REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia
Anakku, Bunda tidak melarang engkau berpolitik.
Kata orang politik itu busuk. Tidak, Anakku. Engkau tak harus anti terhadap politik, tapi benar harus pandai memilah dan memilih bagaimana berpolitik.
Sebab yang busuk sejatinya bukan politik, melainkan ada oknum politisi di negeri ini. Entah mana padanan kata yang tepat dalam kalimat di atas; ada oknum politisi busuk, banyak oknum politisi busuk, atau sebagian besar politisi busuk. Bunda tidak tahu mana yang benar, karena itu Bunda pilih kata ada, walau mungkin dirimu kelak akan tahu mana yang lebih tepat.
Bunda juga tidak tahu, apakah kata “oknum” masih pantas disematkan karena jika sesuatu sudah terjadi secara sistematis, istilah oknum sudah tidak tepat dipakai. Tapi, Bunda tetap menggunakannya karena negeri ini sudah terbiasa memberi imbuhan oknum untuk segala keburukan, bahkan keburukan institusi.
Jadi Bunda ulangi lagi kalimat di atas. Yang busuk itu bukan politik, melainkan memang “ada oknum” politisi di negeri ini yang busuk. Mereka menghalau orang yang baik dan dicintai rakyat agar tidak memasuki dunia politik, kecuali melalui restu mereka hingga mereka tetap menguasai panggung. Calon independen dipersulit untuk menjadi pemimpin, sebab jika ada dan terpilih, politisi busuk tidak akan bisa menagih janji.
Sekali lagi, Bunda tidak melarangmu berpolitik, tapi melarangmu bekerja sama dengan para politikus busuk, politisi yang mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan, politisi yang hanya mengejar jabatan untuk mendapat priviledge. Alhamdulillah, dari begitu banyak kebusukan, walau sulit masih kita temukan berlian di antara pemimpin. Sosok yang memajukan wilayahnya secara nyata.
Ini menjadi satu bukti bahwa politik tidak selalu busuk. Pribadi berlian akan tetap bersinar. Tak berkurang gemerlap sinarnya walau bercampur di antaranya dengan kotoran.
Jika kamu ingin berpolitik, anakku, bertemanlah dengan mereka, bekerja samalah dengan berlian, agar pantulan cahayanya ikut menerangimu. Apalagi yang bisa Bunda sampaikan terkait politik? Ah, ada yang mengatakan politik itu kejam. Sebenarnya tidak, Anakku, yang kejam adalah politisi yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan.
Mereka yang membela teman politik walaupun salah, menghukum orang baik hanya karena berbeda pandangan. Jika politisi yang berkuasa mempunyai nurani, mereka justru akan membebaskan siapa saja untuk berbeda pendapat, karena perbedaan sesungguhnya akan menyeimbangkan.
Kadang kekuasaan dalam genggaman mampu membuat kita lupa. Para oportunis di sekitar kita hanya menyampaikan hal baik dan menjilat dengan informasi bohong. Justru oposan dan kritikuslah–termasuk mahasiswa dan pelajar– yang sebenarnya sayang pada penguasa, itu sebabnya mereka berani berbicara tentang kebenaran di hadapan penguasa untuk mengingat kembali jati diri.
Pemimpin yang bijak tidak akan membungkam lawan politik. Ia akan pandai menyaring mana pendapat lawan yang untuk kepentingan rakyat, mana yang memang berniat jahat semata-mata demi menjatuhkan. Termasuk juga bijak menyaring, mana informasi teman politik yang memang untuk kebaikan, atau sekadar “asal bapak-ibu senang”.
Alhamdulillah, pada era ini masih ada pemimpin yang bijak menyaring informasi sehingga menghasilkan kebijakan yang tepat. Meski lebih banyak yang sebaliknya.
Anakku, jika ada yang melarangmu berpolitik. Ketahuilah, mereka adalah orang yang mengingkari sunah Rasul sekaligus sunatullah maka jangan dengarkan mereka.
Politik adalah alat perjuangan yang dipakai nyaris seluruh nabi dan utusan Allah. Rasulullah Muhammad SAW berpolitik, Nabi Musa berpolitik, Nabi Isa menyerukan dakwah menentang kekuasaan politik, Nabi Ibrahim berpolitik, semua insan dakwah tahu pentingnya politik sehingga mereka menjadikan politik sebagai sarana dakwah atau untuk menentang politisi busuk yang menyengsarakan rakyat. Dengan kekuatan politik, insya Allah kita akan mampu kembali menjadi rahmatan lil ‘alamin.
Terakhir ingat satu hal, Anakku. Berhati-hatilah ketika terlibat politik, aksi politik, atau kegiatan bernuansa politik.
Jangan biarkan dirimu menjadi korban kekejaman politik, jalanmu masih panjang, dan mungkin kesabaranmu bisa mengubah lebih banyak. Ingat pesan Rasul, jika kamu melihat kemungkaran, ubah dengan tanganmu. Jika tidak punya kekuasaan, ubah dengan mulutmu, dengan pendapatmu, dan jika berat, ubah dengan hatimu, bencilah keburukan, jangan pernah membuka hatimu untuk keburukan. Berpegang dengan sikap itu karena ia selemah-lemahnya iman.