Sabtu 21 May 2016 06:00 WIB

Saya Dukung Genap Ganjil

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Ketika mendengar Gubernur DKI Ahok akan mencoba kebijakan genap-ganjil untuk mengurai kemacetan Jakarta, saya sangat bersemangat mendukung kebijakan tersebut. Bahkan sebelum Jokowi terpilih sebagai gubernur, di sebuah pertemuan di kantor Republika, ide ini juga sempat disampaikan.

Kenapa saya mendukung sistem genap ganjil?

Ini asumsi sederhananya. Angka hanya dibagi dua, genap atau ganjil. Artinya, penerapan genap ganjil berpotensi mengurangi setengah jumlah kendaraan yang beredar, berarti kemacetan akan berkurang 50 % persen. 

Apakah bisa berhasil?

Contoh gamblang ada pada lift di gedung bertingkat. Dulu sekali, jika ada satu gedung mempunyai empat lift, semua berhenti di setiap lantai. Jadi orang yang mau ke lantai 19 harus ikut berhenti di lantai 1,2,3, dst, tergantung penumpang lift. Tapi kini, hampir sebagian besar gedung memecah jatah lift menjadi dua bagian, misalnya lantai 1-10 dan 11 s.d 20. Dengan kebijakan seperti ini, setiap orang  berpeluang menghemat 50% waktu naik lift. 

Bayangkan, jika kereta api Jakarta-Bogor juga diberlakukan kebijakan sistem rotasi. Saat ini setiap orang dari Jakarta ke Bogor harus berhenti di 24 stasiun. Jika   diterapkan sistem genap ganjil  atau beda warna, dan kereta genap atau warna tertentu hanya berhenti di stasiun angka genap atau warna yang sama, maka  penumpang Jakarta Kota hanya berhenti di 12 stasiun.  Mereka akan berhemat 50% waktu perjalanan. 

Sistem rotasi, entah genap ganjil atau giliran waktu, sudah banyak berhasil diterapkan di banyak negara. Misalnya di Australia, jam sekolah, jam kantor, dan jam bank semua dibedakan agar jam start aktivitas orang berbeda. 

Saya mendukung kebijakan  ganjil genap karena melihat potensi besar di balik kebijakan itu jika berhasil diimplementasikan.

Jika  aturan genap ganjil  berhasil, selain efektivitas waktu, keuntungan yang akan diperoleh adalah berkurangnya polusi yang disebabkan kendaraan bermotor. Selain berpotensi mengurangi 50% pemborosan bahan bakar. Penghematan atas subsidi bahan bakar ini bisa digunakan untuk membuat ribuan kilometer jalan baru--yang pada akhirnya ketika kebijakan ini dihilangkan jumlah jalan sudah  dapat mengimbangi kendaraan.

Jika kebijakan genap ganjil  berhasil, hal yang lebih menyenangkan adalah menurunnya tingkat stres masyarakat, serta menambah  waktu bagi tiap ayah dan ibu untuk bertemu dengan anak-anak mereka.

Lalu bagaimana penerapannya?

Idenya sederhana. Di tanggal genap, mobil dengan plat  angka terakhir genap boleh beredar. Sebaliknya dengan angka ganjil, mobil-mobil ini akan beroperasi di tanggal-tanggal ganjil.

Cakupannya?

Menurut saya, semua jalan raya di DKI Jakarta termasuk tol harus diberlakukan. Jika tol bebas maka kebijakan ini tak begitu efektif. Termasuk berlaku bagi motor.

Saya tahu tidak akan sesimple itu implementasinya. Saya bukan pengamat transportasi. Saya cuma masyarakat biasa. Tapi bagi pengamatan saya yang sederhana, teori itu bisa diberlakukan dan sangat mungkin bisa mengurai kemacetan Jakarta.  

Saya juga sudah mendengar banyak keberatan. Ada yang berpendapat orang kaya nanti  dapat beli mobil lagi, jadi tetap bisa keluar gonta-ganti mobil. Mungkin iya. Tapi berapa banyak orang yang dengan mudah beli mobil lagi hanya untuk mengakali kebijakan genap ganjil. Jika pun ada, dibutuhkan waktu, dan yang terjadi,  penjualan mobil akan meningkat, tapi tidak menambah polusi.

Repot dong, kalau harus berganti-ganti dari kendaran pribadi  ke umum, lalu balik lagi ke pribadi dan seterusnya. Tapi, kalau dengan begitu  bisa mengirit  50% waktu, bukankah tetap menyenangkan? Tentu saja genap ganjil harus diimbangi dengan penyediaan sarana transportasi umum yang mumpuni, aman, dan cukup waktu, serta layanan baik. 

Bisa pakai plat palsu, kan? Dan kalau ketahuan tinggal mencoba menyuap pihak berwenang.

Jika di berbagai sudut dilengkapi CCTV, tidak mudah juga untuk menyogok dan mengelabuhi petugas bukan?

Ingat, semua kebijakan tetap memiliki kelemahan, contohnya kebijakan 3 in one yang memunculkan para joki.

Benar, genap ganjil bukan ide baru. 

Sudah muncul puluhan tahun lalu, tapi tidak pernah dicoba.

Kenapa tidak kita terapkan sekarang?

Lihat ide besarnya, kalau ide besarnya bagus dan bermanfaat bagi masyarakat luas, ayo dukung dan jalankan. Jika belum berhasil, cari solusi  lain yang  tidak mengurangi kenyamanan masyarakat dan para pemakai kendaraan.

Kemacetan adalah masalah puluhan tahun yang tidak pernah selesai, karena itu butuh solusi yang sedikit terlihat ‘ajaib’. Meski terlihat hampir mustahil, kebijakan genap ganjil layak dicoba. Saya dukung Gubernur DKI menerapkannya. 

 

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement