REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Thobib Al-Asyhar *)
Mungkin tidak berlebihan jika penulis berkeyakinan bahwa suatu saat nanti Indonesia akan memiliki lembaga percetakan Alquran berkelas dunia. Banyak alasan dan faktor pendukung yang dapat dikemukakan, sehingga "mimpi" itu kelak bisa benar-benar terwujud.
Indonesia adalah negara dengan komposisi penduduk muslim terbesar sejagat. Dari 262 juta jumlah penduduk Indonesia (Kemendagri, 2017), jumlah umat Islam sekitar 85 persen (222,7 juta jiwa). Lalu apa hubungannya dengan percetakan Alquran?
Alquran adalah kitab suci umat Muslim yang telah dan akan terus dibaca serta dipelajari hingga akhir zaman. Sampai kapanpun, umat Muslim akan membutuhkan kitab sucinya. Pertanyaannya, berapa banyak umat Islam Indonesia membutuhkan mushaf Alquran?
Berdasarkan perkiraan, sekitar 54 persen Muslim Indonesia masih buta aksara Alquran. Itu artinya, ada sekitar 122,258 juta Muslim yang belum mengakses terhadap kitab sucinya. Penyebabnya macam-macam, bisa karena tidak ada guru ngaji, malas belajar, tidak ada budaya mengaji dalam keluarga, atau memang tidak memiliki mushaf Alquran karena berbagai faktor.
Berdasarkan analisa tersebut, pemerintah melalui Kementerian Agama, dalam beberapa tahun terakhir berupaya memenuhi kebutuhan Mushaf Alquran Standar Indonesia, Alquran dan Terjemahnya, Tafsir Alquran Kemenag, dan buku-buku keagamaan, seperti Tafsir Ilmi, Juz Amma, Yasin, buku Iqra, Majmu' al-Syarif, dan lain-lain yang dibagikan secara gratis kepada masyarakat.
Sering dikemukakan, bahwa kebutuhan mushaf Alquran di Indonesia setidaknya 2 juta eksemplar setiap tahun. Angka tersebut didasarkan pada jumlah pasangan pengantin yang menikah setiap tahun di KUA. Asumsinya, setiap pasangan pengantin diberikan 1 mushaf Alquran.
Namun demikian, sepanjang pengadaan mushaf Alquran di Kementerian Agama (Ditjen Bimas Islam), jumlah tertinggi pengadaan hanya sampai 1,2 juta eksemplar (2011). Pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan jumlah yang dicetak seiring dengan ketersediaan anggaran.
UPQ Kemenag RI
Satu hal yang diingat banyak orang bahwa proses pengadaan mushaf Alquran yang dilaksanakan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada 2012 bermasalah yang berakibat pada risiko hukum. Lalu pada tahun-tahun berikutnya ada kasus penyalahgunaan sisa-sisa cetakan mushaf Alquran untuk terompet, petasan, dan lainnya oleh perusahaan pemenang lelang karena tidak mematuhi SOP yang telah disepakati dalam pencetakan Alquran.
Berdasarkan pengalaman tersebut, pada tahun 2014 terbitlah Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Unit Percetakan Alquran (UPQ) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Bimas Islam. Lahirnya PMA tersebut sebagai upaya merevitalisasi lembaga sebelumnya yang pernah dibangun oleh mediang Menag Mahtuh Basuni yaitu Lembaga Pencetakan Alquran (LPQ) di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam (YPI) di Ciawi, Bogor.
Pada tahun 2016 UPQ resmi dilaunching oleh Menag Lukman Hakim Saifuddin (LHS) yang mencetak sebanyak 35.000 eksemplar mushaf Alquran. Pada tahun 2017 mencetak sebanyak 110 ribu eksemplar dan ke depannya akan ditingkatkan jumlahnya seiring dengan kepercayaan publik, ketersediaan mesin cetak dan teknologi, serta kemampuan SDM pengelola yang profesional.
Pertanyaan lalu muncul, bagaimana dengan kondisi UPQ sekarang ini? Mungkinkah UPQ memiliki kemampuan mencetak Alquran sebanyak 2 juta eksemplar mushaf Alquran setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan mushaf Alquran di Indonesia? Mungkinkah UPQ mampu menjadi lembaga percetakan Alquran berkelas dunia dengan cetakan dalam jumlah besar dan standar tinggi?
Percetakan Alquran berkelas dunia?
Berbicara percetakan Alquran berkelas dunia, telunjuk kita akan mengarah pada lembaga percetakan mushaf Alquran di Arab Saudi, yaitu Mujamma' al-Malik Fahd lithiba'ati al-Mushaf asy-Syarif (Kompleks Percetakan Alquran Raja Fahd). Ini merupakan percetakan Alquran terbesar di dunia, yang terletak di Madinah, Arab Saudi. Tempat ini sangat populer di Tanah Air karena menjadi salah satu destinasi religi jamaah haji dan umrah.
Berdasarkan data yang ada, percetakan tersebut mencetak rata-rata 10 juta eksemplar Alquran per-tahun, dan mendistribusikannya ke seluruh benua. Selain itu, perusahaan ini juga mencetak lebih dari 160 terjemah Alquran (berbagai bahasa), dengan total mencapai 193 juta eksemplar. Di lembaga ini juga terdapat studi dan penelitian untuk menopang proyek percetakan Alquran dan Alhadis. Media pencetakannya menggunakan mesin dan alat yang paling modern.
Setiap tahun, kompleks percetakan Alquran kebanggaan kerajaan Arab Saudi ini dikunjungi tidak kurang dari 400 ribu wisatawan. Sampai saat ini, lembaga percetakan tersebut sudah mencetak lebih dari 264 juta cetakan (Alquran, terjemah, buku-buku Islam dan sebagainya) sejak dibukanya percetakan ini.
Lalu, mampukah UPQ bertransformasi menjadi lembaga berkelas dunia dengan jumlah cetakan jutaan mushaf dan buku-buku keagamaan tiap tahun? Juga menjadi pusat studi dan penelitian Alquran dan Alhadits untuk menunjang program pencetakan dalam jumlah besar? Sekali lagi penulis meyakini, bahwa hal itu akan terwujud dengan beberapa alasan dan faktor pendukung sebagai berikut:
Pertama, dari sisi kebutuhan jelas sekali karena terkait dengan banyaknya penduduk Muslim Indonesia yang masih sangat memerlukan mushaf Alquran dalam jumlah besar. Tingginya kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan bangunan visi besar UPQ sebagai satu-satunya lembaga resmi pencetak Alquran yang dimiliki negara. Meski di luar sana banyak perusahaan swasta berkapsitas raksasa yang memiliki kemampuan memproduksi cetakan dalam jumlah besar, namun karena pencetakan Alquran memiliki kekhasan dan perlakuan khusus, maka UPQ lah di masa depan yang layak dijadikan tumpuan.
Kedua, Indonesia belakangan ini telah menjadi kiblat baru arus Islam moderat dunia. Banyak negara-negara Muslim lain, tak terkecuali negeri Timur Tengah yang mengakui keunggulan Indonesia sebagai negara Muslim yang patut dijadikan parameter moderasi Islam rahmatan lil-alamin. Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga yang mampu menggabungkan antara nilai-nilai demokrasi dengan nilai-nilai Islam.
Sebagai role model Islam moderat dunia, Indonesia ke depan diprediksi akan menjadi pusat arus informasi dan sumber-sumber ilmu pengetahuan dan wacana keislaman. Sehingga, wajar kiranya munculnya produk-produk keilmuan yang dimotori oleh para ilmuan muslim Tanah Air akan sangat dinanti oleh komunitas muslim dunia.
Hal ini akan linier dengan kebutuhan produk-produk cetakan mushaf Alquran dan terjemahnya serta buku-buku tafsir Alquran kontemporer dalam berbagai bahasa yang dapat diekspor ke berbagai belahan dunia. Apalagi, sekarang sedang dikembangkan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) yang digagas pemerintahan Jokowi-JK serta bertujuan menjadikan Indonesia sebagai kiblat pengembangan ilmu dan peradaban Islam moderat dan inklusif dunia.
Ketiga, secara teknologi, keberadaan mesin cetak yang dimiliki UPQ saat ini diperkirakan memiliki kemampuan mencetak mushaf Alquran hingga satu juta esksemplar setiap tahun. Ke depan akan dilengkapi mesin-mesin berteknologi tinggi sehingga akan memperbesar kemampuan cetaknya dalam skala lebih besar.
Prediksi penulis, dalam waktu 3 tahun ke depan, seiring dengan keinginan penambahan mesin cetak yang modern dan lebih besar kapasitasnya dipastikan akan mampu mencetak sekitar 5 juta kopi mushaf Alquran dan buku-buku keagamaan dalam setahun.
Tidak menutup kemungkinan bisa melampaui jumlah cetak dari Percetakan Alquran di Madinah. Apalagi, UPQ akan diproyeksikan menerima dana PNBP yang mencetak order mushaf Alquran dan buku-buku keagamaan dari berbagai Pemda, lembaga, ormas, atau individu yang akan mewakafkan Alquran kepada umat.
Keempat, ketersediaan SDM yang mumpuni. Di Indonesia, tidak dapat diragukan lagi banyak lulusan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) seperti UIN, IAIN, STAIN, dan perguruang tinggi Islam swasta yang berkualitas. Banyak dari mereka yang menguasai disiplin ilmu Alquran dan Alhadits secara expert. Demikian juga lulusan perguruan tinggi umum bergengsi yang mampu memproduk para ahli bidang grafika, printing, desain grafis, teknokogi percetakan, permesinan, manajemen, marketing, dan lain-lain.
Saat ini, kondisi SDM yang dimiliki UPQ dalam kapasitas pencetakan mushaf Alquran berjumlah ratusan ribu eksemplar cukup mumpuni dan dapat diandalkan. Apalagi didukung penuh oleh Pusat Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Kementerian Agama yang mengawal langsung terhadap konten mushaf Alquran.
Secara teknis, penerapan sistem kontrol (quality control) dalam pencetakan mushaf Alquran telah dilakukan dengan baik dan ketat. Setidaknya ada tujuh tahapan QC yang diterapkan untuk memastikan produk UPQ berkualitas dan minim salah cetak. Selain itu, mereka-mereka telah memiliki pemahaman yang utuh dalam bekerja mencetak mushaf Alquran sebagai kitab suci, seperti bekerja dalam keadaan wudlu, memperlakukan bahan-bahan dan sisa cetakan dengan spirit penghormatan yang tinggi, dan lain-lain.
Kelima, dari sisi lokasi, UPQ yang berdiri di atas lahan sekitar 1530 M2 di wilayah Ciawi, Bogor sangat strategis. Berada dalam wilayah yang sangat kondusif untuk pengembangkan industri percetakan yang tidak terlalu jauh aksesnya dari ibu kota Jakarta melalui jalan tol. Ke depan, UPQ berpotensi bisa dikembangkan secara lebih besar, lebih ekspansif untuk membangun cita-cita besar sebagai satu-satunya lembaga percetakan Alquran dan buku-buku keagamaan yang dimiliki oleh negara.
Keenam alasan dan faktor pendukung tersebut merupakan aspek yang kelak bisa menjadikan UPQ sebagai lembaga percetakan Alquran berkelas dunia yang dimiliki oleh Indonesia. Setidaknya, dalam waktu dekat ini harus bisa dimenej dan diperkuat keseluruhan sistem industri percetakan yang menitikberatkan pada peningkatan teknologi cetak, penempatan SDM yang memiliki integritas dan profesionalisme tinggi, membangun konsep manajemen industri modern, dan pengembangan grand design berbasis futuristik.
Beberapa langkah penting yang perlu mendapatkan prioritas dalam waktu dekat ini adalah penataan dan penguatan SDM, perbaikan infrastruktur, pembangunan sarana layanan publik dan kehumasan berbasis sistem informasi. Selain arah pencapaiannya untuk mengembangkan industri percetakan, juga sebagai pusat studi dan riset Alquran dan Alhadis serta area destinasi wisata religi berkelas dunia.
Tentu ini perlu upaya-upaya serius dan percepatan dari semua pihak, khususnya para pengambil kebijakan untuk mewujudkannya sebagai legacy (warisan) yang akan dikenang oleh sejarah. Setidaknya ini akan menjadi "catatan emas" sejarah bangsa ini selama kepemimpinan Menag LHS, meski telah dimulai oleh Menag Muhammad M. Basuni, yang meletakkan dasar dan upaya membangun pilar-pilar UPQ mencapai percetakan Alquran berkelas dunia. Wallahu a'lam.
*) Plt Kepala UPQ, dan Kabag Ortala, Kepegawaian, dan Hukum Ditjen Bimas Islam