Senin 06 Oct 2014 06:00 WIB

PM Netanyahu tak Beda dengan al-Baghdadi

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ikhawanul Kiram Mashuri

Tahun terus berganti. Hari Raya Idul Adha atau Idul Qurban datang dan pergi. Namun, damai tampaknya tetap  semakin jauh bisa dijangkau oleh bangsa-bangsa di kawasan Timur Tengah. Kehadiran Musim Semi Arab -- The Arab Spring atawa al-Rabi‘ al-Araby -- yang tadinya diharapkan bisa membawa negara-negara di kawasan ke arah yang lebih baik, kini justeru mendatangkan berbagai kekacauan.

Irak, Suriah, Libia, Yaman, Lebanon, dan di kawasan-kawasan lain di Timur Tengah semakin bergolak. Kelompok-kelompk radikal yang selalu menebarkan teror kepada masyarakat sekarang justeru menyebar ke berbagai wilayah yang lebih luas.

Da’isy (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS) meneror Irak dan Suriah. Juga Jabharu an-Nasroh yang beroperasi di Suriah.  Anshoru as-Syariah membuat kegaduhan di Libia. Al-Hautsiyun dan Tandzimu al-Qaida di Yaman. Bahkan al-Hautsiyun kini telah berhasil menguasai ibukota San’a. Bako Haram yang beroperasi di Somalia, Mali, dan Negeria juga terus meresahkan masyarkat dunia dengan tindakannya menculik dan membunuh sejumlah warga asing. Juga tidak ketinggalan kelompok Abu Sayyaf yang terus menebar teror di Filipina. 

Bahkan penderintaan Bangsa Palestina yang sudah berlangsung selama puluhan tahun tampaknya akan bertambah panjang. Tanda-tanda kedamaian yang bisa dinikmati warga Palestina kelihatannya semakin jauh panggang dari api. Padahal kezaliman yang menimpa bangsa Palestina inilah pada awalnya yang menjadi pangkal  kemunculan kelompok-kelompok radikal tersebut.

Ketika al-Qaida didirikan oleh Usamah bin Ladin di Afghanistan, salah satu alasannya adalah ketidakadilan (standar ganda) dunia terhadap bangsa Palestina.  Terutama oleh negara-negara Barat. Termasuk negara-negara Arab dan Islam yang mereka (al-Qaida) nilai telah menjadi ‘boneka‘ kepentingan Barat. Sehingga, pembelaan negara-negara Arab dan Islam  terhadap bangsa Palestina menjadi tumpul. Hanya omdo alias omong doang. Tidak all out.

Sungguh menyedihkan bagaimana negara-negara Arab yang kaya dan berpenduduk sekitar 400 juta tidak bisa menekan -- apalagi memaksa dan mengalahkan -- negara sekecil Israel yang hanya berpenduduk sekitar 6 juta warga.

Yang lebih membuat marah,  kelompok Palestina seperti Hamas yang dengan gagah berani berjuang merebut kemerdekaan melawan Zionis Israel,  justeru dituduh sebagai kolompok teroris.  

Simaklah apa kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di depan  sidang Majelis Umum PBB beberapa hari lalu.  ‘‘Perang melawan kelompok Islam radikal adalah satu (semua pihak sepakat). Oleh sebab itu, perang Israel terhadap Hamas adalah perang kita semua.’’  Netanyahu kemudian menjelaskan lebih jauh bahwa Hamas hanyalah dahan dari pohon yang sama dengan kelompok radikal ISIS. 

Kepada Presiden Palestina Mahmud Abbas, Netanyahu melanjutkan ocehannya, ‘‘Kawanmu, Hamas, telah melakukan kejahatan perang terhadap kami yang wajib dikecam yang kamu tidak melakukannya. Begitulah kalau orang menulis skripsi doktornya dengan penuh kebohongan tentang holokos (holocaust) yang memungkinkan menuduh Isarel dengan perbuatan genosida.’’

Sebelumnya, dalam pidato di depan sidang Majelis Umum PBB, Presiden Abbas telah menuduh Israel sebagai telah melakukan genosida terhadap bangsa Palestina. Tuduhannya ini merujuk pada serangan membatibuta militer Israel terhadap wilayah Gaza  beberapa waktu lalu.

Yang menyedihkan, demikian laporan berbagai media, tak seorang pun dari tokoh dunia yang hadir pada sidang Majelis Umum PBB itu, termasuk tokoh dari negara Arab, yang memberikan reaksi memadai terhadap pidato si Netanyahu tersebut. Sebuah sikap yang semakin memperkuat anggapan bahwa selama ini sebenarnya sebagian besar pemimpin Arab kurang menyukai gerakan Hamas. Mereka lebih memilih Fatah sebagai perwakilan dari bangsa Palestina.

Reaksi keras hanya disampaikan juru runding senior Palestina Saeb Arikat. Ia, sebagaimana dikutip media al-Sharq al-Awsat,  sangat marah ketika Netanyahu menyamakan Hamas dengan kelompok Islam radikal. Katanya, tuduhan Netanyahu itu hanya sebagai pembenaran terhadap serangan militer Israel ke Gaza beberapa waktu lalu.  Menurutnya, Netanyahu yang justru sama dengan Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpin ISIS.

‘‘Pemerintah Israellah yang justeru ingin mengubah konflik politik menjadi konflik agama.  Ia telah menyinggung tentang ISIS dan bahayanya. Namun, ia lupa bahwa ia juga memimpin Tandzimu ad-Daulah al-Yahudiyah dan mendukung kelompok-kelompok radikal Yahudi.’’

Sebagai bukti bahwa Israel adalah negara teroris, juru bicara Hamas Sami Abu Zahra menunjuk tentang penolakan negara Zionis itu terhadap investigasi internasional untuk menyelidiki kejahatan kemanusiaan Israel di Gaza. ‘’Semua itu menunjukkan bahwa Israel adalah negara teroris namun tidak mau mengakuinya. ‘’Netanyahu adalah teroris dan penjahat perang,’’ katanya.

Kantor kepresidenan Palestina mengeluarkan pernyataan bahwa penyelesaian masalah konflik Palestina-Israel harus sesuai  dengan keputusan masyarakat internasional, proposal perdamaian Liga Arab, dan keputusan Majelis Umum PBB pada 29 November 2012 yang memberikan kepada Palestina sebagai negara anggota tidak tetap. Untuk itu, Israel harus menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi di daerah pendudukan, membuka blokade atas Gaza, dan menghentikan aktivitas kelompok-kelompok Yahudi radikal yang merusak tempat-tempat suci umat Islam. ‘‘Semua keputusan itu harus bermuara kepada berdirinya Negara Palestina Merdeka dengan ibu kotanya Jerusalem.’’             

Namun, semua itu ditolak Israel.  Menyimak pidato Netanyahu di PBB, tampak bahwa ia memang mau menang sendiri. Karena itu,  keputusan apapun dan dari siapapun, termasuk PBB, akan tidak artinya dalam rangka untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah. Apalagi bila kepongahan para pimpinan Zionis Israel selalu dibiarkan atau bahkan didukung oleh AS dan sejumlah negara Barat.

Karena itu, jangan heran apabila akan selalu muncul kelompok-kelompok radikal untuk melawan kepentingan Barat, termasuk melawan rezim penguasa yang dianggap menjadi boneka kepentingan Barat.

Selamat Hari Raya Idul Adha, semoga semangat pengorbanan selalu mewarnai kehidupan sehari-hari kita.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement