Kamis 11 Sep 2014 11:51 WIB

Sejarah Sosial Hukum Islam

Red: Maman Sudiaman
Azyumardi Azra
Foto: Republika/Daan
Azyumardi Azra

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Azyumardi Azra

 

Perdebatan di kalangan publik internasional maupun nasional tentang hukum Islam (syari’ah dan fiqh) sejak awal dasawarsa milenium baru meningkat dan terus berlanjut. Syari’ah khususnya, yang artinya artinya cenderung kian campur aduk dengan fiqh menjadi perdebatan yang seolah tidak pernah selesai. Apalagi ketika di Indonesia sejumlah daerah menetapkan apa yang disebut sebagian kalangan sebagai ‘Perda Syari’ah’ (syari’ah-by laws).

Pada tingkat internasional juga terjadi kehebohan, ketika kalangan kaum imigran Muslim menyatakan hanya mengikuti hukum Islam atau syari’ah; tidak hukum nasional negara setempat. Kehebohan itu misalnya terekam dalam karya P Marshall, Radical Islam’s Rules. The Worldwide Spread of Extreme Sharia Law (2005).

Pada awalnya, syari’ah bermakna hukum Islam yang terkandung dalam wahyu Alquran —sehingga tidak berubah. Kini syari’ah juga berarti fiqh, hasil ijtihad ulama yang bisa berubah.  Hal terakhir ini misalnya terlihat dalam berbagai fenomena sejak perbankan syari’ah, asuransi syari’ah (takaful), sampai hotel syari’ah dan wisata syari’ah.

Bagaimana kita bisa memahami gejala ini. Pendekatan teologis dan syari’ah normatif tidak banyak membantu dalam upaya memahami perkembangan syari’ah, fiqh atau hukum Islam umumnya. Di sinilah urgensi sejarah sosial hukum Islam.

Namun, berbicara tentang sejarah sosial hukum Islam, dalam bacaan saya—yang sepanjang lebih tiga dasawarsa mendalami sejarah sosial-intelektual Islam—masih merupakan bidang langka. Tidak banyak literatur yang tersedia dalam bidang ini baik pada tingkat internasional, regional Dunia Muslim, dan nasional seperti Indonesia.

Salah satu di antara sedikit literatur itu adalah buku karya Profesor M. Atho Mudzhar, Esai-esai Sejarah Sosial Hukum Islam (2014). Menggumuli bidang kajian ini selama lebih dua dasawarsa, Atho menyatakan, Sejarah Sosial Hukum Islam adalah ilmu relatif baru dalam tradisi kajian hukum Islam.

Agaknya karena merupakan ilmu ‘relatif baru’ yang muncul sejak akhir abad dua puluh, belum banyak kajian dan karya dalam bentuk yang dapat menjadi rujukan utama. Kajian dalam bidang ini masih fragmentaris—belum komprehensif seperti diharapkan peneliti, pengkaji, mahasiswa/i, dan peminat hukum Islam.

Fenomena ini nampaknya terkait banyak dengan kenyataan, belum banyak ahli dalam Sejarah Sosial Hukum Islam. Memang di Indonesia dan kawasan Dunia Muslim lain terdapat cukup banyak ahli hukum Islam atau Syari’ah atau Fiqh dan Ushul Fiqh,  tetapi jelas belum banyak di antara mereka yang memiliki minat dan melakukan kajian tentang hukum Islam dalam konteks dinamika dan perubahan sosial di mana pemikiran dan produk hukum Islam muncul dan berkembang.

Masalahnya memang terletak tidak hanya dalam kesulitan memahami kerumitan (intricacies) hukum Islam, syari’ah dan fiqh, tetapi juga pada kemampuan memahami sosiologi hukum Islam atau antropologi hukum Islam. Bahkan pemahaman yang baik dalam kedua bidang ini tidak cukup. Perlu pula pemahaman yang baik dalam ilmu politik. Ketiga ilmu dan bidang kehidupan ini sangat penting dalam memahami interplay—saling mempengaruhi di antara pemikiran dan produk hukum Islam dalam kaitan dengan dinamika sosial dan politik yang mengitarinya.

Masa globalisasi sekarang juga memunculkan berbagai isyu, masalah dan problematika terkait hukum Islam, yang jelas kian memerlukan sejarah sosial hukum Islam. Dengan kata lain, pemikiran dan produk hukum Islam semestinya juga mempertimbangkan perkembangan sosiologi dan antropologis. Melalui pendekatan sejarah sosial hukum Islam seperti ini dapat dikembangkan pemikiran dan ijtihad baru hukum Islam yang kontekstual dan relevan dengan kebutuhan perkembangan zaman dan masyarakat.

Distingsi lain pendekatan sejarah sosial hukum Islam adalah penggunaan perspektif perbandingan dalam menjelaskan subyek atau tema tertentu—membandingkan dinamika hukum Islam di antara satu negara Muslim dengan negara Muslim lain. Salah satu contoh pendekatan ini adalah buku suntingan sarjana Belanda, Jan Michiel Otto, Sharia Incorporated: A Comparative Overview of the Legal Systems of Twelve Muslim Countries in the Past and Present (2010). Karya ini secara relatif komprehensif mengungkapkan perbedaan-perbedaan di antara 12 negara berpenduduk mayoritas Muslim dalam hal syari’ah atau lebih tepat, hukum Islam.

Perspektif perbandingan ini bahkan bisa menjelaskan sekaligus kenapa perbedaan terjadi satu sama lain di antara  negara-negara Muslim. Tak bisa lain, perbedaan itu juga terkait banyak dengan lingkungan sosio-relijius dan politik yang berbeda di antara satu negara Muslim dengan negara Muslim lainnya.

Mengingat pendekatannya yang khas, sejarah sosial hukum Islam dengan substansi yang dibahas dan metodologi yang digunakan, bidang ini sangat dibutuhkan tidak hanya dalam pengembangan kajian dan penulisan sejarah sosial hukum Islam itu sendiri—baik di Indonesia maupun negara-negara Muslim lain—tetapi juga dalam pembahasan dan perumusan ijtihad baru. Dengan distingsinya, pendekatan sejarah sosial kian perlu bagi setiap mereka yang mengkaji, meneliti, menulis dan mempelajari dinamika hukum Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement