REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ady Amar *)
Final Piala Presiden antara Persija versus Bali United, tanggal 17 Februari 2018 di Gelora Bung Karno (GBK), telah usai. Persija tampil sebagai juara, skor 3-0 kemenangannya.
Kemenangan itu membuat Presiden Joko Widodo tampak bahagia saat gol demi gol itu dilesakkan. Sepertinya, beliau masih [merasa] menjadi Gubernur DKI Jaya, atau bisa jadi Pak Jokowi ini memang ngefans berat klub Persija, sehingga tanpa disadarinya abai dengan perasaan setidaknya fans Bali United yang seharusnya juga dijaga.
Kegembiraan itu memang hak setiap orang untuk menikmatinya, termasuk seorang Presiden sekalipun, meski memang tidak biasa. Bisa jadi gol-gol indah itulah yang membuatnya riang gembira. Gol-gol kelas dunia.
Saya yang melihat siaran langsung di sebuah televisi swasta malam itu, berpikir janggal saat undangan VVIP disebut satu per satu namanya, tapi nama Pak Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jaya tidak sekali pun disebut. Satu per satu tokoh-tokoh undangan itu menuju podium; Ketua DPD RI, Ketua DPR RI, Ketua MPR RI, dan pihak sponsor pun mendapat kesempatan menyematkan penghargaan.
Sampai nama Presiden Joko Widodo dan beberapa Menteri disebut namanya untuk menuju podium, guna menyematkan medali pada sang juara Persija, tidak juga nama Pak Anies ikut disebut. Memang janggal. Maka, pikiran politis siapa saja yang menyaksikan adegan itu, akan menerawang ke depan, tepatnya di 2019. Spekulasi itu akan muncul dengan sendirinya.
Keesokan hari, seorang kawan mengirim video berdurasi beberapa detik saja, yang dengannya kita tahu apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana saat Gubernur DKI Jaya yang meski namanya tidak dipanggil, akan turun ke podium, sebagaimana kebiasaan protokoler bahwa Gubernur sebagai tuan rumah mendampingi aktivitas Presiden di daerahnya. Namun, Paspampres menahannya.
Video itu menjadi viral tanpa bisa dibendung, dari Sabang sampai Merauke dapat melihatnya. Gubernur DKI Jaya yang “tertawan” itu menjadi berita nasional dan terus dibicarakan tidak saja di dunia medsos, tapi juga di warung-warung kaki lima. Bagaimana bisa, seorang Gubernur yang sekaligus sebagai Pembina klub Persija, yang memenangi pertandingan itu, namun yang bersangkutan tidak dapat memberikan ucapan selamat pada timnya.
Sudah banyak penulis yang menulis tentang “drama” itu, dan saya tidak ingin mengulangnya. Saya hanya ingin sedikit mengangkat sisi spiritual Pak Anies. Begini, setelah mendapat video “pencekalan”, ada yang mengirim postingan, di suasana keramaian pertandingan sepakbola itu, Anies tetap menjalankan misi spiritual pribadinya, yaitu melakukan shalat maghrib berjamaah dengan anak-anaknya.
Entah siapa yang mengambil foto itu. Cukup bagus bangunan suasananya. Dengan sajadah seadanya, dan di ruang kosong itu Anies menjalankan ibadahnya dengan tetap khusyuk. Yang mengenal Pak Anies menyebutnya sebagai pribadi dengan tingkat kesalehan ibadah yang baik. Pada suasana kesibukan apa pun, dia tetap tidak menomorduakan kewajiban menghadap Tuhannya. Mengambil Rumi, [semacam] pribadi yang sudah menyatu dengan Tuhannya.
Bisa jadi kemenangan telak Persija itu berkat “Bapaknya” yang tetap istiqamah mendoakan kemenangan anak-anaknya. Tidak cuma memberikan suntikan semangat dengan kata-kata heroik, tapi juga dengan pendekatan spiritual.
Semoga semua kejadian yang ada itu memberi pelajaran berharga, bahwa tidak boleh ada yang menghalang-halangi hak seseorang untuk maksud-maksud yang tidak terpuji. Zaman sudah berubah, setiap tindakan baik maupun buruk bisa diakses dengan begitu mudah dan cepatnya. Dan jika perlakuan tidak baik yang dimunculkan, maka output-nya pun akan buruk di hadapan publik. Sulit untuk “diralat”, meski ada pihak yang harus dikambinghitamkan.
*Pemerhati Masalah Sosial