Senin 11 Jul 2016 06:00 WIB

Orlando, Istanbul, Baghdad, Kuwait, Madinah, Solo...

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ikhwanul Kiram Mashuri

Pada Ramadhan lalu kota-kota dunia yang saya sebut dalam judul tadi punya satu kesamaan: telah ‘dikunjungi’ ISIS! Tentu bukan dalam arti sebenarnya, seperti kunjungan mudik lebaran ke orang tua, saudara, kawan, atau handai taulan. Ini adalah kunjungan ideologi. Dan, karena ideologi ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) adalah kekerasan, maka bentuknya adalah teror. Korbannya bisa siapa saja. Kafir, Muslim Suni, Syiah, Kristen, ateis atau siapa pun. Bagi mereka, nyawa tidak ada harganya.

Mari kita simak serentetan peristiwa berikut ini. Pada Ahad dini hari tanggal 12 Juni lalu, atau sekitar sepekan Ramadhan, seorang lelaki melancarkan serangan membabi buta di klub malam gay di Orlando, Florida, Amerika Serikat. Sejumlah 50 orang tewas. Mereka pengunjung tetap klub itu. Pelakunya Omar Mateen. Lahir di Amerika dari orang tua asal

Afghanistan. Sebelum melakukan serangan berdarah itu, sempat terucap dari mulutnya ‘tindakannya sebagai hadiah buat ISIS’.

Lalu apa hubungan Ramadhan dengan ‘hadiah’ atau simpati kepada ISIS? Agaknya, meskipun kemusliman Mateen hanya sebatas kartu identitas, ia tetap ingin mati dalam ‘baju religiusitas’. Mati masuk surga ala ISIS. Sementara bagi ISIS, pelaku teror bisa siapa saja. Yang terpenting adalah dampak dari teror itu, yang menjadi identitas mereka. Jadilah

teror Mateen di Orlando sebagai hadiah untuk ISIS.

Beberapa hari kemudian, atau tepatnya pada 28 Juni, teror dan serangan senjata api menghantam Bandara Internasional Attaturk, Istanbul, Turki. Puluhan orang tewas dan luka-luka. Mereka terdiri dari berbagai bangsa.

Di antaranya warga Palestina dan Arab Saudi. Otoritas Turki menyebut pelakunya adalah ISIS.

Turki berpenduduk mayoritas Muslim Suni Suni. Presiden Recep Tayib Erdogan dan pemerintah berasal dari Partai Keadilan dan Pembangunan atau AKP yang berhaluan Islam moderat. Turki merupakan salah satu negara

terdepan yang membela perjuangan bangsa Palestina.

Masih di bulan Ramadhan, aparat keamanan Kuwait mengumumkan telah menangkap beberapa orang anggota kelompok ISIS. Di antara mereka adalah ibu dan anak yang pernah bergabung dengan ISIS di Raqqa, Suriah. Mereka ditangkap sebelum melakukan serangan ke masjid yang mayoritas jamaahnya Syiah di Kuwait.

Selanjutnya, pada Sabtu malam, 2 Juli, sebuah bom mobil meledak di sebuah restoran dan pusat perbelanjaan di Distrik Karrada, Baghdad. Ledakannya sangat dahsyat, menewaskan tidak kurang dari 165 warga dan melukai sekitar 225 orang lainnya. Serangan bom ini merupakan yang paling mematikan di Irak sejak 2007.

Akibat dari serangan bom itu Menteri Dalam Negeri Irak mengundurkan diri. Aparat pengadilan lalu mengeksekusi mati lima anggota ISIS yang terlibat. Kini mereka masih mencari anggota ISIS lainnya.

Namun, serangan bom yang paling mengagetkan umat Islam adalah yang terjadi di Kota Madinah, Arab Saudi, dua hari sebelum Idul Fitri. Bom bunuh diri itu meledak di dekat Masjid Nabawi yang menewaskan empat aparat keamanan ketika sedang berbuka puasa.

Pada sepuluh hari terakhir Ramadhan merupakan hari-hari yang paling dirindukan umat Islam untuk bisa beribadah di Masjid Nabawi – selain Masjidil Haram. Mereka berharap mendapatkan Lailatul Qadar. Tidak mengherankan bila pada hari-hari itu jumlah jemaah di masjid Rasulullah SAW itu membludak. Tak pelak bom yang meledak di dekat tempat suci kedua umat Islam itu pun membuat was-was para jamaah.

Apalagi serangan di Madinah ini terjadi pada hari yang sama dengan bom bunuh diri di luar masjid Syiah (mayoritas jamaahnya Syiah) di Kota Qatif, Arab Saudi bagian timur. Di samping itu, terjadi pula pengeboman di dekat Rumah Sakil Faqeh dan Konsulat Amerika Serikat di Jeddah. Dua anggota satuan pengaman mengalami luka-luka dalam insiden di Jeddah. Tiga serangan bom di Saudi ini diakui ISIS sebagai pelakunya.

Serangan bom ternyata tidak hanya terjadi di luar negeri. Sehari menjelang Idul Fitri kita dikejutkan oleh ledakan bom bunuh diri di halaman Mapolresta Solo, Jawa Tengah, sekitar pukul 07.35 WIB. Pelakunya, Nur Rahman, tewas seketika. Bom itu sempat melukai seorang polisi.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyebutkan Nur Rahman adalah anggota kelompok Arif Hidayatullah alias Abu Mush'ab. Ia satu jaringan dengan Bahrun Naim. Yang terakhir ini kini berada di Suriah bergabung dengan ISIS. Menurut Kapolri, Bahrun Naim adalah otak pelaku penyerangan ledakan bom di depan Gedung Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Januari

lalu.

Rentetan serangan teror yang terjadi selama bulan Ramadhan ini -- dari Orlando, Istanbul, Baghdad, Kuwait, hingga Saudi (Madinah, Qatif, dan Jeddah) dan Solo -- bukanlah peristiwa yang terpisah. Ia adalah satu kesatuan. Yaitu, sebagaimana ditulis media al Sharq al Awsat, ISIS sedang gencar mengekspor operasi (‘amaliyah) terorisme ke luar negeri.

Ada dua hal yang mendasari sikap mereka. Pertama, ISIS mulai terdesak di wilayah kekuasaan mereka di Irak dan Suriah. Apalagi masyarakat dunia sekarang bersatu untuk melawan mereka. Kedua, internasionalisasi idelologi ISIS lewat orang-orang dari berbagai negara yang telah berhasil mereka rekrut atau yang bersimpati kepada mereka.

Tujuannya, untuk meneror dan membuat kekacauan negara-negara yang selama ini menentang mereka. Berikutnya, ‘menguasai’ negara-negara tersebut untuk dapat berbaiat kepada mereka. Itulah sebabnya dalam beberapa bulan terakhir ini mereka tidak lagi menyebut negara mereka sebagai Islamic State of Iraq and Syria tapi cukup dengan Islamic State.

Yang mengerikan, dalam konsep kenegaraan ISIS, siapa pun yang tidak mendukung mereka dianggap musuh. Dianggap sebagai kafir, murtad, dan taghut. Lihatlah korban dan sasaran serangan mereka. Dari orang-orang Barat yang dianggap kafir, hingga Muslim Suni dan Syiah. Bahkan mereka juga tidak segan untuk melakukan bom bunuh diri di dekat Masjid Nabawi, di mana jamaah dari berbagai negara sedang beribadah.

Karena itu, benarlah apa yang dikatakan oleh Kepala Keamanan Jerman bahwa di dunia ini tidak ada tempat yang aman dari serangan teroris. Katanya, sebagaimana dikutip al Sharq al Awsat, ada dua hal mengapa Jerman selama ini masih aman dari serangan teroris. Pertama, kewaspadaan tingkat tinggi aparat keamanan dan inteligen negara. Kedua, nasib baik.

Ya, tidak ada yang bisa meramalkan sasaran berikutnya dari serangan teroris. Apakah itu Saudi, Bangladesh, Indonesia, atau kota-kota lain di Amerika dan di daratan Eropa? Setiap kota dan tempat kini sangat berpotensi menjadi sasaran serangan para teroris

Yang lebih gila lagi, hingga kini tidak jelas apa sebenarnya yang ingin diperjuangkan oleh ISIS. Apakah untuk membela perjuangan bangsa Palestina yang hingga kini masih dijajah Zionis Israel? Ataukah untuk membela dan menjaga kesucian Masjidil Aqsa dari tangan-tangan jahil Yahudi? Ataukah untuk menyerang berbagai kepentingan Barat yang merugikan dunia Islam? Atau untuk membela umat Islam yang terzalimi?

Jawabannya, jauh panggang dari api. Alias tidak untuk membela siapa-siapa kecuali untuk sebuah petualangan kekuasaan. Dan, dalam petualangan itu segala cara mereka halalkan. Termasuk teror sekalipun. Karena itu, mereka adalah musuh kemanusiaan. Musuh bersama. Bahkan musuh semua agama. Tidak ada kaitannya dengan Islam dan umat Islam. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement