REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Dr Haryono Suyono, Ketua Tim Pakar Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi RI.
Arus mudik kali ini sangat menarik. Bukan karena lebih lancar dibanding harapan yang selama bertahun-tahun dirindukan para pejuang dari desa yang terpaksa bekerja keras di kota, tetapi tetap mencintai desanya, nenek moyang, dan kerabatnya yang masih di desa atau telah tiada dikubur di desa namun selalu dikenang dan dengan penuh kasih sayang selalu diziarahi kuburnya.
Dari tahun ke tahun, mudik ke desa mereka melihat perubahan demi perubahan yang sejuk dan selalu dirindukan. Yaitu, kehidupan keluarga bahagia dalam suasana kota tetapi tetap di desa yang makin terwujud, keluarga desa yang hidup layaknya keluarga kota yang serba ada dan bisa dinikmati bersama seluruh anggota keluarganya.
Berdasar laporan keluarga yang baru pulang mudik kepada Pak Haryono--yang tidak sempat mudik karena sebagai sesepuh menampung rekan yang tidak mudik--pemudik melihat sepanjang perjalanan banyak terjadi perubahan yang mengarah pada kenyamanan yang makin tertata. Tidak dipungkiri kemacetan masih ada, tetapi muncul harapan bahwa hal itu ditangani dengan baik, makin kecil rasa kawatir bahwa keluarga mereka akan terlambat merayakan Idul Fitri bersama keluarga yang menunggunya di kampung halaman.
Rakyat di banyak desa, yang beberapa bulan lalu diajak bersatu bersama keluarga lain agar sawah ladangnya digabung dalam bentuk kerja sama kawasan unggulan antar desa dalam wadah Prukades, mulai ditata bersama investor. Khususnya, dalam penanaman massal bertehnologi tinggi dengan sistem olahan modern, bibit lebih unggul, sistem pemupukan efisien serta pemeliharaan modern. Sehingga, diharapkan menghasilkan produk unggul yang akan langsung dibeli investor tanpa harus menunggu pembeli yang kadang kawatir bahwa produknya terpaksa dijual dengan harga di bawah ongkos produksinya.
Para petani merasa bahagia karena sawahnya--berkat jasa Kementerian Desa PDTT yang dipimpin Menteri Eko Putro Sadjojo--termasuk dalam 240 MoU bersama swasta yang sepakat membeli produk langsung dalam kerja sama Prukades yang sedang dikembangkan. Terbayang dalam benaknya bahwa bersama petani, tetangga, dan sahabat lainnya mereka akan muncul sebagai kelompok pemilik sawah, “konglomerat baru”, atau “orang kaya baru” di desa karena produknya mendapat harga lebih baik dibanding harga jual yang mereka alami di masa-masa panen sebelumnya.
Revolusi pertanian modern di desa tersebut adalah berkat pembangunan besar-besaran dengan dukungan berbagai kementerian dan swasta yang mendapat kesempatan birokrasi. Pemerintah memang memihak pada kepentingan petani yang diharapkan menjadi bagian dari kekuatan keluarga desa yang memiliki kontribusi yang tidak kalah besarnya dibanding keluarga kota yang bekerja di prabrik-pabrik penghasil produk manufaktur yang juga dibutuhkan rakyat.
Keluarga--bukan petani pemilik sawah--memiliki kesempatan dan kreativitas melayanani keluarga “petani kaya baru” yang memiliki daya beli lebih tinggi. Mereka memerlukan pelayanan jasa seperti restoran, hiburan, kegiatan olah raga dan seni serta kenikmatan fasilitas lain pada hari libur atau berkumpul bersama keluarganya seperti layaknya “orang kaya baru” yang memerlukan kenikmatan yang belum pernah dialaminya seperti keluarga kota. Semoga muncul prakarsa haru menampung permintaan yang bakal meluap teresbut. Amin.