Jumat 23 Feb 2018 01:10 WIB

Menahan Laju Narkoba Myanmar

Indonesia dikejutkan dengan masuknya narkoba dengan jumlah hampir satu ton sabu.

Fathurrohman
Foto: dok. Pribadi
Fathurrohman

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fathurrohman *)

Laporan UNODC 2016 menyebutkan bahwa kawasan ASEAN dalam situasi peningkatan jumlah produksi dan distribusi narkoba baik jenis heroin ataupun jenis Amphetamine Type Stimulant (ATS), khususnya jenis sabu kristal, sabu pil, dan ekstasi. Kemudian, disebutkan juga telah terjadi peningkatan produksi opium dan ATS di Myanmar.

Persoalan narkoba di Myanmar berbanding lurus dengan konflik yang terjadi di Myanmar, baik konflik horizontal ataupun vertikal. Negara bagian Kachin, yang berbatasan dengan India dan Republik Rakyat Cina (RRC) adalah negara paling utara Myanmar di mana ladang opium sangat subur dan sekaligus menjadi perlintasan bahan baku utama produksi methampetamine (sabu) dari RRT dan India. Opium dan sabu (baik berupa pil ataupun kristal/bubuk) menjadi sumber pendapatan baik bagi kelompok pemberontak ataupun warga biasa di kawasan ini.

Jalur distribusi narkoba Myanmar ke Indonesia

Pada bulan Juli 2017 lalu, Indonesia dikejutkan dengan masuknya narkoba dengan jumlah hampir satu ton sabu. Polri berhasil mengamankan barang bukti dan tersangka warga negara asing di Anyer. Jumlah tersebut memecah rekor penyelundupan dua tahun sebelumnya di mana Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil menyita 862 kg berikut sembilan tersangka, WNA dan WNI di Jakarta Barat.

Kesamaan dari dua kasus maha ini selain jumlah adalah modus penyelundupan, menggunakan kapal dan langsung masuk ke perairan Laut Jawa. Kesamaan lainnya adalah bungkus sabu berupa bungkus teh dengan tulisan Cina.

Kemudian, di awal tahun 2018, AFP melansir informasi atas penyitaan narkoba jenis sabu sebanyak 1,2 ton lebih. Informasi yang didapat penulis, narkoba tersebut berasal dari Myanmar. Di bulan Februari ini, dunia kembali digemparkan dengan penyitaan yang dilakukan AL kerja sama dengan BNN dan BC sebanyak satu ton lebih dan penyitaan yang dilakukan oleh Polri dan BC sebanyak 1,6 ton.

Myanmar benar-benar menjadi basis produksi narkoba. Para pelaku penyelundupan berasal dari wilayah Taiwan. Tersangka penyelundup sabu satu ton Anyer mengaku jika narkoba berasal dari Myanmar. Sementara penyelundup sabu 862 kg tidak mengetahui karena pihak pengirim yang meggunakan kapal besar tidak tertangkap. Diduga sabu tersebut berasal dari sumber yang sama karena sebagian dibungkus dengan kemasan teh Cina. Sabu dengan kemasan teh Cina ini memang terkenal di ASEAN, Australia, dan Selandia Baru serta tidak ditemukan di RRC. Jika melihat record perjalanan satu ton sabu Batam, besar kemungkinan narkoba juga berasal dari Myanmar. Sangat mungkin sabu 1,6 ton Batam juga berasal dari Myanmar.

Peta penyelundupan sabu dari Myanmar ke Indonesia sendiri memiliki dua jalur yang digunakan, jalur laut langsung dari Myanmar ke Indonesia dan jalur darat atau Sungai Mekong masuk ke Thailand lalu ke Malaysia dan diteruskan ke Indonesia melalui Selat Malaka atau Laut Kalimantan Utara.

Thailand, sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Myanmar menghadapi situasi serius di mana penyelundupan narkoba dari Myanmar tergolong besar. Dari Thailand, sebelum menuju Indonesia, narkoba jenis sabu dan ekstasi akan transit di Malaysia. Dari Malaysia sabu dan ekstasi masuk ke Indonesia melalui jalur laut di sepanjang Selat Malaka, Kalimantan Utara, dan jalur darat di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat. Indonesia menjadi tujuan akhir karena disparitas harga yang sangat tinggi.

Intervensi pogram telah dilakukan di Myanmar, baik dilakukan bersama dengan negara-negara yang dilalui Sungai Mekong melalui program Safe Mekong Coordination Centre atau program-program UNODC di Myanmar.

What next?

Baik secara bilateral, regional ataupun melalui jaringan intelijen, Indonesia harus melakukan upaya maksimal dalam kerangka menahan laju narkoba agar tidak masuk ke Indonesia. Kita harus melakukan intensifikasi kerja sama dengan Malaysia sebagai negara tetangga di mana Malaysia dijadikan semacam storage oleh beberapa kelompok penyelundup dan dengan Thailand sebagai penghambat laju masuknya narkoba dari Myanmar yang akan masuk ke Malaysia dan lalu diteruskan ke Indonesia. Selain itu, dengan Myanmar sendiri sebagai source of drugs di kawasan.

Dalam konteks kerja sama dengan jaringan intelijen, maka pelibatan negara lain juga diperlukan mengingat kelompok penyelundup narkoba ini juga melibatkan jaringan internasional terutama dengan jaringan RRC yang meliputi RRC, Hong Kong, dan Taiwan. Keberhasilan BNN dan Polri dalam menggagalkan penyelundupan sabu dengan jumlah besar hampir selalu melibatkan negara lain dalam bentuk joint operation.

Kerja sama kawasan seperti komunitas ASEAN pun harus di-break down secara teknis. Komunitas atau organisasi seperti ASEAN Sea Port Interdiction Task Force harus diejawantahkan dalam bentuk yang lebih praktis.

Penyelundupan besar-besaran melalui jalur laut ke Indonesia dapat menjadi isu dan kebijakan strategis yang diputuskan melalui forum seperti ASEAN Sea Port Interdiction Task Force. Indonesia sebagai negara yang paling berkepentingan harus melakukan langkah dan tekanan politik agar negara-negara ASEAN lainnya serius dalam menghadapi persoalan narkoba ini.

Di sisi Indonesia, BNN, Polri, Bea Cukai, TNI dan lembaga terkait harus meningkatkan sinergitas untuk menekan laju penyelundupan narkoba, terkhusus narkoba dari luar negeri.

*) Analis Kejahatan Narkotika

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement