REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri
Saya termasuk beruntung mengawali profesi wartawan di pengujung 1980-an, bisa ‘menyaksikan’ perubahan besar di berbagai belahan dunia. Juga tokoh-tokoh yang disebut sebagai negarawan.
Era 1960-an hingga 1980-an dunia terbagi-bagi, secara geografis maupun ideologis. Ada Blok Barat, ada Blok Timur. Blok Barat dipimpin Amerika Serikat (AS), Blok Timur dikomandani Uni Soviet. Blok Barat sering disebut sebagai demokratis bin kapitalis, sedangkan Blok Timur acap dicap sebagai diktator (satu partai) komunis/sosialis.
Antara kedua blok terjadi perebutan pengaruh atas negara-negara di berbagai belahan dunia. Lazim disebut Perang Dingin. Namun, namanya juga Perang Dingin, AS dengan Uni Soviet tidak pernah terjadi perang langsung. Yang ada hanya saling menggertak dan mengancam. Perang justru terjadi di negara lain yang dijadikan negara boneka.
Dalam suasana Perang Dingin--yang sebetulnya panas--itulah, di Barat seorang bintang film yang bernama Ronald Reagan terpilih untuk bersinggasana di Gedung Putih. Sebagai aktor, Reagan biasa-biasa saja.
Tidak ada satu pun film yang dibintanginya best seller. Namun, sebagai presiden, Reaganlah yang tercatat dalam sejarah sebagai yang mempercepat bubarnya Uni Soviet dan sekaligus Blok Timur yang komunis.
Pada waktu yang hampir sama, seorang tukang listrik di Polandia bernama Lech Walesa berseru di atas mimbar demonstran: "Wahai seluruh kaum pekerja, bersatulah…!" Seruannya pun menggema di seluruh Polandia. Rakyat di seluruh negeri--dan bukan hanya kaum pekerja--selama berhari-hari berunjuk rasa damai untuk menggulingkan rezim komunis.
Seiring runtuhnya komunis, si tukang listrik itu pun terpilih menjadi Presiden Polandia.
Pada dasawarsa itu di daratan Eropa memang sedang terjadi perubahan besar-besaran berbarengan runtuhnya Blok Komunis dan bubarnya Uni Soviet. Seorang penulis (skenerio) drama, pembangkang, hidup luntang-lantung, dan menjadi langganan penjara, bernama Vaclav Havel, pun menjadi presiden Republik Cekoslowakia (1989).
Di Prancis, Francois Mitterrand jadi tokoh sosialis pertama yang melenggang ke Istana Elysee, John Major yang berasal dari rakyat biasa pun berkantor di Downing Street sebagai perdana menteri Inggris.
Nama-nama tersebut di atas merupakan orang-orang biasa yang telah mengubah arah sejarah dunia. Mereka acap disebut sebagai negarawan.
Reagan yang hanya aktor kelas dua terpilih menjadi presiden AS hingga dua periode. Pencapaian ekonomi Reagan pun disebut sangat excellent, yang kemudian dikenal sebagai Reaganomics.
Dan, seperti Presiden-presiden AS fenomenal sebelumnya, ia pun menikmati sisa hidupnya dengan penuh kehormatan. Begitu pula dengan Mitterrand dan Major. Juga Lech Walesa dan Havel.
Lech Walesa, meskipun melakoni presiden hanya satu periode, ia tidak perlu berkecil hati. Mantan tukang listrik dan bengkel mobil ini ternyata laku keras sebagai penceramah.
Laiknya dosen terbang, ia pun berkeliling dunia, diundang ceramah di berbagai negara. Tarifnya 70 ribu dolar sekali ceramah. Tentu ia tidak diminta menjelaskan teknik kelistrikan dan perbengkelan, namun tentang masalah-masalah besar dunia.
Bukan hanya itu. Ia bahkan dianugerahi gelar doktor kehormatan (honoris causa/HC) dari sana-sini. Tidak main-main, jumlahnya 45 doktor. Itu pun satu dari Harvard (AS) dan satu lainnya dari Sorbonne (Prancis)--dua universitas terkemuka dunia. Berbagai lembaga internasional juga berlomba-lomba untuk memberi penghargaan kepadanya. Kali ini jumlahnya 30 penghargaan.