Rabu 14 Jul 2010 05:24 WIB

Penyakit 'Rindu' Piala Dunia Serang Warga Afsel

Penyakit 'Rindu' Piala Dunia Serang Warga Afsel

Rep: Agung Sasongko/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, CAPE TOWN –- Sebulan sudah gelegar Piala Dunia Afrika Selatan 2010 meramaikan seantero jagat raya. Kini cerita itu telah berakhir layaknya seseorang terbangun dari mimpi.

Perasaan kosong, senang, sedih, dan marah, nampaknya menjadi penutup pesta akbar empat tahunan tersebut. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana warga dunia terutama warga Afrika Selatan (Afsel) menghadapi hari-hari selanjutnya?

"Piala Dunia tahun ini memberikan kami fantastisme yang demikian alami. Sekarang kami harus menggantinya dengan 31 hari dan beberapa orang pastilah ketagihan," ujar psikolog asal Cape Town, Afsel, Helgo Schomer, Selasa (13/7).

Schomer menambahkan, sebagai mahluk sosial, individu membutuhkan sesuatu seperti dalam sekelompok pendukung sebuah negara dalam stadion. Hal itu yang dinilainya sulit tergantikan."Manusia di antara manusia merupakan orang-orang yang paling bahagia di sekitar. Kita lupa sejenak dengan masalah sehari-hari. Tidak ada yang bisa menggantikan Piala Dunia,"  cetusnya.

Sementara itu, Psikolog dari University of Western Cape, Charl Davids, mengungkapkan kejuaraan membentuk euforia dengan sesuatu yang diharapkan. "Segala sesuatunya telah kembali normal, dan saya pikir ini seperti perasaan sedih dan depresi dari sebagian besar individu," ujarnya.

Ketika disinggung terkait tak hentinya masyarakat berbicara tentang bola selama sebulan terakhir, Davis menilai itu hal wajar. Baginya, setiap pecinta sepak bola atau pun masyarakat awam tentu ingin mengutarakan pendapatnya tentang sepakbola.

Sementara itu, pada kasus vuvuzela, Schomer menilai ada sentuhan melankolis tentang itu yang kini telah berakhir. Menurutnya, perasaan rindu dan sedih kendati diawal mengutuk Vuvuzela tentu saja bakal muncul. "Kami membutuhkan sedikit waktu. Biasanya dibutuhkan sekitar tujuh hari rata-rata tapi memang berbeda. untuk setiap orang, " tuturnya.

Salah seorang penggila sepak bola di Cape Town, Melanier George, mengaku dirinya depresi pasca Piala Dunia. "Ini sangat menarik. Semua orang berada di sini dan awalnya semua orang mengatakan Afrika Selatan tidak bisa melakukannya. Namun, kami benar-benar menunjukkan kepada mereka, tapi kini semua telah pergi" kenangnya.

sumber : afp
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement