Jumat 08 Jun 2018 01:00 WIB

Surat Cinta Sang Kekasih

Menjadikan Allah SWT dan Rasul-Nya sebagai kekasih pujaan kita di atas segalanya.

Salamun
Foto: dok. Pribadi
Salamun

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Salamun, Mahasiswa Program Doktor UIN Raden Intan Lampung, Dosen STIT Pringsewu. Email: [email protected]

 

Mendapat kiriman dan terutama sepucuk surat dari seseorang yang kita cintai adalah merupakan sebuah kejutan yang membuat hati kita berbunga-bunga. Surat tersebut dibaca berulang-ulang dan dibalas dengan menggunakan bahasa yang indah bak karya pujangga, bahkan disimpan dengan rapih sebagai penghormatan dan membalas spirit cinta yang terkandung di dalamnya.

Jika kita mendapat surat dari sesama makhluk saja begitu senang dan gembira, maka sesungguhnya tidak ada yang lebih membahagiakan, menenteramkan, dan menenangkan jika dibandingkan dengan mendapat surat cinta dari Sang Khaliq dan manusia pilihan termulia dimuka bumi ialah Baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Rasulullah SAW bersabda: ”Belum sempurna iman kalian, hingga aku lebih dicintainya, dari ayah ibunya, dan anaknya, dan seluruh manusia” (HR. Bukhari). Begitulah hendaknya sikap kita sebagai orang yang beriman, menjadikan Allah SWT dan Rasul-Nya sebagai kekasih pujaan kita di atas segalanya.

Bentuk kecintaan kita kepada Allah SWT dan Baginda Rasulullah SAW tentu harus diawali dengan kesungguhan kita untuk membaca “surat cinta” Nya kepada kita.  

Dua “surat cinta” untuk ummat manusia akhir zaman begitu rapi dapat ter-delivery dengan baik, Ialah kitab suci Alquran dan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Berkat ketekunan dan kesungguhan para sahabat radhiyallahu ‘anhum, terutama Abu Bakar dan Utsman Alquran terdokumentasi dan terkodifikasi dengan sempurna. 

Tidak berlebihan jika Nabi Muhammad SAW ialah menjadi manusia pilihan Tuhan satu-satunya yang praktis setiap ucapan dan sikap Beliau terdokumentasi dengan baik yang kita kenal dengan hadits, dimana kita memerlukan ‘ulumulhadits untuk dapat mendalami dan memahami tentang keshahihan hadits tersebut baik sanad (perawi) maupun matan (kontennya).

Ketertiban dalam mengodifikasikan baik Alquran maupun al-hadits inilah yang menurut hemat saya mengonfirmasi mengapa kemudian baginda Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi. Orisinalitas dari pesan ketuhanan berupa wahyu dan hadits dapat dilacak dan dipertanggungjawabkan bahkan secara ilmiah sekalipun.

Berkat kemajuan teknologi kita dapat mengakses hampir semua maha karya ulama terdahulu yang untuk menulisnya beliau-beliau membutuhkan banyak waktu, bahkan untuk melakukan ekspedisi baik dalam konteks berguru maupun untuk mengonfirmasi kebenaran dari sebuah hadits misalnya.

*****

Sesungguhnya ayat-ayat Allah tidak saja berbentuk qauliyah (tekstual) yaitu berupa al-Quran, akan tetapi Allah SWT juga menyampaikan dan menunjukkan  ayat-ayat kauniyah (kontekstual) berupa alam semesta dengan detail sistimnya (sunnatullah). 

Bahkan sering tanpa kita sadari sesungguhnya Allah SWT senantiasa mengirimkan pesan-Nya kepada kita berupa kenikmatan dan berbagai isyarat seperti penyakit, penuaan, penurunan dan pengurangan fungsi organ tubuh kita, serta rangkaian peristiwa yang sejatinya selalu ada hikmah yang dapat dipetik agar menjadi semakin arif, bijaksana serta memperkuat keimanan dan ketaqwaan Kita.

Kita sendiri yang meminta kepada Allah SWT dalam doa yang lazimnya dibaca saat khatam Alquran di antaranya ”Allahumma Dzakkirni minhu maa nasitu…” (Ya Allah, ingatkan hamba bila ada ayat yang hamba lupa mengingatnya…).

Namun, ketika Allah SWT mengirimkan pesan berupa warning signal (tanda peringatan) dengan rangkaian peristiwa yang ditimpakan, kita tidak dapat membaca dan merenungkan bahwa semua peristiwa yang menimpa diri kita dan alam semesta terjadi atas izin dan kehendak Allah SWT--sudah tertulis di Lauh Mahfuz--agar kita tidak bersedih hati atas apa yang luput dari kita dan merasa bangga dan sombong atas apa yang diberikan-Nya (lihat QS.57.Al-Hadid:22-23). 

Bulan Ramadhan menjadi momentum yang sangat berharga untuk mengupgrade interaksi kita dengan Alquran. Mengkaji Alquran tidak pernah ada titik hentinya, dari belajar membacanya mulai terbata-bata sampai lancar sesuai tajwid dan makharijul hurufnya, menghafal, memahami isi kandungan 6.236 ayat yang ada didalamnya serta yang tidak kalah penting ialah menerjemahkan Alquran dalam setiap dimensi kehidupan kita sehari-hari.

Agama (Alquran, al-hadits dan atau Sunnah Baginda Rasulullah SAW) harus senantiasa menjadi pedoman dan panduan dalam kehidupan kita sehari-hari. Agama tidak saja berhenti pada persoalan kesalihan individu semacam, shalat, puasa, zakat infaq sedekah dan ibadah mahdah lainnya. Akan tetapi agama juga harus dapat kita pastikan menjadi pedoman dan panduan kita dalam berinteraksi sosial, dalam segala bisnis, perdagangan, bahkan berpolitik sekalipun.

Dalam hal belajar, mengajarkan dan mengamalkan Alquran, al-hadits dan atau ilmu agama, jangan pernah lelah, berhenti dan berpuas diri dengan apa yang sudah dipelajari, fahami dan amalkan hingga ahir hayat kita dan kembali kepada Sang Khaliq Kekasih kita Allah SWT dengan husnul khatimah. Wallahu a’lam bish-shawab.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement