangi kesalahan yang sama akibat operasi mereka di Irak sebelum ini. Kemunculan ISIS di Irak -- baik langsung ataupun tidak langsung --, boleh dikata adalah akibat kekacauan yang ditinggalkan AS. Kekacauan itu semula dimanfaatkan para ‘pejuang’ Alqaida yang melarikan diri dari Afghanistan untuk membangun kekuatan di Irak.

AS mungkin tidak pernah berpikir bahwa serangan mereka untuk menghancurkan rezim Saddam Husein akan meninggalkan kekacauan politik. Meskipun berhasil ‘mendemokrasikan’ Irak, namun muncul kemudian ketidakstabilan politik berupa perpecahan dan bahkan perseturuan antar-etnis dan  kelompok. Apalagi selama dua periode kekuasaan, PM Nuri Al Maliki mengabaikan kepentingan kelompok Sunni dan Kurdi. Kekacauan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Alqaida.

AS memang berhasil membunuh pemimpin Alqaida di Irak Abu Masab Al Zarkawi pada 2006. Kemudian pada 2010 mereka juga sukses membunuh dua orang pemimpin teras Alqaida di Irak dalam serangan udara. Namun, ternyata Alqaida tidak habis. Mereka, para pemimpin yang tersisa, kemudian membentuk  Tandzimu Al Daulah Al Islamiyah fi Al Irak (Organisasi Negara Islam di Irak). Belakangan ditambah dengan Syam (Suriah), yang kemudian disingkat menjadi Da’isy.

Yang lebih mengejutkan, kemunculan Abu Bakar Al Baghdadi yang kini menjadi most wanted person bagi Washington pun tak lepas dari ‘kesalahan’ AS sendiri. Menurut sumber di Pentagon --  seperti dilaporkan koran New York Times edisi tanggal 10 Agustus 2014, sebagaimana dikutip Al Sharq Al Awsat --, Al Baghdadi pernah ditangkap pasukan AS pada 2004 dalam operasi di Fallujah. Waktu itu Al Baghdadi bukan siapa siapa. Namun, sebut koran itu, sejak penangkapan itu, pengaruh Al Baghdadi di antara pengikutnya semakin besar.

Pengaruh yang kemudian membantu mengantarkan Al Baghdadi memegang kendali kepemimpinan Da’isy pada 2010. Dengan kata lain, munculnya ISIS dan Al Baghdadi -- baik langsung maupun tidak langsung -- adalah akibat dari intervensi AS di Irak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement