Senin 19 Oct 2015 06:00 WIB

Bagaimana bila Al Baghdadi Mati Beneran?

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

Pertanyaan di atas saya kemukakan lantaran hingga kini belum ada berita yang mutawatir tentang apakah si Ibrahim Awwad Ibrahim Ali Muhammad al Badri al Samarrai, yang lebih dikenal dengan nama samaran Abu Bakar al Baghdadi,  sudah benar-benar mati atau belum. Berita tentang kematian al Baghdadi ini terhembus ketika Pemerintah Irak -- berdasarkan sumber di militer -- beberapa hari lalu mengumumkan tentang terlukanya pemimpin kelompok yang menamakan diri sebagai Negara Islam di Irak dan Suriah alias ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria) itu.

Diberitakan, militer Irak telah berhasil menyerang rombongan kendaraan Abu Bakar al Baghdadi ketika dalam perjalanan menuju kawasan al Karabala, untuk memimpin pertemuan para pemimpin militer ISIS di wilayah perbatasan Irak-Suriah itu.  ‘‘Nasib al Baghdadi belum diketahui. Tentara kami melihatnya terluka. Mereka terlihat sedang memindahkan al Baghdadi ke kendaraan anti-peluru. Tentara kami juga melihat banyak yang tewas di antara para pengawal al Baghdadi,’’ ujar juru bicara pemerintah Irak.

Pertanyaannya, seberapa besar pengaruh al Baghdadi bila yang bersangkutan benar-benar telah tewas? Akankah ISIS bubar dan bagaimana nasib daerah-daerah yang telah mereka kuasai selama ini? Lalu bagaimana masa depan kelompok-kelompok radikal dalam peta politik dan keamanan di Timur Tengah?

Mari kita tengok sejarah kelompok-kelompok garis keras, radikalis, teroris atau apa pun namanya, yang kemudian ditinggal mati para pemimpinnya? Apakah kelompok-kelompok itu kemudian bubar dengan sendirinya setelah tokoh-tokohnya tewas?

Pada periode 1980 hingga 2000-an, Usamah bin Ladin bisa dikatakan merupakan simbol keberadaan kelompok-kelompok garis keras berlevel internasional. Bahkan ia juga dianggap sosok pemimpin yang berani melawan hegemoni Barat, terutama kepentingan Amerika Serikat (AS). Sejumlah serangan pun mereka lakukan terhadap objek-objek vital AS. Puncaknya adalah serangan terhadap gedung kembar World Trade Center di New York dan Pentagon di Virginia pada 11 September 2001. Serangan yang kemudian dikenal sebagai Peristiwa 9/11 itu telah menewaskan sedikitnya 3000 orang.

Sebagai balasannya, AS -- bersama dengan militer sekutunya -- memporakporandakan Afghanistan yang menjadi basis Usamah bin Ladin. Sejak itu, FBI (Federal Bureau of Investigation) Amerika memasukkan Bin Ladin -- yang sempat melarikan diri -- sebagai sepuluh buronan yang paling dicari oleh AS. Bahkan dari tahun 2001 hingga 2011, ia merupakan target utama AS dalam perang melawan teroris internasional. FBI menawarkan hadiah 25 juta dolar AS bagi siapa saja yang bisa menangkap Bin Ladin hidup atau mati.

Pada 2 Mei 2011, Bin Ladin berhasil ditembak mati oleh tentara AS dalam sebuah operasi militer di perumahan di Abbottabad, Pakistan. Operasi ini atas perintah Presiden Barack Obama.

Namun, apa yang terjadi kemudian? Afghanistan hingga kini masih tidak stabil. Sejumlah serangan bom bunuh diri yang menewaskan puluhan orang masih sering terjadi. Bahkan anak didik Usamah bin Ladin yang selamat pun telah melarikan diri dan menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia, para mantan ‘mujahidin’ Afghanistan sempat melakukan bom bunuh diri di Bali dan Jakarta. Pendek kata, gerakan terorisme yang mengatasnamakan agama seperti Alqaida tidak surut, bahkan kini menyebar di berbagai negara.

Di Irak, orang kepercayaan Bin Ladin, Ahmad Fadil an Nazal al Halayla -- yang lebih dikenal dengan nama samaran Abu Musab al Zarkawi -- memimpin kelompok radikal yang bernama Jamaah at Tauhid wa al Jihad. Tujuan kelompok ini adalah membentuk al Khilafah al Islamiyah dengan mengacaukan dan kemudian menguasai negara-negara yang dianggap sekuler atau yang menjadi boneka kepentingan Barat.

Pada 2004, Jamaah at Tauhid wa al Jihad berganti nama menjadi Tandzimu Alqaida fi Bilad ar Rafidin alias Alqaida di Mesopotamia/Irak. Perubahan nama ini atas permintaan Aiman al Zawahiri, ideolog asal Mesir, yang menggantikan kepemimpinan Alqaida sepeninggal Bin Ladin. Hal ini dimaksudkan agar kelompok pimpinan al Zawahiri ini lebih fokus untuk mendirikan negara Islam di Irak.

Dua tahun kemudian, Tandzimu Alqaida bergabung dengan tiga kelompok radikal lain di bawah payung Majelis as Syuro al Mujahidin atau Mujahidin Syuro Council (MSC). Berbagai serangan pun mereka lakukan terhadap sasaran atau kepentingan AS di Irak. Al Zarkawi sendiri mengakui bahwa dirinya orang yang paling bertanggung jawab terhadap berbagai serangan bom bunuh diri di Irak pada periode itu.

Pada Juli 2006, al Zarkawi tewas oleh serangan udara militer AS. Ia kemudian digantikan oleh Abu Ayub al Masri. Beberapa hari kemudian MSC mengumumkan pendirian ad Daulah al Islamiyah fi al Iraq atau Islamic State of Iraq dan menunjuk Abu Omar al Baghdadi sebagai Amir dan Abu Ayub al Masri sebagai Menteri Perang.

Sejak itu AS meningkatkan serangan terhadap kelompok-kelompok garis keras di bawah kepemimpinan MSC. Hasilnya, pada April 2010 Abu Omar al Baghdadi dan Abu Ayub al Masri tewas oleh serangan militer bersama AS-Irak di Tikrit. Dua bulan kemudian, Abu Bakar al Baghdadi diangkat menjadi pemimpin baru ISI.

Apa yang ingin saya katakan adalah bahwa kelompok-kelompok radikal dan teroris tidak akan hilang atau melemah dengan sendirinya seiring dengan kematian para pemimpinnya. Karena itu, kalau kita berpikir bahwa kematian Abu Bakar al Baghdadi akan melemahkan keberadaan ISIS adalah salah. Boleh jadi kematian al Baghdadi justru akan menyuburkan gerakan kelompok garis keras atas nama agama. Oleh sebab itu, seandainya pun Abu Bakar al Baghdadi berhasil dibunuh, maka itu adalah keberhasilan membunuh seseorang. Seseorang itu bernama Abu Bakar al Baghdadi yang selama ini dikenal sebagai Khalifah di Negara ISIS. Khalifah yang bergelar Amirul Mukminin.

Namun, mereka belum membunuh paham yang salah. Paham yang dianut oleh kelompok orang-orang  yang menamakan diri sebagai ISIS. Sebuah paham tidak akan mati hanya dengan tewasnya pemimpin sebuah kelompok.

Marilah kita simak pernyataan anggota militer ISIS ketika diberitakan ‘sang pemimpin’ telah tewas. ‘‘Dunia tidak tahu bahwa seandainya pemimpin kami Sheikh al Baghdadi mati, ia adalah syahid. Tapi kami yakin sheikh (pemimpin) kami belum meninggal, dan semoga ia dijauhkan dari segala makruh dan keburukan. Apakah kalian mengira bahwa Negara Khilafah kami akan runtuh bila pemimpin kami meninggal? Apakah kalian berpikir kami akan habis? Itu hanya mimpi kalian..’’ tulis pengikut al Baghdadi di media sosial Twiter, seperti dikutip media di Timur Tengah, al Hayat, beberapa hari lalu.

Hal ini perlu saya sampaikan agar kita tidak tertipu atau merasa senang dulu seandainya pun Abu Bakar al Baghdadi benar-benar telah mati.  Bahwa para pemimpin kelompok-kelompok teroris harus diburu dan ditangkap adalah suatu keharusan. Namun, yang ingin saya katakan adalah bahwa paham atau idelogi radikal tidak akan musnah dengan kematian para pemimpinnya.

Hal ini sudah terjadi sejak kemunculan kelompok-kelompok radikal pada zaman Khalifah Ali RA hingga sekarang. Kelompok-kelompok yang kemudian dikenal dengan al khawarij. Para pemimpin kelompok-kelompok radikal dan teroris boleh saja mati, namun umat Islam dan dunia tidak akan tenang selama masih ada paham-paham atau idelogi radikal yang menghalalkan segala cara untuk sebuah tujuan.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement