Sabtu 22 Sep 2018 08:05 WIB

Adakah Muslim Oposisi?

Benarkah tidak ada ruang bagi oposisi dalam Islam?

Asma Nadia
Foto: Daan Yahya/Republika
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Asma Nadia

Baru-baru ini, seorang teman bertanya kepada saya. “Apakah kamu oposisi?”

Saya tidak langsung menjawab, memandangnya lekat sebelum melemparkan pertanyaan balik. “Menurut kamu, bagaimana pandangan Islam mengenai oposisi?”

Sang teman kini terdiam. Seolah konsep oposisi dalam Islam, tidak pernah tergambar dalam benaknya. Atau jangan-jangan ia mewakili sebagian besar orang yang hanya berpikir oposisi tanpa melihat lebih jauh bagaimana sebetulnya konsep Islam terkait hal ini.

Saya sendiri kemudian justru tergelitik untuk melihat lagi bagaimana Islam sebenarnya memandang oposisi. Apakah dia merupakan ajaran Islam? Apakah Islam mengakui adanya sistem oposisi dalam perpolitikan?

Dari berita, jurnal, dan bacaan pada masa lalu, berangsur saya mulai meraba makna oposisi menurut din yang saya yakini.

Kata oposisi diserap dari kosakata bahasa Inggris opposition yang berasal dari bahasa Latin oppositus, opponere, yang artinya: membantah, menyanggah, menentang. Dalam politik praktis, makna oposisi menyempit menjadi kubu partai yang tidak berkoalisi dengan penguasa, atau yang berbeda haluan dengan pemerintah, mempunyai pendirian berlawanan dengan garis kebijakan partai atau kelompok yang menjalankan pemerintahan.

Secara teoretis, keberadaan oposisi mempunyai peran yang sangat vital dan penting untuk menyeimbangkan kekuasaan. Mengawasi, memantau, mengontrol, serta menguji kebijakan penguasa. Intinya, menjaga agar pemerintah tidak lupa diri lalu berkuasa tanpa batas.

Akan tetapi, keberadaan oposisi bukan tanpa kekurangan. Sering kali pertentangan justru membuat pembangunan terhambat. Keberadaan oposisi menyebabkan sebuah pemerintahan tidak benar-benar sepenuhnya berada dalam genggaman pemimpin negara. Seperti yang terjadi pada masa Presiden AS, Barrack Obama, karena diboikot oposisi, pelayanan publik sempat terhenti.

Lebih buruk lagi, sering kali pihak oposisi hanya melihat pada sisi negatif pemerintah. Alasannya, jika mereka memberi tanggapan positif dari gerak pemerintah berkuasa, berarti telah ikut mempromosikan pemerintah yang mereka oposisikan. Akibatnya, peran oposisi semakin menyempit, seolah cuma terfokus pada mempermasalahkan apa pun yang dilakukan pemerintah.

Lalu, bagaimana Islam memandang oposisi? Sementara dalam Alquran, Allah memerintahkan, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taati Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu (An-Nisa: 59)."

Ayat yang kadang dimanfaatkan berbagai pihak untuk membuat rakyat patuh pada pemerintah dan tidak menjadi oposan. Dalam konteksi bukan cuma di Indonesia, melainkan juga di negara mayoritas Islam lain.

Benarkah tidak ada ruang bagi oposisi dalam Islam, sebab rakyat harus patuh pada pemimpin?

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement