Selasa 14 Jan 2020 09:22 WIB

Muhammadiyah Sruweng: Kelompok Kecil Kaya Gagasan

Muhammadiyah Sruweng melayani masyarakat tanpa diskriminasi.

Ahmad Syafii Maarif
Foto: Republika/Daan
Ahmad Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ahmad Syafii Maarif

Di ruang ini pada 16 September 2014, saya menulis Resonansi di bawah judul “RS PKU Muhammadiyah Gombong yang Fenomenal.” Berikut ini adalah cerita sukses lain dari Muhammadiyah cabang kecamatan Sruweng, tetangga kecamatan Gombong, kabupaten Kebumen. Subuh pada 8 Desember 2019 saya dan Erik Tauvani Somae (dosen Univ. Ahmad Dahlan) dijemput oleh Dr. Hasan Bayuni, Direktur Utama PKU Sruweng untuk mengunjungi cabang Muhammadiyah setempat. Apa yang perlu diceritakan tentang cabang Muhammadiyah ini?

Penduduk kecamatan Sruweng berada pada angka sekitar 58.000 jiwa. Anggota dan simpatisan Muhammadiyah tidak lebih dari 2%. Tetapi mereka punya kepercayaan diri yang sangat tinggi berkat amal-usahanya untuk melayani masyarakat luas dalam bentuk: rumah sakit, sekolah, toko swalayan, kuliner, masjid, dan usaha lainnya yang terus berkembang. Bahkan menurut Hasan, PKU ini sedang mengirim sembilan dokter untuk dididik sebagai spesialis, demi mengantisipasi masa depan yang lebih unggul dan kompetitif. Amat jarang sebuah cabang Muhammadiyah punya rumah sakit PKU, seperti yang dimiliki Gombong dan Sruweng ini. Jarak antara Sruweng dan Gombong 14,5 km, keduanya terletak di sebelah barat Kebumen sebagai ibu kota kabupaten.

Ketua cabang Muhammadiyah Sruweng bernama Drs. Tenggar Wardana, juga alumnus Mu’allimin dan sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, seorang pengusaha durian yang telah diekspor ke pulau-pulau luar Jawa. Sedangkan ketua PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) kabupaten Kebumen adalah Muhammad Abduh Hisyam, alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga pemilik usaha genteng Sokka. Faham agamanya yang luas dan segar telah menjadikan Muhammadiyah kabupaten ini semakin dikenal publik dalam radius yang luas. Sosok ini pada suatu saat menurut penilaian saya tidak mustahil dapat menjadi ketua PWM (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah) Jawa Tengah.

Sebelum berkembang menjadi PKU, semula adalah sebuah klinik bersalin kecil, didirikan pada tahun 1985 yang dikepalai oleh Dr. Suharto, seorang non-Muslim, dari Puskesmas setempat. Di bawah komando Dr. Hasan, sejak beberapa tahun ini PKU Sruweng ini termasuk rumah sakit rujukan yang diperhitungkan di wilayah Jawa Tengah bagian selatan. Dengan 125 jumlah tempat tidur, rata-rata dihuni sebanyak 100. Terletak di lokasi 1,8 ha, PKU ini punya prospek yang cerah dengan syarat mampu mengantisipasi dampak kemajuan teknologi yang melaju sangat cepat.

Dr. Hasan menyadari tantangan yang tidak mudah ini. Katanya, di luar negeri, berkat komputer, sudah berlaku pengobatan jarak jauh. Bahkan operasi pasien pun bisa berlangsung dari jarak jauh itu. Akan sulitlah dibayangkan terobosan-terobosan teknologi medis ini di masa depan. Laju perkembangan ini tidak mungkin dibendung oleh siapa pun. Manusia harus pandai menyesuaikan diri, jika tidak ingin tertinggal dalam persaingan rumah sakit yang semakin keras ini. Apa yang disampaikan Dr. Hasan ini semestinya telah pula disadari oleh pimpinan PKU lainnya yang jumlahnya ratusan itu.

Kembali ke PKU Sruweng. Rombongan kami diajak menengok bangsal kelas tiga. Kami terkagum karena kualitasnya bagus sekali. Kata Hasan, jika bangsal tipe C ini penuh, maka pasiennya dapat ditempatkan dulu di kelas yang lebih atas tanpa dipungut bayaran tambahan. Sebagai alumnus Madrasah Mu’allimin Yogyakarta, dokter yang baru berisia 35 tahun ini menyadari benar prinsip keadilan dan kemanusiaan yang mesti dipedomani dalam melayani masyarakat luas. Bukankah PKU (semula ditulis PKOE adalah perpanjangan dari Penolong Kesengsaraan Oemoem) tanpa memandang latar belakang agama, suku, dan kedudukan.

Bangsal tipe C ini dilengkapi oleh alat pendingin (AC) dan kamar-kamar mandi  modern. Tentu, tidak semua orang desa pandai menggunakannya. Tetapi melalui proses pendidikan dan arahan yang santun dan sabar dari pimpinan, para pasien ini tentu mau belajar bagaimana cara menggunakan alat perlengkapan yang mungkin belum tersedia di tempat tinggalnya.

Kemudian ada penjelasan dari Hasan tentang BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan yang bagi saya baru dan penting. Dalam WA-nya tertanggal 13 Desember 2019, Dr. Hasan mengatakan bahwa sebenarnya BPJS telah bekerja dengan sangat baik. Tetapi karena ada permainan  antara RS dan perusahaan Farmasi, maka yang terjadi menurut Hasan adalah “ketidakmampuan RS dalam menjalankan kendali mutu dan kendali biaya dengan baik…diakui atau tidak banyak RS yang terlalu boros dalam anggaran… selama ini RS dengan seenaknya bisa merampok uang dari kantong pasien  dengan tarif yang bisa mereka atur sedemikian rupa,…” Penjelasan Hasan sangat perlu dicacat oleh semua RS dan perusahaan Farmasi agar tidak terus melakukan permainan kumuh ini! Kasihan negara yang terus saja dibebani oleh sengkarut masalah BPJS ini.

Akhirnya, jika kita sedikit berteori, Muhammadiyah Sruweng ini sampai batas-batas tertentu telah memenuhi kategori A.J. Toynbee, sejarawan Inggris, dalam bentuk “kelompok kecil yang kreatif.” Bagi Toynbee, kelompok kecil kreatif inilah yang mampu menghadapi segala tantangan. Lambat tetapi pasti, jika kiprah Muhammadiyah Sruweng ini tetap melaju seperti sekarang ini, maka radius pengaruhnya akan semakin melebar tanpa sekat-sekat pembatas karena masyarakat merasa disantuni oleh kegiatan amal sosialnya yang non-diskriminatif itu. Tantangan dijawab dengan kerja-kerja inovatif yang penuh optimisme dan visi yang jauh melihat ke depan. Selamat Bung Dr. Hasan Bayuni dan para pendamping yang setia. Selamat Muhammadiyah Sruweng yang tak kenal lelah dalam beramal!

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement