REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr Marsudi Budi Utomo *)
Perpres 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang telah dikeluarkan pemerintah. Perpres ini menggantikan dan sekaligus menyempurnakan Perpres 72/2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pendamping yang dibuat di era pemerintahan sebelumnya.
Perpres 20/2018 menambahkan beberapa klausul antara lain pengguna TKA dengan ‘badan usaha sepanjang tidak dilarang oleh Undang-Undang’, perijinan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) sekaligus menghilangkan Ijin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), penerbitan surat notifikasi TKA, pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), aturan permohonan vitas dan itas, pemendekan waktu perijinan dan ketentuan lain yang memuat sistem perijinan elektronik.
Tulisan ini menelisik pengaruh penerbitan perpres tersebut keterkaitannya dengan investasi PMA dan jumlah TKA, serta masukan untuk pemerintah terkait kebijakan TKA.
Investasi dan TKA
Jumlah wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia sampai akhir Desember 2016, menurut data Dirjen Imigrasi, sebanyak 8.974.141 orang. Ada perbedaan data dengan BPS sebanyak 9.403.000 orang karena perbedaan metoda hitung BPS yang memasukkan data kedatangan orang Indonesia yang tinggal di luar negeri. Namun demikian perlu dicermati, tidak ada data aktual dari Dirjen Imigrasi berapa jumlah wisatawan mancanegara tersebut yang keluar (exit permit) Indonesia dan berapa yang masih tinggal ilegal tanpa izin tinggal.
Sementara itu, Kemenakertrans mencatat jumlah tenaga kerja asing (TKA) akhir 2017 mencapai 126 ribu orang atau meningkat 69,85 persen dibandingkan akhir 2016 sebanyak 74.813 orang dan tahun 2013-2015 masing-masing pertahun kisaran 69 ribu orang.
Mayoritas TKA tersebut berdasarkan data IMTA berasal dari RRT 21 ribu orang (28 persen), Korea Selatan 12,490 orang, lalu Jepang, India, Malaysia dan Philipina. Sementara TKA dari Amerika, Australia, Thailand, Inggris dan Singapura hampir sama di kisaran 4-6 ribu orang (4 persen).
Namun demikian, dari Laporan 2017 Triwulan II BPKM menyebutkan bahwa investasi asing PMA dari Singapura (US$ 3,7M, 23,5 persen) masih terbesar, lalu Jepang (US$ 2,8M, 18,3 persen) masih di atas Cina (US$ 2,0M, 12,6 persen). Lokasi PMA masih pun di dominasi pulau Jawa, yaitu Jawa Barat US$ 2,5M (16,1 persen), DKI Jakarta US$ 2,0M (13,1 persen), Banten US$ 1,2M (7,9 persen), lalu Jawa Tengah dan Sulawesi Tengah masing-masing US$ 1,0M atau 6,2 peren. Tren sektor PMA masih di empat sektor utama yaitu manufacturing, jasa, pertambangan dan perkebungan.
Meskipun realisasi investasi PMA cenderung naik, namun penyerapan tenaga kerja Indonesia cenderung turun. Kenaikan realisasi investasi 2016-2017 (di kwartal II) di kisaran 5,8 persen, sementara penyerapan TKI turun 19,8 persen. Kenaikan investasi PMA dan turunnya penyerapan tenaga kerja Indonesia ini, bisa ditandai dari dua hal. Pertama, meningkatnya produktivitas empat sektor utama investasi dimana terjadi penurunan penggunaan tenaga kerja manusia.
Kedua, meskipun tidak ada data yang menguatkan, khusus untuk sektor investasi dari RRT masih menggunakan tenaga kerja asal investor. Penggunaan TKA Cina ini secara resmi memakai IMTA, namun menurut kajian Pusat Penelitian Kependudukan LIPI ditemukan banyak TKA yang ilegal.
Efektivitas Perpres No 20 tahun 2018
Masuknya TKA ke Indonesia menjadi konsekuensi atas meningkatnya invstasi PMA di Indonesia. Perpres 20 tahun 2018 ini memunculkan kekawatiran terjadinya ledakan TKA di sektor-sektor industri tertentu sehingga mengurangi penyerapan tenaga kerja nasional. Efektivitas perpres teruji ketika berhasil mengatur dan mengawasi penggunaan TKA dan bukan untuk memberi celah dan membiarkan masuknya TKA, serta terjadinya lonjakan investasi PMA di akhir tahun 2018.
Penulis mencatat, setidaknya ada empat hal yang perlu serius dicermati dari perpres ini. Pertama, apresiasi kepada pemerintah atas integrasi perijinan TKA sehingga lebih mudah dan cepat melalui perpres ini, namun perlu dicermati hal perluasan klasul ‘badan usaha sepanjang tidak dilarang oleh Undang-Undang’ ini. Badan usaha ini harus diperjelas wujudnya dan apa bedanya dengan badan hukum yang sudah ada. Badan usaha ini tidak boleh menjadi celah untuk memudahkan masuknya TKA ke sektor-sektor investasi tertentu dari hulu sampai hilir.
Kedua, tidak menjadikan dana kompensasi penggunaan TKA ini sebagai penambah PNBP. Jika diasumsikan per tahun masuk 100 ribu TKA baru dan perpanjangan 50 ribu TKA, maka PNBP bisa meraup lebih dari Rp 2,4 triliun per tahun. Di satu sisi ada peningkatan PNBP, namun menggerus penyerapan tenaga kerja dalam negeri.
Ketiga, agar pemerintah menerapkan batasan penggunaan TKA (TKA Threshold) maksimal 20 persen pada proyek pembangunan investasi PMA terutama di daerah-daerah dengan peraturan menteri. Hal ini akan menaikkan daya serap tenaga kerja dalam negeri.
Keempat, mendesak kementerian luar negeri khususnya dirjen imigrasi melakukan pengawasan lebih ketat terhadap exit permit TKA yang telah habis kontrak dan exit wisatawan manca negara dari imigrasi Indonesia. Dengan pengawasan ini diharapkan menghilangkan penyerapan TKA ilegal.
*) Ketua Departemen Industri, Teknologi dan Energi, Bid Ekuintek LH, DPP PKS
Referensi:
1) BKPM, Realisasi Penanaman Modal PMDN-PMA, Juli 2017
2) LIPI, Pusat Penelitian Kependudukan, Kajian “Tenaga Kerja Asing Ilegal di Indonesia: Permasalahan dan Upaya Penyelesaian”, Juli 2017
3) Apindo, Fact Sheet- Ketenagakerjaan & Hubungan Industri, Pebruari 2017
4) Berbagai media online, Sumber data sekunder, 2017