Kamis 14 Jan 2016 06:00 WIB

Jalur Rempah, Bukan Jalur Sutra Maritim (2)

Azyumardi Azra
Foto: Republika/Daan
Azyumardi Azra

REPUBLIKA.CO.ID, Jika Jalur Sutra Maritim yang sedang dibangun Pemerintah Cina tidak dapat dibuktikan secara historis, bagaimana perkembangan Jalur Rempah? Apa implikasi dan ramifikasi Jalur Sutra Maritim Cina terhadap Indonesia?

Jalur rempah nusantara secara berangsur-angsur terbentuk sejak 2000 SM. Berbagai rempah, seperti kayu manis, merica, pala, dan cengkih mulai menemukan jalannya ke Eropa. Sejak masa sejarah paling awal, sudah ada orang-orang--khususnya para pelayar--yang mencoba mencari dan melayari jalur rempah ke arah timur.

Awalnya, perjalanan dan pelayaran mereka terbatas pada sejumlah kecil pelabuhan, tetapi kemudian mereka berhasil melayari laut atau lautan lebih jauh menjangkau berbagai pelabuhan lebih jauh pula, sehingga semakin dekat ke bumi tempat berbagai rempah dihasilkan.

Pelayaran melintasi laut, lautan, dan pelabuhan bukan didorong semangat pengembaraan--apalagi hasrat menjajah-melainkan karena perdagangan. Dalam masa ini, perdagangan rempah sangat lukratif alias amat menguntungkan. Karena itu, jalur rempah sampai kedatangan kolonialisme Eropa tetap terutama merupakan jalur perdagangan timur-barat.

Transportasi barang-barang, terutama rempah, di antara timur dan barat, melintasi laut, lautan, dan pelabuhan yang melibatkan berbagai jaringan--disebut sebagai Jalur Rempah. Terdapat jaringan di antara para pembeli dan penjual dan di antara pihak terakhir ini dengan para penaman dan penghasil rempah.

Jalur Rempah bukan hanya berisi perdagangan rempah-rempah, tetapi juga mencakup pertukaran ilmu, budaya, sosial, bahasa, keahlian-keterampilan dan agama di antara orang-orang yang berasal dari bermacam tempat jauh. Karena itu, Jalur Rempah sekaligus menjadi melting pot konsep, gagasan, dan praksis.

Dalam bacaan saya tentang literatur menyangkut apa yang disebut sebagai Maritime Silk Road, gagasan, wacana, dan konsep mengenai Jalur Sutra Maritim adalah bagian upaya Pemerintah Cina sekarang untuk menegakkan hegemoni di kawasan laut sebelah selatan Cina (Nanhai atau Nanyang). Gagasan tentang Jalur Sutra Maritim ini pernah disampaikan pertama kali oleh Presiden Xi Jinping di DPR RI pada Oktober 2013. Ia menyatakan, Cina menyiapkan dana 40 miliar dolar AS untuk membangun kembali Jalur Sutra Maritim sejak awal abad 21.

Konsep Jalur Sutra Maritim merupakan bagian dari rencana lebih besar Cina tentang 'The Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk Road' untuk menghubungkan Cina dengan Asia Tengah dan Eropa melalui jalan darat dan Cina dengan negara-negara Nanhai, Lautan India, melintasi Laut Tengah sampai ke Eropa. Gagasan tentang Jalur Sutra Maritim bersatu dengan Jalur Sutra dalam konsep One Belt One Road (OBOR).

Rencana Jalur Sutra Maritim jelas merupakan bagian dari ambisi teritorial, ekonomi-perdagangan, dan politik Cina untuk memainkan peran lebih besar dalam dunia internasional. Selain Jalur Sutra yang melintasi Asia Tengah terus ke Eropa, Cina juga berambisi menguasai jalur perdagangan melalui, laut, lautan, dan pelabuhan di kawasan selatan.

Secara historis, gagasan Jalur Sutra Maritim Cina itu tidak didukung kenyataan yang pernah ada. Jalur Rempah tidak pernah secara substantif melibatkan sutra. Rempah tetap menjadi bagian terbesar perdagangan jalur pelayaran sejak dari Kepulauan Maluku melintas laut dan selat kepulauan nusantara lain sampai ke Lautan India dan Laut Merah, Laut Tengah, dan kawasan Eropa Selatan lain. Jalur Sutra Maritim, jika terealisasi akan melibatkan sekitar 60 negara.

Apa dampak dan konsekuensi rencana Jalur Sutra Maritim bagi Indonesia? Menurut policy paper Clingindale Institute, lembaga think tank Kementerian Luar Negeri Belanda, Cina sangat aktif dalam diplomasi bilateral dengan Indonesia melalui strategi maritim kedua negara. Karena itu, bukan tidak mungkin Indonesia terperangkap permainan hegemoni Cina.

Dalam konteks itu, Indonesia dan Cina bertemu dalam kebutuhan masing-masing. Keterkebelakangan Indonesia dalam infrastruktur maritim mendorong Presiden Jokowi mengadopsi strategi percepatan konektivitas maritim di tingkat lokal, regional, dan internasional.

Strategi dan program itu menyangkut pengembangan 'tol maritim', pembangunan 24 pelabuhan baru, lima pelabuhan berair dalam, dan pada saat yang sama melakukan peningkatan sekuriti dan diplomasi maritim.

Akhirnya, Presiden Jokowi bertujuan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim (maritime axis) di antara Lautan India dan Lautan Pasifik. Jokowi mengakui, rencana dan pengembangan dunia maritim Indonesia merupakan pelengkap sepenuhnya (full complementary) rencana dan program Cina tentang Jalur Sutra Maritim.

Menlu Cina berjanji, bakal berpartisipasi aktif dalam pembangunan Indonesia sebagai kuasa maritim (maritime power). Akankah Indonesia bakal terjebak dalam ambisi Cina terkait Jalur Sutra Maritim? Silakan renungkan sendiri. 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement