Senin 01 Dec 2014 10:53 WIB

Israel Siapkan 6 UU untuk Yahudisasi Al Quds

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

Ketika umat Islam semakin tidak peduli dengan al-Haram al-Syarif, termasuk di dalamnya Masjidil Aqsa, maka Zionis Israel menjadi bertambah brutal dan semena-mena. Penodaan demi penodaan terus mereka lakukan terhadap tempat suci dan kiblat pertama umat Islam  di Madinatu al-Quds (Yerusalem Timur) itu.

Para warga Palestina di al-Quds mereka usir. Rumah-rumah pejuang Palestina mereka bakar. Berbagai bangunan, jalan, dan kampung yang berciri khas Arab dan Palestina mereka ganti dengan segala hal yang terkait dengan Yahudi. Masjidil Aqsa yang merupakan tempat suci umat Islam pun mereka ‘kotori’.

Yang terbaru, Pemerintah Zionis Israel kini pun sedang menyiapkan enam rancangan undang-undang yang akan diajukan kepada parlemen negara itu (Knesset) untuk disahkan. Undang-undang ini antara lain terkait dengan pencabutan hak tinggal warga Palestina di al-Quds.  Warga Palestina akan diusir dari kota yang menjadi tempat tinggal mereka selama puluhan dan bahkan ratusan tahun, sejak para nenek moyang mereka. Alasannya, untuk memberikan rasa aman kepada warga Yahudi.

Berikut isi rancangan undang-undang, sebagaimana diperoleh Aljazeera.net dari Direktur Jenderal Lembaga al-Quds untuk Pengembangan Masyarakat (Muassasah Al Muqoddasy li at-Tanmiyati al-Mujtama’i), Mu’adz al-Za’tary. Lembaga ini berkantor di Bait Hanina, al-Quds. Rancangan undang-undang tersebut sudah disetujui oleh pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan akan diajukan ke Knesset untuk disahkan.

Pertama, undang-undang yang membagi Masjidil Aqsa -- baik dari sisi waktu maupun tempat --  untuk orang-orang Yahudi dan umat Islam. Tujuannya, kata al-Za’tary, untuk mengubah posisi dan kondisi Masjidil Aqsa sebelumnya. Bila undang-undang ini disahkan, maka kaum Yahudi diperbolehkan memasuki masjid yang menjadi kiblat pertama umat Islam ini. Mereka juga diizinkan beribadah dan berdoa di dalam masjid ini dengan bebas.

Kedua, undang-undang untuk melarang pembebasan narapidana Palestina yang berada di penjara-penjara Israel. Termasuk pelarangan tukar-menukar narapidana antara Palestina dan Israel.

Ketiga,  yahudisasi negara. Undang-undang ini sudah disetujui oleh Pemerintah PM Netanyahu, namun ditunda pembasannya di Knesset karena masih terdapat perbedaan pendapat di antara koalisi pemerintahan.Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa ‘Israel adalah negara etnis/ras untuk bangsa Yahudi’, berdasarkan prinsip-prinsip piagam kemerdekaan Israel.

Dengan undang-undang ini sistem demokrasi yang ada sekarang ini harus tunduk pada nilai-nilai dan ciri khas Yahudi. Dengan kata lain, negara Israel hanya diperuntukkan bagi bangsa Yahudi.  Warga Palestina yang merupakan 20 persen dari jumlah penduduk Israel (sekitar 7.5 juta jiwa), harus diusir dari negara Israel.

Keempat, undang-undang yang birisikan tentang hukuman hingga 20 tahun bagi warga Palestina yang melemparkan batu ke arah tentara dan warga Yahudi. Undang-undang ini, menurut al-Za’tary, tampaknya dimaksudkan untuk menghentikan perlawanan para pejuang Palestina yang selalu memprotes berbagai kebijakan Pemerintah Israel untuk mengyahudikan Madinatu al-Quds.

Kelima, undang-undang untuk menghentikan perlawanan warga Palestina yang mereka sebut sebagai teroris. Undang-undang ini berisi sanksi berat bagi pejuang Palestina, dari pelarangan hak tinggal, pencabutan surat identitas warga negara, pencabutan izin kerja,  hingga pengusiran warga Palestina dari al-Quds dan seterusnya. Keenam, undang-undang yang melarang umat Islam berdiam (i’tikaf) di Masjidil Aqsa.

Menurut al-Za’tary, sebagaimana dikutip Aljazeera.net, enam rancangan undang-undang yang akan disahkan Knesset itu sangat membahayakan keberadaan warga Palestina di wilayah pendudukan Zionis Israel. Terutama mereka yang tinggal di Madinatu al-Quds.  Yang lebih mengkhawatirkan, lanjutnya, dengan undang-undang itu pemerintah Zionis Israel juga akan bisa berbuat apa saja terhadap tempat-tempat suci umat Islam di al-Quds, termasuk penodaan-penodaan seperti yang dilakukan oleh pemerintah maupun warga Yahudi selama ini. Bahkan mereka bisa saja menghancurkan masjid yang menjadi tempat mi’raj Nabi Muhammad SAW tersebut.

Karena itu, ia menyerukan kepada masyarakat internasional, terutama umat Islam, untuk segera merespon dengan keras apa yang dilakukan pemerintahan PM Netanyahu. Mereka hasus dipaksa untuk membatalkan semua undang-undang rasialis ini.

Saya juga tidak habis pikir bagaimana masyarakat internasional bisa membiarkan tindakan pemerintahan Zionis Israel yang jelas-jelas sudah melanggar hak asasi manusia, melanggar keberadaan tempat-tempat ibadah, dan melakukan kekejaman kemanusiaan. Yang lebih menyedihkan, tindakan Zionis Israel itu selalu didukung -- baik secara diam-diam maupun terang-terangan -- oleh negara-negara Barat, dan utamanya Amerika Serikat.

Negara-negara Barat selama ini dikenal sebagai pembela demokrasi, menjunjung tinggi hak asasi manusia, anti rasial, pejuang kebebasan, dan anti kekejaman kemanusiaan. Namun, menghadapi  Zionis Israel mereka berlaku dan bersikap lain.  Hal ini jelas-jelas merupakan standar ganda yang diterapkan oleh negara-negara Barat.

Demokrasi rasialis ala Zionis Israel dibiarkan. Pelanggaran dan kekejaman kemanusiaan yang dilakukan Yahudi dikatakan sebagai mempertahankan diri. Zionis Israel jelas-jelas sebagai teroris negara, namun pihak Pelestina yang justeru diteriaki sebagai teroris. Zionis Israel yang jelas-jelas mencaplok dan menjajah tanah air Pelestina, tapi dikatakan mereka berhak mendirikan dan mempertahankan negara di tanah yang bukan miliknya.

Dunia memang sudah dibolak-balik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement