REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ady Amar *)
Dialah Prawoto Mangkusasmito, Ketua Partai Islam Masyumi terakhir, sebelum Partai itu dibubarkan rezim otoriter Soekarno.
Semua yang mengenal pribadi Pak Prawoto, akan memberikan kesaksian memukau tentang kesederhanaannya... Adalah Mochtar Lubis, Pemimpin Suratkabar “Indonesia Raya”, yang diberangus rezim Soekarno, dan lalu oleh rezim Soeharto, mengatakan demikian, “Jenggot dan kumisnya, peci, kacamata, dan kain sarung yang paling suka dipakainya setiap hari ... memberi kesan khas pribadi Prawoto Mangkusasmito yang amat sederhana.”
Rekan separtainya pun, Mohammad Roem, mengatakan demikan tentang Prawoto, “... Kita telah mengenal Pak Prawoto dengan jenggotnya yang setengah memutih, dan dengan peci hitamnya, juga sarung yang acap dikenakannya. Bagi saya, gambaran tentang beliau sudah cukup, yang akan saya simpan selama hidup. Pribadi yang sempurna, nyaris tidak kurang suatu apa pun.”
Keteguhan sikapnya dalam memegang prinsip, dan sikap terpujinya yang suka mendengarkan lawan bicara, sembari membuka ruang diskusi yang sehat guna mencari titik temu suatu perbedaan ... Itulah kelebihan pribadi Prawoto Mangkusasmito.
Persahabatannya yang tulus, baik kepada kawan maupun lawan politiknya amatlah terjaga. Inilah pribadi yang tidak cuma bisa menjadi contoh politisi yang lahir belakangan, tetapi juga mengantarkannya pada sikap empati berbagai pihak padanya.
Ada ungkapan lainnya tentang kepribadian Prawoto, dan itu disampaikan Tahi Bonar (TB) Simatupang, yang menulis demikian, “Saudara Prawoto adalah orang yang sangat tenang. Saya tidak pernah melihat beliau marah, gusar atau tergesa-gesa,” yang termuat dalam bukunya, Laporan dari Bunaran.
Ada kisah yang diceritakan berbagai pihak dalam berbagai versi ... Bahwa Prawoto tidak memiliki rumah sendiri. Rumah yang ditempatinya adalah rumah yang ditinggalkan oleh pemiliknya berketurunan Tionghoa, berkewarganegaraan Belanda, yang kembali ke Belanda di tahun ‘50an.
Setelah ditemukan pemiliknya, maka Prawoto ingin membelinya. Hanya saja ia tidak punya uang yang cukup untuk membelinya, meski ia telah menjual beberapa harta yang tidak seberapa, yang dimilikinya, termasuk mobil kesayangannya, dan satu-satunya, Chevrolet warna hijau.
Lalu bagaimana dengan kekurangannya? Mendengar itu, para sahabatnya pun melakukan patungan (saweran) agar Prawoto dapat memiliki rumah itu. Salah seorang sahabatnya yang ikut saweran adalah I.J. Kasimo, Ketua Partai Katolik Indonesia ...
Itulah empati yang ditunjukkan kawan-kawannya. Mereka mencoba membayar kebaikan dan nilai luhur yang ditorehkan Prawoto selama ini. Dan, itu manusiawi...
Kesederhanaan, sikap hormatnya pada semua yang dikenalnya, dan konsistensinya pada prinsip yang dianutnya menimbulkan respek dari kawan maupun lawan politiknya.
Itulah sosok manusia langka, Prawoto Mangkusasmito... Pribadi sederhana dengan peci hitam, baju koko, yang akrab bersarung.
Baca Juga: Dua Tokoh: Kesederhanaan, Keteladanan yang Menginspirasi (1)
***
Sengaja kami ketengahkan dua tokoh, yang secara kebetulan, dari Partai Masyumi (berdiri 7 November 1945), ketua pertamanya Mohammad Natsir, dan ketua terakhirnya Prawoto Mangkusasmito (dibubarkan oleh rezim Soekarno pada 17 Agustus 1960).
Dua pribadi yang membesarkan Partai Masyumi sebagai Partai Islam terbesar dan Partai yang menolak kompromi ajakan Presiden Soekarno pada gagasan Nasakom, meski Partai Masyumi menerima sanksi dibubarkan.
Mohammad Natsir dan Prawoto Mangkusasmito adalah dua pribadi, yang disamping memilih hidup sederhana, juga memiliki kepribadian lembut. Santun dalam bertutur kata, meski lawan bicaranya meledak-ledak dalam perdebatan di Parlemen. Keduanya memiliki sikap yang hampir serupa, yakni tidak membalas perkataan yang cenderung caci maki dengan perlakuan yang sama. Keduanya memilih bahasanya sendiri tanpa terpengaruh dengan keadaan yang ada ...
Dua tokoh yang nyaris serupa meski tidak seratus persen sama, namun sikap-sikap dasarnya dalam mengelola emosi sungguh patut diteladani. Inilah pribadi yang dimatangkan tempaan zaman perjuangan, agama (Islam), menjadikan semua aktivitasnya bagian dari ibadah.
Natsir dan Prawoto adalah dua pribadi yang bisa bergaul akrab dengan tokoh-tokoh di luar Islam, tokoh-tokoh Katolik, Kristen, dan Komunis sekalipun. Dua tokoh yang kita bincangkan ini mengajarkan pada kita, mengelola perbedaan pendapat tidak mesti harus menjaga jarak dalam pergaulan personal.
Inilah Dua Tokoh yang bisa menjadi teladan di tengah kehidupan perpolitikan dan personal yang sarat dengan kepentingan pribadi/kelompok, cenderung menghalalkan segala cara ... Karenanya, melahirkan politisi-politisi yang mengumbar kehidupan super mewah tanpa merasa risih... Kesederhanaan dan keteladanan dari Dua Tokoh--yang tampaknya Tuhan cuma sekali melahirkan keduanya--itu, mestinya bisa menjadi inspirasi di tengah kehidupan budaya yang cenderung hedonis dan materialistik.
*Pemerhati Masalah Sosial