Sabtu 09 Feb 2019 06:03 WIB

Merampas Keutuhan Manusia

Selalu ada kelompok manusia yang berusaha menyeragamkan arus pemikiran

Asma Nadia
Foto: Daan Yahya/Republika
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia

Ada dua kelebihan manusia yang tidak dimiliki makhluk lain. Keunggulan yang membuat manusia lebih mulia, bahkan dari malaikat sekalipun. Akan tetapi, keunggulan ini juga yang bisa menjerumuskan manusia lebih rendah, bahkan dari binatang.

Keunggulan pertama bukan karena manusia mempunyai otak. Memilikinya tidak serta-merta menyulap manusia lebih mulia dari yang lain, sebab nyaris semua makhluk hidup juga dianugerahi otak.

Mempunyai daya ingat juga bukan keunggulan manusia. Kita sering mendengar informasi bahwa gajah memiliki daya ingat yang lebih kuat dari manusia. Akan tetapi, ternyata simpanse pun dibekali daya ingat jangka pendek jauh lebih hebat dari manusia.

Sebuah penelitian di Jepang menemukan fakta bahwa simpanse jauh lebih unggul dari manusia, bahkan yang kecerdasannya di atas rata-rata dalam memori gim, dalam mengingat kembali urutan angka yang disusun acak. Dari hasil penelitian terlihat daya ingat short term simpanse bersifat photographic memory. Sesuatu yang hanya dimiliki segelintir manusia cerdas di dunia.

Jika mempunyai otak dan memori hebat bukan keunggulan, lalu di mana letak keistimewaan anak adam? Kemampuan berpikir. Otak pada manusia tidak hanya bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan menyimpan memori, tetapi juga mempunyai kemampuan berpikir atau menganalisis. Fungsi ini tidak bisa disaingi makhluk mana pun, bahkan komputer tercanggih sekalipun.

Komputer dengan mudah bisa mengalahkan daya ingat manusia, tapi belum mampu bepikir sendiri. Artificial Inteligent yang sekarang dibangga-banggakan pun hanya punya kemahiran terbatas pada program tertentu. Jauh di bawah kapabilitas manusia.

Kelebihan kedua yang dimiliki manusia adalah kebebasan memilih. Ini yang membuat manusia bisa lebih mulia dari malaikat. Malaikat adalah mahkluk Allah yang sangat patuh. Malaikat tidak pernah menentang, hanya bisa taat pada Allah.

Sebagaimana batu akan jatuh ditarik gravitasi, bulan mengitari matahari, kepatuhan alam semua berjalan sesuai aturan Allah, tanpa bisa memilih untuk menjalankan sesuatu dengan versi sendiri.

Kebebasan memilih membuat manusia berbeda. Ketika manusia menentukan jalan takwa dan kebaikan yang berat, sedangkan pada waktu yang sama ia bisa memilih jalan mudah dan menyenangkan maka manusia menjadi mulia, bahkan lebih dari malaikat.

Sebaliknya, jika manusia memilih kesesatan dan keburukan, padahal mereka tahu kebaikan adalah yang lebih tepat untuk dipilih, manusia menjadi lebih rendah dari binatang. Punya kemampuan berpikir, tapi tidak bijak menentukan pilihan.

Nyaris semua manusia normal dianugerahi kemampuan yang menjadi kelebihan tersebut.

Sayangnya, kini banyak manusia, entah individu atau kelompok, penguasa atau rakyat biasa, keluarga atau orang lain, kenal atau tidak kenal, yang berusaha merenggut keunggulan tersebut dari manusia.

Mereka mengklaim bahwa pendapat mereka adalah yang paling benar, atau menganggap penafsiran mereka yang paling tepat.

Padahal, Islam sendiri menghargai perbedaan pendapat. Apabila seorang Mukmin berijtihad lalu salah, Allah memberi satu penghargaan, jika benar Allah memberi baginya dua penghargaan.

Dengan kata lain, berbeda pendapat adalah rahmat, tinggal bagaimana memupuk sikap dewasa dan saling menghargai.

Sayangnya, dari zaman ke zaman selalu ada kelompok manusia yang berusaha menyeragamkan arus pemikiran, pendeknya mengunci rapat kebebasan manusia lain untuk memilih dan berpikir sesuai versinya sendiri.

Ketika terdapat pihak lain berbeda pendapat, mereka langsung memberikan label sebagai sesat, perusak, pengkhianat, dan berbagai label buruk lainnya.

Padahal, pendapat tidak lain adalah adalah hasil kombinasi antara dua keunggulan manusia, kemampuan berpikir dan kebebasan memilih.

Lebih buruk lagi mereka yang memiliki kekuasaan justru mengekang kebebasan mayoritas dengan peraturan. Mereka yang memiliki kekuatan massa mengekang kebebasan berpendapat orang lain dengan tekanan dan tirani, bahkan terjadi pengekangan dengan senjata.

Tindakan ini sama dengan memenggal seluruh keunggulan kemanusiaan. Tanpa kebebasan berpikir dan memilih, manusia kehilangan keutuhannya. Mereka dipaksa merendahkan diri dengan menjadi budak opini orang lain, atau menjelma robot yang tidak bisa mengendalikan diri sendiri.

Dengan kata lain, menghargai perbedaan pendapat berarti menjunjung kemanusiaan. Tanpa itu masih pantaskah kita menyandang label manusia?

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement