REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia
Setiap tahun tanggal 23 Juli dicanangkan sebagai hari anak nasional, hari saat kita merayakan anak sebagai bintang. Tapi apakah ada yang perlu dirayakan?
Apakah anak-anak kita sejahtera?
Kemensos mencatat 1,2 juta anak balita terlantar. Selain itu ada 2,9 juta anak terlantar dan anak jalanan. Belum lagi ditambah 2,3 juta anak usia 7-15 tahun yang putus sekolah.
Apakah anak-anak kita terjaga?
Kepala Bidang Advokasi dan Fasilitasi Pemenuhan Hak Sipil Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Elita Gafar mengatakan, jumlah anak-anak yang berprofesi sebagai PSK diperkirakan mencapai 40 ribu sampai 150 ribu orang.
Angka-angka yang menyedihkan semakin memilukan ketika kita melihat fakta dilapangan.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar Netty Prasetyani mengungkapkan kisah terjaringnya anak kelas 6 SD berusia 12 tahun oleh Polrestabes Bandung beberapa waktu lalu.
"Dalam razia yang dilakukan Polrestabes ditemukan ada pelajar, anak SD yang nyambi jadi PSK," katanya. Bahkan dia punya tukang ojek langganan dan ada nomor telepon khusus untuk berhubungan dengan langganannya," tutur Netty. "Di luar jam melayani 'tamu', anak tersebut juga melayani tukang ojeknya, " lanjutnya.
Istri Gubernur Jabar Ahmad Heriyawan ini juga mengungkap kasus ratusan anak yang menjadi korban sodomi. Bahkan satu anak menjadi begitu ketagihan, sampai-sampai ibunya sendiri secara langsung turun tangan membantu sang anak memuaskan kebutuhan tak wajar tersebut karena predator seksual yang menjerumuskan sang anak sudah ditangkap.
Bagaimana lingkungan keluarga anak-anak kita?
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, salah satu sumber masalah yang dihadapi anak-anak adalah angka perceraian orangtua.
"Kasus pengasuhan jadi masalah serius seiring dengan meningkatnya konflik orangtua yang berujung pada perceraian dan rebutan kuasa asuh, akibatnya anak menjadi korban, baik rebutan kuasa asuh, penelantaran, hingga kekerasan," kata Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu 22 Juli 2015.
"Tren pengaduan kasus anak yang dilaporkan ke KPAI terus meningkat. Ini menunjukkan belum optimalnya negara hadir menjamin perlindungan anak," tambahnya.
Bagaimana dengan masa depan ekonomi anak-anak kita?
Angka pengangguran di Indonesia masih tinggi. Dari 7,4 juta pengangguran, 60% adalah anak muda usia 15-29 tahun. Artinya anak-anak kita yang bersekolah, ketika lulus harus bersaing dengan seniornya yang sudah lulus tapi belum dapat pekerjaan. Tanpa perubahan berarti, fenomena ini akan terus terjadi setiap tahun.
Bagaimana dengan hiburan anak-anak kita?
Masih banyak hiburan tidak mendidik, humor yang mengarah pornografi dan tontonan yang jauh dari tuntunan mudah diakses anak-anak kita.
Bagaimana dengan jaminan sumber daya anak-anak kita?
Dalam dua puluh tahun ke depan, jika tidak ada perubahan berarti mungkin Indonesia tidak punya lagi cadangan minyak. Bahan bakar fosil akan lebih banyak diimpor dari luar negeri. Anak-anak kita di masa depan akan tergantung sumber energi dari luar.
Air bersih, sampah dan lingkungan juga akan menjadi kendala yang dihadapi generasi muda di masa depan.
Mungkinkah, para orang tua, pemerintah, dan guru terlalu sibuk memberi tugas dan PR buat anak-anak namun lupa menjalankan tugas dan PR sendiri untuk menjamin mereka?
Anak-anak dipaksa dipaksa belajar dan berjuang di sekolah tapi di sisi lain kita tidak memberi jaminan bahwa semia itu akan berguna untuk masa depan mereka.
Hari anak baru saja berlalu tapi begitu banyak hal yang perlu dilakukan berbagai pihak agar suatu hari, semoga anak-anak kita di berbagai pelosok tanah air benar-benar bisa merayakannya dengan hati lapang dan bahagia.