Senin 27 Aug 2018 23:20 WIB

Zohri, Terus Asah Mental Juaramu

Zohri masuk di babak final di laga yang sebetulnya bukan miliknya.

Atlet lari Indonesia Lalu Muhammad Zohri.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Atlet lari Indonesia Lalu Muhammad Zohri.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nasihin Masha

TD Asmadi aka Tede Asmadi, wartawan sangat senior, dan termasuk ‘sudah kapalan’ meliput olahraga. Karena itu suaranya layak didengar. Tulisannya sudah saya baca sejak saya masih sekolah menengah. Ya, Asmadi adalah wartawan moncer di Kompas. Ternyata beliau masih tetangga sebetulnya – sekitar lima km dari rumah ibu saya di Cirebon. Walau sering komunikasi, dan saya merasa dekat, sebetulnya kami masih belum genap lima jari pertemuan fisik. Itu pun hanya di forum bahasa para wartawan. Asmadi adalah pegiat dan pendiri forum bahasa jurnalistik.

Kemarin, beliau mentag saya untuk tulisannya tentang Zohri, pelari cepat yang lagi meroket. Mungkin karena saya pernah menulis tentang Zohri saat anak berusia 18 tahun tersebut menjadi juara dunia junior di kelas 100 M di Finlandia. Judulnya cukup provokatif: KASIHAN ZOHRI. Banyak yang memberikan tanggapan. Ada yang mendukung opini Pak Tede, begitu beliau biasa disapa. Ada pula yang berpendapat sebaliknya. Wartawan senior Jimmy S Harianto, juga dari Kompas, termasuk yang seirama dengan pendapat seniornya tersebut. Wall Pak Tede di FB pun ramai. Ada Yayuk Basuki, ratu tenis Indonesia yang kini di DPR. Ada komentator dan wartawan olahraga Anton Sanjoyo. Ada pula Suryopratomo, pengurus PB PASI yang juga wartawan senior.

Memang, ada kabar bahwa PB PASI (Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia) tak akan menurunkan Zohri di nomor favorit tersebut. Dia hanya akan diturunkan di nomor estafet 4 x 100 m. Jadi Zohri bukan sekadar tak ditargetkan untuk meraih medali, tapi juga tak akan diturunkan sama sekali di nomor 100 m tersebut. Ternyata Zohri ikut tanding.

Dalam olahraga terukur seperti lari dan seluruh jenis olahraga atelik, renang, panahan, dan sebagainya, tak ada sesuatu yang tiba-tiba. Semua harus melalui proses yang panjang. Capaian waktu atau ketepatan sasaran lazimnya tak akan jauh bergeser dari catatan saat berlatih. Otot-otot, kelenturan, akselerasi, struktur tubuh, dan pola pergerakan harus dibentuk sesuai tuntutannya. Peak performance, capaian terbaik, juga bisa diprogram. Dari satu puncak ke puncak berikutnya juga selalu dalam rentang tertentu, tak bisa berturut-turut. Di situlah pentingnya sport science. Dalam kaitan inilah Pak Tede membuat catatan yang benar: Kasihan Zohri.

Pertama, catatan terbaik Zohri adalah 10,18 detik. Sedangkan untuk level Asia, persaingan sudah di sekitar angka 9 detik. Jadi, catatan Zohri masih jauh dari level persaingan. Istilahnya, ini belum kelasnya Zohri. Kedua, Zohri mencatat waktu terbaiknya hanya beberapa pekan sebelumnya, 11 Juli 2018. Jadi baru enam pekan bertanding tapi Zohri sudah tanding lagi di Asian Games pada 26 Agustus 2018. Tentu sesuatu yang sulit untuk bisa mencapai catatan waktu yang sama.

Benar, kemudian Zohri mencatat waktu lebih lambat 0,02 detik dari catatan terbaiknya. Dengan dua kondisi itu, menyertakan Zohri adalah kesia-siaan. Bahkan bisa berakibat buruk jika sang atlet tidak siap mental. Ini terutama karena tuntutan yang tinggi dari publik Indonesia dan usia Zohri yang masih sangat belia sehingga mentalnya masih labil. Memang, penampilan Zohri sangat ditunggu. Ini salah satu faktor penuhnya tribun penonton.

Atlet sejati adalah petarung. Yang punya mental petarung tanggung tak akan pernah sampai di capaian terbaiknya. Apakah Zohri memiliki jiwa petarung sejati? Hanya pelatih yang mengetahuinya. Namun sebagaimana fisik manusia, jiwa manusia pun ada unsur bawaan dan unsur bentukan.

Tugas pelatih adalah mengasah, melatih, dan memekarkan apa yang tersembunyi sehingga bisa terbentuk dengan baik. Heywood Broun berucap: Sport do not build character. They reveal it. Olahraga tak membentuk karakter, tapi ‘bikin nongol’ karakter. Karena itu, bagi petarung sejati tak ada yang perlu ditakutkan. Mereka penyuka tantangan. Karena itu tepat sekali apa yang dikatakan Broun, seorang jurnalis Amerika Serikat yang lama bergelut dengan liputan olahraga.

Billie Jean King, salah satu legenda tenis dunia, berucap: Sport teaches you character, it teaches you to play by the rule, it teaches you to know what it feels like to win and lose – it teaches you about life. Ya, pada akhirnya olahraga memang masalah karakter, dan pada akhirnya adalah tentang kehidupan itu sendiri.

Zohri telah bertarung dengan para atlet yang lebih senior. Memang dia belum menang. Tapi dia sudah membuktikan bahwa dia bisa masuk di babak final di laga yang sebetulnya bukan miliknya. Hal itu ia sadari benar.

Namun demikian, prestasi Zohri masuk final justru tak diikuti para seniornya di pelatnas, yang tak lolos final. Karena itu keputusan PASI sudah tepat menyertakan Zohri di laga Asian Games ini. Ini adalah event empat tahun sekali dan saat Indonesia menjadi tuan rumah. Tentu dari bobotnya sangat tepat untuk merasakan aura Asian Games, apalagi secara emosional itu berlangsung di negerinya sendiri. Mental Zohri pun tampak matang. Ia mengaku belum puas dengan hasil ini dan banyak pelajaran yang ia petik.

Ya, kelemahan Zohri – sebagai atlet yang dibesarkan oleh alam dan bukan dididik menjadi atletk sejak kecil – tetap seperti semula, lemah di start karena tak biasa menggunakan block start. Padahal keberadaan tumpuan itu semacam pelontar yang membuat pelari langsung melejit seperti peluru. Zohri belum terlatih. Ototnya belum beradaptasi. Kekuatannya justru pada akselerasi setelah berlari 50 meter. Tentu itu sudah terlambat.

Apapun, Zohri sudah merasakan ajang ini hingga tuntas. Dan ia langsung pasang bendera: ingin menjadi juara olimpiade. Sebuah tekad yang layak karena dia juara dunia junior.

Ada baiknya Zohri mengingat kata-kata Vince Lombardi, seorang pemain american football – itu lho bermain bola yang ‘pake’ tangan, kaki, tabrak-tabrakan, dan mukanya dikerangkeng jeruji besi. Katanya: Winner never quit and quitters never win. Sang pemenang tak pernah berhenti dan orang yang menyerah tak pernah menang.

Selamat meniti jalan menuju juara, Zohri. Lanjutkan! Karena sukses adalah berpadunya persiapan dan peluang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement