REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ady Amar, Pengamat Sosial Keagamaan
Selamat jalan, Pak Dawam, semoga amalan-amalan kebaikan yang engkau torehkan semasa hidup menjadi bekal menghadap-Nya...
Rabu malam (30 Mei 2018) sekitar pukul 20.30 WIB adik bungsu saya, Kifayah Amar, Ph.D, Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, lewat WA mengabarkan yang juga sekaligus bertanya, “Kak Ady, Pak Dawam mangkat, ya?” Setengah memberi kabar, setengah bertanya, karena belum yakin akan kabar itu.
Saya belum dengar kabar kepergian Pak Dawam, dan saya lihat di pemberitaan media online belum ada kabar itu. Semoga yang terbaik saja yang diterima Pak Dawam... Malam itu saya tidak terlalu larut beranjak tidur. Saat bangun untuk sahur, saya baca beberapa pesan masuk via WA mengabarkan kepergian Pak M. Dawam Rahardjo... Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.
Saya memang cukup lama tidak bersilaturahim pada beliau. Bahkan terakhir bertemu pun sudah cukup lama tidak bertemu fisik. Terakhir bertemu seingat saya saat beliau memimpin sebagai Rektor Universitas Islam 45, Bekasi. Setelah itu rasanya tidak pernah bertemu lagi.
Kesehatan beliau lebih kurang sepuluh tahunan ini naik turun. Sudah beberapa kali masuk keluar rumah sakit. Bahkan saya juga mendengar beliau sempat berobat ke Beijing... Saat awal-awal Ramadhan ini, seorang kawan mengirimkan foto beliau tengah terbaring di ranjang ICU sebuah rumah sakit di Jakarta, dengan tampak sedang dibezuk Pak Hajriyanto Thohari (tokoh Muhammadiyah). Pak Dawam semasa sehat memang berkhidmat di Persyarikatan Muhammadiyah.
Melihat foto itu, hati trenyuh. Terbersit keinginan, selepas Ramadhan ingin bersilaturahim menemui beliau di Jakarta, tapi takdir berkata lain. Tepat di hari Rabu, sekitar pukul 21.55, cendekiawan muslim itu telah dipanggil-Nya, dalam usia 76 tahun.
***
Ada pengalaman menarik di tahun 1999 awal, sebuah buku karya Dr. M. Umer Chapra ingin saya terbitkan, bekerja sama dengan The International Institute of Islamic Thought (IIIT) Malaysia, yang berjudul Islam and the Economic Challenge. Buku ini lebih menjadi menarik jika ada Pengantar atau Sekapur Sirih dari Pak Dawam. Kami minta Pak Dawam untuk memberikan Pengantar pada buku dimaksud dengan durasi waktu penyelesaian dua bulan...
Setelah mendekati dua bulan, saya tanyakan sampai di mana Pengantar itu. Dijawabnya, “Sabar ya, semoga bisa segera saya selesaikan.” Dua bulan, tiga bulan... hingga enam bulan pun Kata Pengantar dari beliau belum juga diselesaikannya.
Pak Dawam saat itu memang tergolong manusia super sibuk dengan seabreg aktivitas, memimpin selaku Direktur/Yayasan berpuluh lembaga, dan juga mengajar sebagai Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang, menjadikan waktunya memang jadi terbatas.
Maka saya putuskan saja bahwa buku ini diterbitkan tanpa Pengantar beliau. Saya kirim pesan via SMS ke beliau, dengan kurang lebih demikian redaksinya, “Mengingat waktu jadwal penerbitannya yang terikat dengan IIIT-Malaysia, maka dengan terpaksa kami batalkan permintaan Pengantar dari Bapak. Semoga bisa dimaklumi.”
Tidak ada jawaban dari beliau. Sampai keesokan harinya beliau menelepon, “Tolong jangan naik cetak dulu buku itu. Saya sudah mengerjakannya semalam sampai menjelang subuh. Insya Allah siang ini saya faks hasilnya dari kantor.” Saya katakan, “Apa serius ini, Pak Dawam.” Dijawab agak keras, yang saya ingat lebih kurang demikian, “Saya selalu serius mengerjakan apa yang saya kerjakan.”
Dan benar, siang hari itu Pak Dawam mengirim Pengantar yang dibuatnya via faks. Dan memang benar, dia serius mengerjakan menulis Pengantar yang tidak asal “mengantar”, tapi serius memberi Pengantar buku karya M. Umer Chapra dengan amat baik. Tidak tanggung-tanggung, setelah jadi buku, Pengantar yang dibuatnya setebal 13 halaman tersaji dengan begitu apiknya. Judulnya: Wacana Ekonomi Islam Kontemporer.
Ternyata menunggu enam bulan tidaklah sia-sia, karena yang didapat adalah Pengantar dari Pak Dawam yang memiliki analisis konten yang dalam, serta secara khusus menautkannya dengan spektrum sejarah “Ekonomi Islam” di Indonesia dan perkembangan [pemikiran] Ekonomi Islam dan Kontemporer Dunia, hingga periode tercetusnya Negara Sejahtera (Welfare State). Edisi Indonesia buku ini berjudul “Islam dan Tantangan Ekonomi: Islamisasi Ekonomi Kontemporer”.
***
Beberapa kali beliau datang ke Surabaya, baik ada kegiatan seminar maupun sekadar singgah saja sehabis mengajar bulanan di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Saat itu belum ada penerbangan direct flight Jakarta-Malang. Selalu transit di Surabaya, dan ke Malang dengan mobil jemputan.
Jika menginap di Surabaya beliau selalu kontak dan saya menemuinya di hotel tempat beliau menginap. Terkadang kami jalan memenuhi permintaan beliau agar saya mengantarnya untuk mencari Compact Disc (CD) musik klasik, khususnya karya Beethoven. Di sebuah toko di salah satu Mal yang memang cukup lengkap koleksi CD musik klasiknya. Ada seri tertentu karya Beethoven yang dicarinya namun tidak ditemukannya. Tampaknya beliau sudah mencari di banyak tempat yang juga tidak didapatnya.
Pak Dawam beberapa kali menghadiahi saya beberapa buku, yang menurutnya bagus untuk saya baca. Satu kesan saya tentangnya, beliau humble dan hangat saat berbicara. Meski saya anak bau kencur, beliau mau khusyuk mendengarkan celotehan saya.
Terkemudian hari... tidak semua dari pendapatnya saya sepakat. Misal, pembelaan beliau atas Lia Aminudin (Lia Eden), pemikiran pluralismenya, kesetaraan tanpa kecuali, gagasan anti-diskriminasinya atas Ahmadiyah. Karenanya, saya memilih tidak hendak bertubrukan dengan pendapatnya. Saya lebih memilih menghindari perdebatan dengannya. Saya menghormatinya sebagai senior dan Guru bagi banyak orang.
Selamat jalan, Pak Dawam, semoga amalan-amalan kebaikan yang engkau torehkan semasa hidup menjadi bekal menghadap-Nya... Di bulan suci Ramadhan ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala memanggilnya... Husnul khatimah, in syaa Allah.