REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Saya berharap kongsi antara Mahathir dan Anwar tidak akan pecah lagi, sebab akibat buruknya tak terbayangkan untuk Malaysia pada tahun-tahun kritikal yang dekat ini. Harapan ini bukan tanpa alasan jika pernyataan puitis yang sarat renungan dari Mahathir pascakemenangan dapat dijadikan dasar penilaian.
Boleh jadi pernyataan itu semula ditulis bahasa Malaysia, tetapi sumber yang saya dapatkan adalah dalam format bahasa Inggris oleh Kamal Ahmed. Terjemahannya adalah berikut ini.
Pertempuran Terakhir: Pesan Mahathir Pasca-Pilihan Raya
Tun Mahathir Mohamad
Aku telah sampai di ujung hidupku. Satu-satu keinginanku untuk menyudahi bagian yang tersisa dari usia ini semata-mata taat dan sujud kepada Allah.
Namun, aku masih sanggup memusatkan perhatian dalam kesunyianku saat mata dipejamkan, aku mengamati anak bangsaku sedang diperlakukan dengan buruk. Aku melihat hak-hak angkatan muda sedang dirampok di tangan si rakus yang dikendalikan Setan.
Aku tahu harus berbuat sesuatu. Aku bukanlah seorang yang akan terus diam, melipat lenganku menonton semua yang tengah berlaku ini oleh mereka yang tak punya perasaan bersalah.
Ya, Allah, aku pun faham mengapa Engkau memanjangkan usiaku dengan rahmat dan belas-asih-Mu mencapai 93 tahun yang masih tegak dengan kuat, sehat, dan mampu berfikir tajam, penuh semangat dalam menghadapi pertempuran pamungkasku.
Terima kasih kepada Engkau, Allah, dengan segala izin Engkau, aku telah sanggup melindungi hak-hak rakyat dan melengserkan si penjahat. Do’a sesudah ini aku akan bisa menutup mataku dengan minda yang damai sehingga jiwaku menjumpai Engkau dalam damai, Maha Penciptaku.
Sebuah keinginanku bukanlah agar namaku dipuji atau diriku sendiri dimuliakan pascakematianku. Tak ada keperluan untuk menyebutku setelah kematianku. Aku perlakukan apa yang telah kuperbuat sebagai sesuatu ketentuan bagi perjalananku, demi menjumpai Engkau di seberang makam. Sekiranya ada orang ingin menyebut sesuatu tentangku, cukuplah mengirimkan do’a agar aku punya perjalanan aman menjumpai Penciptaku.
Amin
Tun Dr Mahathir
Terasa ada kejujuran dalam pernyataan itu.
Mahathir telah membayangkan saat-saat kematiannya sebagai seorang yang beriman. Dia turun gunung karena panggilan jiwanya yang tak rela melihat negeri yang dicintainya diancam kerakusan penguasa yang membebani Malaysia dengan utang yang menggunung. Untuk tujuan itu, dia telah melakukan kampanye untuk kemenangan PH dari kawasan ke kawasan yang lain, tanpa henti dan tanpa lelah. Stamina spiritualnya memang mengagumkan dan mencengangkan publik sejagat. Kawan dan lawan mengakui semuanya ini.
Di ujung pernyataannya, Mahathir menampilkan diri dengan merendah. Kita ulangi: “Sekiranya ada orang ingin menyebut sesuatu tentangku, cukuplah mengirimkan do’a agar aku punya perjalanan aman menjumpai Penciptaku.” Tentu Anwar Ibrahim telah membaca pernyataan ini. Jika sesudah masa dua tahun pemerintahan Mahathir, Anwar dijanjikan untuk meneruskannya, berdasarkan jiwa pernyataan itu, rasanya akan menjadi kenyataan. Anwar pun tampaknya sudah semakin matang dalam politik. Sifat tergesa-gesa sudah diredam, berkat pengalaman getir selama bertahun-tahun yang telah dilaluinya.
Indonesia sebagai negara tetangga dekat punya hubungan fluktuatif dengan Malaysia. Pernah berlaku konfrontasi Indonesia atas Malaysia dengan tuduhan bahwa negara sebagai “proyek imperialisme” Inggris yang harus ditamatkan riwayatnya. Tetapi, dengan pergantian rezim di sini, hubungan itu segera pulih kembali. Inilah politik yang logikanya sering kusut-masai, bergantung pada bacaan rezim yang sedang berkuasa.
Juga ada kesan kuat, sebagian rakyat Malaysia tidak jarang menghina rakyat kita dengan sebutan “pendatang haram” terhadap para TKI/TKW Indonesia yang tak jemu-jemunya berjibun ke sana mencari sesuap nasi. Negara kita pun belum maksimal berbuat untuk melindungi para pekerja kita yang tidak jarang harus berenang ke tepi pantai Malaysia untuk menghindari penangkapan polisi karena dokumen perjalanan tidak dilengkapi.
Akhirnya, dengan duet kepemimpinan Mahathir-Anwar, kita semua berharap agar hubungan baik antara Malaysia dan Indonesia akan semakin cerah dan saling menguntungkan. Industri Malaysia tanpa “pendatang haram” dari berbagai negara tidak akan berjalan mulus. Malaysia mesti menyadari kenyataan ini! Drama politik Malaysia yang menghebohkan itu perlu diikuti dengan cermat.