Ahad 27 May 2018 17:31 WIB

Salah, Karius dan Bale, Penyempurna Lakon Si Putih

Ketika Anda terlahir sebagai pecinta si kulit bundar, Anda harus siap patah hati.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Endro Yuwanto
Real Madrid berhasil mempertahankan gelar juara Liga Champions setelah mengandaskan Liverpool dengan skor 3-1 pada laga final Liga Champions 2017/2018 di stadion NSK Olimpiskiy, Kiev, Ukraina, Ahad (27/5).
Foto: AP/Pavel Golovkin
Real Madrid berhasil mempertahankan gelar juara Liga Champions setelah mengandaskan Liverpool dengan skor 3-1 pada laga final Liga Champions 2017/2018 di stadion NSK Olimpiskiy, Kiev, Ukraina, Ahad (27/5).

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Frederikus Bata *)

Drama dan drama, sepak bola tak pernah terlepas dari sentimen itu. Entah sudah berapa ribu tahun umur olahraga ini, masih menjadi fenomena yang berulang.

Menilik laga final Liga Champions Eropa antara Real Madrid versus Liverpool, di Kiev, Ukraina, Ahad (27/5) dini hari WIB, juga berakhir dramatis. Jangan bayangkan kejar-mengejar gol di antara kedua tim bak momen di Istanbul tiga belas tahun silam. Atau comeback sensasional Manchester United ketika berhadapan dengan Bayern Muenchen pada duel puncak kompetisi terelite Benua Biru musim 1998/1999.

Di Kiev, nyaris sepanjang pertandingan alurnya penuh drama. Pada akhirnya, Madrid meraih trofi Si Kuping Lebar usai menundukkan the Reds, 3-1. Ini ketiga kalinya secara beruntun, Cristiano Ronado dan rekan-rekan berada di singgasana Eropa.

Membedah kondisi sang juara, sebelum ke final, Los Blancos sudah ditantang Juventus (perempat final) dan Bayern Muenchen (semifinal). Dalam dua laga akbar tersebut, banyak pro kontra menghiasi kelolosan Si Putih.

Melawan Juve, Madrid mendapat penalti pada menit terakhir di Bernabeu. Menghadapi Muenchen, insiden tangan Marcelo saat leg kedua disorot. Andai wasit menunjuk titik putih, alur kompetisi berpotensi berbeda. Karena cuma ada dua kemungkinan, pengandaiannya sebatas, bisa saja yang bertemu Liverpool adalah Muenchen.

Tapi faktanya dengan semua suara miring, anak asuh Zinedine Zidane digdaya pada laga puncak. Di era Liga Champions, Los Merengues tak pernah kalah di final. Dari tujuh kesempatan semuanya dimenangkan.

Rekor 100 persen itu ditorehkan Si Putih usai menundukkan Juventus (1998, 2017), Atletico Madrid (2014, 2016), Valencia (2000), Bayer Leverkusen (2002), teranyar Liverpool (2018). Total, sepanjang sejarah, tim ibu kota Spanyol mengoleksi 13 trofi paling elite Benua Biru ini. Gambaran mental juara Madrid tak perlu diragukan lagi.

Itu terlihat dari kondisi laga di Stadion NSK Olimpiyskiy. Nyaris sepanjang pertandingan Si Putih menekan Si Merah. Alur selama 90 menit ini memunculkan drama lanjutan.

Kalau pertama mengenai kedigdayaan Madrid dengan background menumbangkan Paris Saint Germain (PSG), Juve, dan Muenchen. Berikutnya tentang sosok bernama Mohamed Salah. Cedera penyerang sayap the Reds itu membuat pasukan Juergen Klopp kelimpungan.

Tanpa Salah, para bek sejajar Madrid bisa leluasa naik hingga setengah lapangan. Penggemar Liverpool berandai-andai, andai bintangnya tak dicederai Sergio Ramos, penampilan spartan the Reds pada awal-awal pertandingan bisa konsisten di peragakan.

Entah itu bagian dari taktik Zidane, atau situasional, yang pasti sewaktu Salah masih fit, empat pemain belakang Los Blancos tak berani menaikkan garis pertahanan. Mereka tahu potensi serangan balik yang bakal terjadi.

Tekanan Madrid memunculkan drama lainnya, kiper the Reds Loris Karius benar-benar anak kemarin sore di level final Liga Champions. Blunder fatal Karius membuat gawangnya koyak dua kali. Permintaan maaf jebolan akademi Manchester City bisa diterima sebagai manusia. Namun dalam konteks profesional, ia telah membunuh perjuangan rekan-rekannya dari dalam.

Para penikmat bola yang menonton siaran langsung, bisa melihat keperkasaan Virgil van Dijk dan Dejan Lovren meredam agresivitas El Real. Andrew Robertson, juga Trend-Alexader Arnold seperti lupa baru berusia 19 dan 24 tahun. Empat palang pintu the Kop bermain disiplin mengawal setiap operan kunci dan umpan silang Los Blancos.

Tapi blunder Karius mematahkan semuanya. Mematahkan hati dan semangat. Bagaimana bisa ia membuang bola dengan penuh keraguan saat dirinya mendapat pressing dari Karim Benzema. Aksi fatal kiper asal Jerman yang kedua menjadi pelengkap drama lain dalam laga ini.

Tendangan keras Gareth Bale dari jarak jauh, tak bisa ditangkap dengan sempurna oleh Karius. Lahirlah gol ketiga El Real. Bale sendiri, mencetak dwi gol pada laga ini, padahal yang bersangkutan baru turun menggantikan Isco pada menit ke-63. Gelar man of the match jatuh ke tangan penggawa tim nasional Wales itu.

Secara keseluruhan Madrid yang menjuarai kompetisi ini tiga musim beruntun adalah sebuah drama. Si Putih cuma menghuni peringkat ketiga klasemen akhir La Liga Spanyol, tapi digdaya di Eropa. Zidane pelatih pertama yang membawa sebuah tim mencetak rekor itu. Pun demikian dengan Ronaldo yang menjadi top skorer enam tahun berturut-turut, serta mengoleksi lima gelar Liga Champions dalam konteks individu.

Pada akhirnya, sebagai penikmat bola, tak ada kata lain yang terucap, selain kata selamat kepada Madridista di seluruh dunia. Dan untuk Liverpudlian, kesabaran adalah kunci. Ketika Anda terlahir sebagai pecinta si kulit bundar, Anda harus siap patah hati.

 

*) Jurnalis Republika

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement