REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sepekan sudah perhelatan Piala Dunia 2010 Afrika Selatan berlangsung. Sayangnya, tak ada yang mengira bahwa jumlah gol yang dihasilkan jauh dari pencapaiaan piala dunia lalu di Jerman.
Bayangkan dari 14 laga yang disajikan hanya menelurkan 23 gol. Torehan gol ini jauh lebih sedikit ketimbang 3 edisi piala dunia sebelumnya yang mampu menghasilkan rata-rata 30 gol.
Minimnya gol dan gagalnya sejumlah bintang yang diramalkan bakal banyak mencetak gol,membuat bola khusus piala Dunia jadi bulan-bulanan. Di inggris, tepatnya Loughbrough University, kala itu mengatakan Jabulani bakal menghadirkan bola yang memiliki perputaran yang stabil dan lebih akurat. Sayangnya, pujian itu selama sepekan mendadak berubah menjadi kritikan dan makian yang tajam.
Pelatih timnas Inggris, fabio Capello bahkan mengeluarkan kritik pedas. Baginya, Jabulani tak ubahnya bola terburuk yang pernah dilihatnya. Belum lagi kritik yang disampaikan, penyerang andalan tim Samba, Robinho. Pemain yang berniat meninggalkan liga primer itu menilai jabulani dibuat oleh desainer yang tidak pernah bermain bola.
Kritik lain yang tak kalah pedas juga disampaikan bek Timnas Denmark dan Liverpool, Dan Agger. Menurut Agger, lebih sulit mengontrol Jabulani ketimbang penyerang lawan.
Secara terpisah, Matthew Le Tissier, mantan punggawa Timnas Inggris yang terkenal dengan umpan mautnya itu menyalahkan pengembang jabulani. "Saya begitu terkejut bahwa mereka telah menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan bola tersebut tetapi tidak pernah mengujicobakan kemampuan bola itu," ujarnya kepada Telegraph.
"Terdapat banyak ruang dimana pemain bisa mencetak gol dalam jarak berapapun, namun, pemain terlihat tidak begitu nyaman untuk menggiring bola. Ini sangat memalukan , karena penonton tentu ingin melihat mereka mencetak gol," imbuhnya.
Sementara itu, George Cohen MBE, anggota skuad The Three Lionsa angkatan 66 mengatakan peningkatan kualitas kulit nyatanya menghancurkan keindahan sebuah sepakbola. "Desainer harusnya menciptakan bola yang memudahkan pemain mencetak gol dengan memanfaatkan sisi ringan bola. Dengan begitu, mereka dapat menendang bola dengan jarak 30 yard. Sayang, sekarang itu sulit," katanya.
Menanggapi kontroversi Jabulani, peneliti dari Loughborough University’s Sports Technology Institute, Professor Steve Haake yang sejak semula terlibat dalam pengembangan jabulani mengatakan bola itu memerupakan bentuk evolusi yang mampu menghadirkan kestabilan. Kata dia, Jabulani telah dibekali teknologi teranyar "Aero Grooves".
Sayangnya, janji manis yang disebutkan Haake kosong belaka. Nyatanya, kecanggihan Jabulani justru membuat Piala Dunia Afrika Selatan terancam paceklik gol. Ancaman lain, Adidas selaku produsen Jabula bakal gagal meraih target penjualan. Konon, Adidas berharap mampu menjual Jabulani 15 juta bola dengan harga per bola £80 atau 400 ribu perak.