Sabtu 14 Sep 2019 19:56 WIB

Berapa Nama yang Ditinggalkan Seorang Habibie?

SBY menyebut Habibie sebagai

Asma Nadia
Foto: Daan Yahya/Republika
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Asma Nadia

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Lalu nama seperti apa yang ditinggalkan seorang Habibie?

Baca Juga

Mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut Habibie sebagai "Bapak Reformasi", "Bapak Demokrasi", juga "Bapak Teknologi''.

Bukan hanya satu melainkan tiga label sekaligus, dan rasanya sebagian besar rakyat Indonesia tidak keberatan dengan itu.

Walau hanya menjabat tidak sampai dua tahun, Habibie telah membuka gerbang reformasi menuju arah yang tepat. Pers dibebaskan sebebas-bebasnya, perbankan diberi kemandirian, tahanan politik dibebaskan, dan berbagai langkah berani lainnya dilakukan.

Ia juga membuka pintu demokrasi seluas-luasnya walau tahu berarti dirinya mungkin tidak terpilih kembali.

Partai-partai bebas berdiri, tidak dibatasi. Sebagian anggota parlemen menolak berdiri ketika dia masuk ke ruang sidang, dan dia tidak peduli, dia bukan orang yang gila hormat. Kalau saja mau, sekalipun pertanggungjawabannya ditolak, tidak ada yang menghalanginya mencalonkan diri kembali, tapi ia memilih legawa.

Politik dengan nurani, itu yang menjadi pilihan.

Sebagai "Bapak Teknologi" tentu kapasitas beliau sudah tidak dipertanyakan. Lebih dari 30 jabatan dipegangnya dalam satu waktu ketika menjadi menristek. Mulai dari teknologi pesawat, kapal laut, persenjataan, dan berbagai industri berat lainnya. Tidak ada yang keberatan, tidak ada yang iri sebab semua mengakui kapasitas beliau.

Sebenarnya, tiga julukan sudah terlalu banyak untuk seseorang. Orang dikenal dengan satu nama harum saja sudah cukup, tetapi seorang Habibie bahkan masih punya banyak nama yang lebih dari pantas diembannya.

Ia bisa menjadi "Bapak Kesetiaan". Kesetiaan dan cintanya pada sang istri sungguh menjadi inspirasi bangsa. Cinta satu-satunya hingga ajal menjemput. Setiap hari setelah cintanya pergi, ia berdoa untuk sang istri, dan selalu berkunjung ke pusara setiap minggu.

Saya teringat usai Eyang Habibie menyaksikan film "Surga yang Tak Dirindukan", dalam konferensi pers dengan santai ia mengatakan, Ibu Ainun tetap ada di sisinya. Baginya, sang istri masih mengiringi, tidak wafat.

Sebuah monumen berdiri di Parepare, yang bernama Monumen Cinta Sejati Habibie Ainun. Ia begitu mengagumi monumen tersebut dan memuji, “Sangat mirip dengan Ibu Ainun.” Setelah peresmian, wali kota Parepare bercerita, pada tengah malam hari ternyata Habibie berencana menyelinap keluar menghindari Paspampres, “Saya mau bertemu dengan Ibu Ainun,” katanya.

Akan tetapi, dilarang hingga akhirnya, baru bisa menyambangi monumen pada subuh hari.

“Bapak sangat ingin bertemu Ibu,” begitu tutur anak sang presiden ke-3 RI ini, saat mengantar sang ayah ke peristirahatan terakhir. Keinginan tersebut akhirnya memang terwujud.

Jadi, berapa banyak julukan nama yang pantas disandangkan ke beliau? Ah, rasanya banyak sekali yang bisa diberikan.

Ada yang menjulukinya "Mr. Crack", karena penemuannya tentang keretakan di pesawat menjadi teori yang menyelamatkan banyak jiwa. "Habibie factor" menjadi acuan ketika seseorang mendesain sebuah pesawat. Konon pesawat Apollo yang mendarat di bulan, salah satunya dirancang dengan menggunakan teori Habibie.

Sebagian kita menganggapnya tokoh yang lugas, jujur, tidak basa-basi, apa adanya, dan banyak hal positif yang pantas disematkan padanya.

Kehilangan besar bangsa Indonesia atas kepergiannya, menunjukkan betapa besar dirinya memengaruhi bangsa Indonesia.

Saya bahkan ingat ketika SD, berpuluh tahun lalu namanya sudah disebut-sebut, padahal saat itu saya belum pernah melihat fotonya, belum membaca beritanya di koran, belum menyaksikannya di televisi. Tapi namanya sudah bergaung di dalam kepala dan membuat bangga.

Mungkin label "Bapak Kebanggaan" juga bisa disematkan padanya. Rasa kehilangan teramat besar yang saat ini dirasakan segenap bangsa ketika beliau pergi, adalah bukti betapa kita sudah kehilangan salah satu putra terbaik bangsa.

Ketika melepas sang ayah, anaknya berkata, “Melihat bagaimana bangsa Indonesia melepas dirinya, menunjukkan bagaimana ia mengisi hidupnya.”

Ungkapan yang tepat. Saat berita kepergiannya tersiar, sepanjang jalan tampak ramai orang berhenti beraktivitas hanya untuk memberi penghormatan terakhir. Sekolah dan pesantren menghentikan rutinitas untuk tahlilan, membacakan doa baginya. Bukti lain beliau telah menyentuh banyak jiwa.

Seorang Habibie tidak hanya meninggalkan sebuah nama, tetapi begitu banyak nama besar.

Keberadaan hingga akhir hidupnya menjadi inspirasi. Tinggal kembali kepada masing-masing kita, ketika saatnya tiba nanti, bisakah kita meninggalkan setidaknya satu nama baik, untuk dikenang?

Selamat jalan, Pahlawan Bangsa. Selamat menjemput keabadian lelaki yang telah mengajarkan kepada kita banyak hal, termasuk bagaimana mencintai dengan teramat indah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement