REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia
Bulan Ramadhan selalu disebut sebagai bulan baik, dan hari-hari di bulan puasa selalu diidentikkan dengan hari yang baik pula, bahkan mulia. Wajar jika di bulan ini kita berharap akan mendapatkan kabar yang baik-baik saja.
Satu dua ada. Bukan tak ada kabar baik. Pada sidang dewan keamanan PBB di New York, beberapa waktu lalu, para pemimpin PBB dengan sukacita mengenakan batik yang menjadi simbol budaya bangsa Indonesia.
Batik yang pernah dipopulerkan Nelson Mandela, serta dipakai artis tingkat dunia kini dipakai beramai-ramai oleh kalangan pemimpin di Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai busana resmi pertemuan PBB saat itu.
Yang lebih membanggakan, dalam sidang dewan keamanan yang dipimpin Ibu Retno Lestari Priansari Marsudi, Menlu yang juga menjabat presiden Dewan Keamanan yang berasal dari Indonesia, PBB kembali membahas soal permukiman ilegal Israel.
Menteri Luar Negeri Retno mengajak dunia internasional untuk mendukung penghentian pembangunan permukiman ilegal milik Israel di Palestina dalam pertemuan tersebut.
Diplomat wanita asal Indonesia itu juga menegaskan, permukiman ilegal Israel di kawasan Palestina itu terus bertambah jumlahnya. Pada 1993, jumlahnya sekitar 110 ribu. Pada 2017, jumlahnya menjadi 620 ribu. Ini menghalangi perdamaian Palestina-Israel.
Pembangunan permukiman ilegal Israel, menurut sang diplomat, salah satu sumber berbagai pelanggaran hukum dan hak asasi manusia terhadap rakyat Palestina.
"Terus berlangsungnya pembangunan permukiman ilegal oleh Israel di wilayah pendudukan Palestina tidak dapat diterima," ujar Menlu di hadapan anggota Dewan Keamanan PBB di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat.
Pertemuan DK PBB tersebut dikecam Utusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk Timur Tengah, Jason Greenblatt.
Bagaimanapun keberanian Indonesia menempatkan posisinya untuk Palestina harus diapresiasi. Ini menjadi kabar baik pada Ramadhan. Bagaimana kabar-kabar lainnya?
Sayangnya, pada bulan baik ini masih lebih banyak kabar tidak sedap yang menghiasi pemberitaan surat kabar atau media massa.
Meninggalnya lebih dari 557 petugas pemilu tentu saja berita tragis yang menjadi kabar dukacita nasional.
Kematian -konon akibat kelelahan - hanya sebulan sebelum lebaran jelas menyisakan atmosfer duka di kalangan keluarga.
Indonesia memang luar biasa, jika dulu dikenal sebagai negeri dengan korban mudik tertinggi di dunia, sebentar lagi mungkin akan memiliki ‘pencapaian’ baru sebagai negara dengan korban pemilu terbesar di dunia, meski pemilu berlangsung tanpa konflik bersenjata.
Ikuti Whatsapp Channel Republika