REPUBLIKA.CO.ID, oleh Azyumardi Azra
Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad (94 tahun) membikin gempar jagat politik ketika kemarin (24/2/2020) menyatakan mundur dari jabatan yang dia pegang sejak 10 Mei 2018. Menyerahkan surat pernyataan mundur dari ‘jawatan’ PM, Raja Yang Dipertuan Agung XVI al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin al-Mustafa Billah Shah, menerima pengunduran itu. Tetapi pada saat yang sama, Yang Dipertuan Agung mengangkat Mahathir sebagai PM ‘Interim’ atau Pelaksana Tugas (PLT) sampai terpilih PM baru dan kabinetnya.
Penetapan Mahathir sebagai PM interim juga mengejutkan. Pasalnya, sebelum Yang Dipertuan Agung menyatakan menerima pengunduran diri dan menetapkannya sebagai PM interim, sempat beredar berita Mahathir menyerahkan pemerintahan sementara kepada Timbalan (Wakil) PM, Wan Azizah Wan Ismail. Malaymail.com sempat menurunkan laporan, Wan Azizah boleh jadi menjadi perempuan pertama yang menjadi PM Malaysia.
Dengan tidak mengangkat Timbalan PM Wan Azizah Wan Ismail sebagai PM Interim, dan sebaliknya mengangkat kembali Mahathir Mohamad, Yang Dipertuan Agung tidak ‘berkenan’ dengan istri Anwar Ibrahim tersebut. Boleh jadi, sang Raja Malaysia menganggap kondisi politik Malaysia bisa semakin memburuk, jika pemerintahan interim dipegang Timbalan PM Wan Azizah.
Urungnya Timbalan PM Wan Azizah menjadi PM interim memperpanjang cerita hiru biru yang sudah berlarut-larut (saga) keluarga Anwar Ibrahim. PM Mahathir sendiri pernah menyatakan akan menyerahkan kekuasaan kepada Anwar Ibrahim di tengah masa jabatan PM yang dia pegang kembali sejak 2018.
Mahathir Mohamad sebelumnya pernah menjadi PM Malaysia dalam masa cukup panjang antara 1981-2003. Pada masa kepemimpinannya ini, Mahathir berhasil membawa negaranya Malaysia ke dalam kemajuan dalam berbagai bidang.
Dalam masa pemerintahan Mahathir itu, Anwar Ibrahim pernah menjadi Menteri Keuangan (1991-1998) untuk kemudian juga menjadi Timbalan PM (1993-1998). Dia kemudian diberhentikan dari jabatannya itu karena pertikaian dengan PM Mahathir dalam hal pengelolaan keuangan . Selanjutnya juga atas dasar tuduhan Anwar Ibrahim melakukan sodomi.
Sejak itulah saga Anwar Ibrahim seolah tak pernah putus. Sempat menempuh hukuman penjara dan juga penyiksaan polisi, Anwar Ibrahim relatif berhasil ketika kembali ke kancah politik sejak 2008, walaupun dia juga kembali menghadapi tuduhan sodomi untuk kedua kalinya.
Di tengah berbagai saga yang dia alami, Anwar Ibrahim dengan partainya Parti Keadilan Rakyat (PKR) lewat koalisi Pakatan dengan Democratic Action Party (DAP) dan Parti Islam sa-Malaysia (PAS) hampir memenangkan Pilihan Raya (Pemilu) 2013. Koalisi ini dikalahkan tidak fair oleh Barisan Nasional (BN) di bawah pimpinan PM Najib Razak UMNO).
Bersekutu dengan Mahathir Mohamad (dengan partainya Parti Pribumi Bersatu Malaysia/PPBM), melalui Koalisi Pakatan Harapan, Anwar Ibrahim turut memainkan peran penting dalam menumbangkan PM Najib Razak dengan BN. Tersangka korupsi dalam jumlah sangat besar lewat 1MDB (One Malaysia Development Berhad), koalisi Najib Razak kalah dalam Pilihan Raya 9 Mei 2018.
Memenangkan Pilihan Raya dengan koalisinya, Mahatir kembali memegang kekuasaan politik tertinggi di negeri jiran. Meski dijanjikan Mahathir untuk menggantikannya sebagai PM di tengah masa jabatan, Anwar Ibrahim dalam beberapa waktu terakhir terlihat semakin curiga kalau janji itu bisa terpenuhi. Dia menduga ada pihak tertentu yang tidak menginginkan Mahathir untuk memenuhi niat—untuk tidak mengatakan ‘janji’—menyerahkan jabatan kepada Anwar Ibrahim.
Pesimisme Anwar Ibrahim itu dia ulangi kembali dalam percakapan waktu makan siang (12/2/2020) di dengan beberapa figur Malaysia dan Indonesia seperti Profesor Siddiq Fadzil; Profesor Sofian Effendi, Ketua Dewan Pengurus The Habibie Centre (THC); Profesor (riset) Dewi Fortuna Anwar, THC dan LIPI; dan penulis Resonansi ini. Anwar Ibrahim bercerita di meja makan seusai menyampaikan ‘ucaptama’ (pidato kunci/speakers) dalam ‘Persidangan Serantau Hidup Bersama dalam Budaya Damai 2020’ yang diselenggarakan bersama oleh Sasakawa Peace Foundation (SPF), THC, Institut Darul Ehsan (IDE) dan Universiti Selangor (Unisel).
Kini dengan Mahathir kembali menjadi PM wakaupun ‘hanya’ interim’, masa depan politik Anwar Ibrahim nampak semakin tak menentu, Tarik menarik dan kontestasi di dalam dan di antara masing partai-partai nampak sangat menentukan siapa yang memimpin Malaysia selanjutnya. Dan itu belum tentu Anwar Ibrahim