Ahad 28 Feb 2016 06:00 WIB

Jalan Mundur Pemberantasan Korupsi?

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Thariq bin Ziyad memerintahkan pasukannya untuk membakar seluruh kapal yang baru saja mengantarkan mereka mendarat di Benua Eropa. Sang komandan memberi pesan kepada pasukannya bahwa mereka hanya punya satu pilihan; maju dan bertahan sampai berhasil membebaskan manusia dari perbudakan sesama manusia di benua tersebut. Tidak ada pilihan mundur.

Salah satu panglima perang ternama dunia, Khalid bin Walid, sadar betul betapa berbahaya jika ada pasukan yang mundur dari medan perang. Satu saja prajurit mundur dapat memengaruhi mental seluruh pasukan di depannya.

Karena itu, ia memerintahkan wanita berbaris di belakang dengan tugas mengadang siapa saja pria yang mundur dari medan pertempuran. Pilihan saat itu hanya maju untuk menang atau mati di medan peperangan atau mundur dan tewas di tangan wanita. Strategi ini membuat tidak satu pasukan pun berpikir mundur.

Di masa Perang Dunia II, tentara Jerman merupakan pasukan paling kuat dan ditakuti. Prancis menyerah sebelum berperang. Polandia dan negara Eropa Timur jatuh hanya dalam hitungan hari.

Uni Soviet sadar betapa berbahayanya ekspansi tentara Jerman. Karena itu, ketika menghadapi mereka, Uni Soviet menggunakan sistem pertahanan berlapis. Lapis pertama bertugas menghalau tentara Nazi Jerman. Lapis kedua untuk menembak lapis pertama kalau mundur sebelum diperintahkan.

Jika pasukan yang berada di lapis pertama kalah dan diperintahkan mundur, mereka akan mundur dan bergabung dengan lapis kedua dan di belakangnya ada lapis ketiga yang siap menembak lapis pertama dan kedua kalau mundur sebelum diperintahkan. Sistem ini membuat tentara di front depan tidak punya pilihan kecuali melawan. Stretegi ini membuat Uni Soviet berhasil menghalau serangan Jerman.

Perlawanan Omar Mukhtar di Libya merupakan salah satu bentuk perlawanan paling sulit dihadapi Italia di daerah jajahannya. Mussolini sampai harus mengganti jenderal lima kali karena tidak pernah menang. Salah satu keberanian pasukan Omar Mukhtar ditunjukkan dengan mengikat lutut mereka dengan simpul mati ketika sudah dalam posisi stand by di padang pasir, sehingga mereka tidak bisa lari sekali pun sudah terjepit.

Kisah di atas terjadi dalam rentang zaman yang berbeda, di tempat yang berbeda juga, tapi mempunyai strategi yang sama, yaitu no way back atau tidak memberi jalam mundur. Taktik yang termasuk out of the box, tapi memberi hasil yang luar biasa.

Bangsa Indonesia saat ini juga menerapkan strategi serupa dalam usaha pemberantasan korupsi. Setelah pendekatan hukum biasa tidak berjalan, setelah melibatkan aparat biasa tidak berhasil, akhirnya dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK diberi kekuatan super. Di dalamnya ada penyelidik, penyidik, penuntut umum, bahkan hakim. Meskipun demikian powerful-nya, ada satu hal yang tidak bisa mereka lakukan, yaitu menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Begitu kasus disidik, maka kasus harus terus dilanjutkan sampai pengadilan.

Jika dulu koruptor bisa melakukan negosiasi selama proses hukum dan bebas sebelum diadili, dengan tidak adanya SP3 di KPK maka kasus korupsi yang dibuka dipastikan akan masuk ke pengadilan.

No way back. Begitulah strategi yang dipilih bangsa ini dalam memberantas korupsi. Undang-undang memberi mereka kekuatan begitu besar, tapi tidak memberikan kekuasaan mereka untuk menghentikan perkara.

Namun, kelebihan ini yang diusulkan untuk dihapus dalam revisi UU KPK. Dalam rancangan revisi tersebut, KPK akan diberi kekuasaan untuk menghentikan penyidikan perkara.

Sebagian besar publik dan lembaga menolak ide ini yang dianggap akan melemahkan KPK. Belum lagi, berbagai catatan lain, seperti independensi KPK, jangka waktu KPK, keleluasaan penyadapan, dan lainnya.

Apa yang terjadi jika Thariq bin Ziyad membatalkan perintah membakar kapal, berjaga kalau-kalau mereka kalah perang bisa lari. Akankah mereka berhasil di Eropa? Bagaimana jika Omar Mukhtar mengizinkan tentaranya melepas tali pengikat untuk lari. Akan sulitkah Italia menaklukkan mereka?

Jika Uni Soviet membiarkan tentara di lapis satu bebas lari ke lapis dua karena ketakutan, akankah mereka mampu menghalau Jerman? Seandainya Khalid membiarkan pasukannya lari tanpa dijaga wanita, akan mudahkah ia memenangkan pertempuran?

Apa yang akan terjadi jika KPK dengan mudah menghentikan perkara, akankah perang melawan korupsi tetap berjalan sekuat sebelumnya? Bukankah jika revisi UU KPK diloloskan yang terjadi adalah jalan mundur dari perjuangan panjang memberantas korupsi yang telanjur berkarat di negeri ini?

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement