Ahad 25 Nov 2018 07:07 WIB

Stella Award dan Hukum di Indonesia

Bagaimanakah dengan fenomena hukum di Tanah Air?

Asma Nadia
Foto: Daan Yahya/Republika
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Asma Nadia

Entah mengapa kasus korban pelecehan seksual yang justru diputus masuk bui, dan berbagai kasus unik lainnya mengingatkan saya pada Stella Award. Sebuah anugerah yang diberikan pada putusan hukum yang dianggap 'gila' sepanjang tahun 2002 sampai 2007, yang disusun oleh Randy Cassingham.

Nama Stella sendiri diambil dari salah satu putusan hukum yang dimenangkan seorang nenek berusia 79 tahun bernama Stella Liebeck. Pada 1992, sang nenek menuntut Mc Donald akibat luka bakar yang dideritanya dan mendapat ganti rugi hingga miliaran rupiah.

Yang membuat kasus ini spesial, Stella menderita luka bakar karena pahanya tertimpa kopi panas yang dibelinya di Mc Donald, setelah meletakkan kopi tersebut di atas pahanya saat berada di dalam mobil cucunya.

Sekalipun secara nalar, apa yang terjadi merupakan kelalaiannya sendiri. Akan tetapi, juri di pengadilan New Jersey memutuskan pihak Mc Donald harus memberikan ganti rugi.

Kejadian di atas menginspirasi tradisi Stella Award. Lalu, seaneh dan segila apa kasus-kasus yang mendapatkan Stella Award itu? Berikut kita cermati berbagai kasus dari daftar penerima Stella Award yang diungkap JD Journal.

Tahun 2002, Stella Award diberikan kepada kakak beradik Janice Bird, Dayle Bird, dan Kim Bird Moran yang menuntut dokter yang memeriksa ibu mereka, setelah mengunjungi sang ibu di rumah sakit. Anehnya, tuntutan yang timbul bukan karena kesalahan praktik atau malapraktik, melainkan karena ketiga kakak beradik tersebut merasa mengalami stres emosional saat melihat sang Ibu masuk ke ruang emergency. Kasus kakak beradik ini sempat berlanjut hingga Mahkamah Agung sebelum syukurlah akhirnya ditolak Mahkamah Agung.

Pada tahun berikutnya, seorang polisi di Mandera, California, dibebaskan dari tuduhan membunuh satu tersangka. Saat itu korban berada di kursi belakang mobil dalam keadaan terborgol dan kerap menendang-nendang kursi di depannya.

Untuk menenangkan, sang polisi mengambil senjata kejut dengan maksud menyetrumnya. Tapi entah mengapa aparat ini melakukan kesalahan, bukan senjata kejut yang diambil melainkan pistol, hingga jatuhlah korban jiwa.

Anehnya, pengadilan tidak menyatakan sang polisi bersalah, sebaliknya malah menuntut perusahaan senjata kejut yang dianggap membuat kesalahan fatal itu terjadi. Mungkin karena bentuk yang menyerupai pistol?

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement