REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Seliawati, ibu dari korban KIPI
Berawal dari kejadian dimana anak ketiga saya, Naufal Alestya Alfarizqi, meninggal dunia 34 jam setelah vaksinasi. Berbagai perasaan muncul; sedih, kecewa, marah, sakit hati, penyesalan bergumul menjadi satu. Hingga akhirnya Allah menguatkan dan menuntun saya untuk bangkit dan segera sadar dan mencari tahu apa yang telah terjadi. Atas ijin Allah, saya telah mendapatkan banyak informasi tentang vaksin. Mulai dari buku-buku, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 2017 tentang KIPI, Petunjuk Teknis MR (Juknis) 2017 tentang KIPI, bahkan korban-korban cedera vaksin yang bermunculan di depan mata saya.
Dari sumber-sumber tersebut saya mengetahui dengan jelas bahwa vaksin telah banyak menimbulkan efek samping ringan hingga berat. Efek samping ringan mungkin dianggap wajar. Tetapi, ketika efek samping berat itu muncul maka tidak boleh kita menganggapnya wajar. Karena efek samping terberat dari vaksinasi itu sendiri adalah “anafilaksis” atau gagal napas atau kematian mendadak. Apa karena yang meninggal setelah vaksinasi itu hanya sedikit maka kita berhak menganggapnya wajar? Ini sebuah kedzaliman!!!!!
Kita semua memang tahu bahwa profesi dokter atau tenaga kesehatan memiliki tugas yang sangat mulia. Yaitu membantu sesama manusia untuk sehat dan sembuh dari berbagai macam penyakit. Tetapi apakah wajar jika keputusan para dokter untuk memberikan vaksin yang bias saja berakibat menghilangkan nyawa seseorang ini terkesan sangat sangat sangat penting dan tidak ada yang bisa menggantikan hidup sehat selain dengan vaksin??
Bagi saya, ini tidak wajar karena mereka tahu bahwa vaksin memiliki efek samping ringan hingga berat namun tetap diberikan tanpa melewati prosedur pengecekan kesehatan sang penerima vaksin dengan detil. Jika memang vaksin memiliki efek samping berat hingga menghilangkan nyawa seseorang, maka mengapa tidak ada sosialisasi yang gencar sama halnya seperti sosialisasi imunisasi yang propagandanya selalu menggunakan slogan bahwa imunisasi dengan vaksin sangat aman, aman, aman. Dan begitu sangat pentingnya, imunisasi dengan vaksin ini sangat sangat sangat penting sampai menggatikan hidup sehat? Sehingga masyarakat secara tidak langsung memahami bahwa imunisasi dengan vaksin lebih penting daripada hidup sehat?
Selain itu tidak dijelaskannya tentang kontraindikasi pada si penerima vaksin membuat semua penerima vaksin dianggap sama kondisinya dan vaksin harus tetap diberikan apalagi pada program imunisasi massal. Semua harus! Bahkan siswa yang tidak berkenan menerima vaksin mendapatkan intimidasi.
Jika memang vaksin dapat mengakibatkan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) efek samping berat hingga menghilangkan nyawa manusia, mengapa vaksin selalu menggunakan slogan aman aman aman tanpa melakukan kajian ilmiah terhadap korban cedera vaksin. Dan tidakkah dunia kedokteran merasa harus mengevaluasi diri ketika menyaksikan kejanggalan terkait vaksin? Lalu menyelidikinya lebih jauh?
Sungguh ironis. Sesuai dengan pengalaman saya sendiri dan hampir semua korban yang diduga cedera vaksin tidak ada satupun korban yang mendapatkan jawaban jelas mengenai meninggalnya anak-anak kami sesaat setelah vaksinasi. Padahal, untuk mendapatkan jawaban yang jelas terhadap kematian anak-anak kami adalah hak kami. Dan meninggalnya anak-anak kami itu jelas ada hubungannya dengan vaksinansi karena sebelum vaksin mereka sangat-sangat sehat dan setelah mendapatkan vaksin direntang waktu setelah divaksin dan akhirnya sakit atau meninggal, mereka semua mengalami gejala-gejala yang sama seperti di Permenkes 2017 dan Juknis MR 2017 tentang KIPI.
Lalu mengapa Kemenkes dan jajarannya terkesan diam bahkan menutupi hal-hal yang paling penting yang berhak kami ketahui sebagai penerima vaksin.? Bahkan mereka selalu mengumunkan bahwa tampilnya penyakit-penyakit atau kematian sesudah vaksinasi ini hanya suatu kebetulan atau coinsidence.
Memang para produsen vaksin pun selalu mengatakan bahwa sistem pengecekan dan kontrol pembuatan vaksin itu sudah sangat professional sesuai dengan ketentuan yag diberikan oleh WHO. Dan prosedur pembuatan vaksin itu sudah sangat ketat dengan mengunakan ilmu terbaik dari yang pernah ada. Namun perlu diingat bahwa vaksin adalah salah satu sediaan farmasi dimana semua sediaan farmasi memiliki efek samping ringan hingga berat. Dan jaminan bahwa vaksin itu aman aman aman belum memuaskan mereka yang perduli pada keamanan vaksin dan belum memuaskan kami para korban-korban cedera vaksin yang harus hidup dengan konsekuensi cacat, sakit bahkan meninggal dunia. Akan sampai kapan mereka membiarkan korban-korban cedera vaksin / KIPI ini?
Bertambahnya masalah medis yang dikaitkan dengan vaksinasi telah mencetuskan banyak gerakan di berbagai negara di seluruh dunia yang menuntut dilakukannya lebih banyak kajian yang lebih baik tentang potensi efek buruk jangka panjang atau menahun atau kematian mendadak akibat vaksin. Karena begitu banyak efek buruk vaksin yang hipotesisnya dikeluarkan tanpa dukungan ilmiah. Dan kami selaku masyarakat yang dengan taat mengikuti anjuran pemerintah untuk melakukan imunisasi dengan vaksin sangatlah kecewa karena cedera vaksin selalu disebut kebetulan atau dianggap wajar.
Bagaimanapun juga pemerintah tidak berhak terkesan memaksa vaksinasi kepada rakyatnya apalagi tanpa mau bertanggung jawab terhadap korban–korban pascavaksinasi. Bahkan, kesan memaksa itu pun tersirat dengan mengumbar opini bahwa jika tidak divaksin maka kita akan sakit karena wabah atau kita akan mati karena wabah walaupun belum jelas wabah itu ada atau tidak. Memunculkan perasaan takut demi berjalannya program imunisasi dengan vaksin sama saja dengan mental penjajah.
Tidak ada edukasi tentang efek samping berat, tidak ada edukasi tentang kontraindikasi vaksin bahkan tidak ada edukasi tentang insert vaksin yang membeberkan tentang isi vaksin. Dimana sebagai masyarakat yang menggunakan obat-obatan, kami berhak mengetahui apa isi obat, kontraindikasi dan efek samping obat itu sendiri, tidak hanya efek samping ringan tetapi juga efek samping terberat.
Setelah menelisik tentang vaksin, bagaimanapun juga vaksin bisa memakan korban karena vaksin memiliki efek samping ringan sampai berat. Vaksin tidak 100 persen aman. Untuk itu, jika ada korban cedera vaksin selayaknya pemerintah atau lembaga yang bersangkutan harus melakukan pencegahan terhadap anak-anak atau masyarakat yang akan diberi vaksin agar tidak terkena KIPI, baik itu dari efek samping ringan sampai berat.
Selain itu pemerintah dan produsen vaksin harus bertanggung jawab terhadap para korban cedera vaksin (KIPI) walaupun katanya hanya sedikit. Namun, sedikit korban itu tetaplah manusia, nyawa manusia yang harus dipertanggungjawabkan di dunia bahkan di akhirat kelak. Maka, apa yang terjadi dengan kami para korban cedera vaksin haruslah menjadi titik awal perbaikan terhadap kebijakan pemerintah tentang vaksin yang kami rasa telah mendzalimi kami. Semoga keluhan ini dapat direspons dan ditindaklanjuti dengan baik dan benar.