Senin 09 Jan 2017 06:00 WIB

Kedigdayaan Turki Erdogani Diuji Para Teroris

Red: Maman Sudiaman
Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Sudah beberapa kali saya menulis tentang Turki. Sebagian besar mengenai keberhasilan negeri di Asia dan Eropa itu. Atau tepatnya semasa Turki Erdogani. Yang terakhir ini merupakan istilah yang merujuk kepada keberhasilan Turki sejak diperintah Partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalkinma Partisi/AKP) pada 2002, dengan perdana menterinya Recep Tayyib Erdogan.

Menyebut AKP tentu tidak bisa dilepaskan dari Erdogan. Sosok kharismatis ini merupakan pendiri dan sekaligus ketua AKP. Hanya karena peraturan membatasai jabatan ketua partai, Erdogan pun harus rela menyerahkan posisi sang ketua kepada tokoh lain. Namun, sejatinya dialah yang mengendalikan AKP.

Hal yang sama juga terjadi pada jabatan perdana menteri (PM). Di Turki kekuasaan eksekutif dijalankan oleh sang PM. Sedangkan presiden yang merupakan kepala negara hanya memiliki peran seremonial. Tapi, ketika Erdogan tidak bisa lagi menjabat sebagai PM karena peraturan, ia pun mengubah —dengan persetujuan parlemen— jabatan presiden lebih prestisius. Presiden kini dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu untuk masa jabatan lima tahun. Dan, dalam pemilu langsung untuk pertama kali pada 2014 ini yang terpilih adalah Erdogan.

Keberhasilan AKP berkuasa sejak 2002 hingga kini harus diakui adalah berkat peran besar Erdogan yang menjadi PM dan kemudian presiden. Di tangan Erdogan yang berhaluan Islam moderat, Turki pun mengalami kemajuan pesat. Hanya dalam tempo 10 tahun, Turki yang disebut sebagai negara sakit telah menjelma menjadi kekuatan ekonomi ke-10 di Eropa. Di sektor pariwisata, jumlah turis asing yang sebelumnya hanya 4 juta orang melonjak jadi lebih dari 40 juta turis per tahun. Penghasilan per kapita yang tadinya di bawah 4 ribu dolar naik menjadi di atas 12 ribu dolar per tahun.