REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Smith Alhadar, Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education (IDe)
Identitas religius Uighur, etnis Muslim di Provinsi Xinjiang, Republik Rakyat Cina (RRC), terancam punah. Inilah etnis besar yang paling terkena persekusi dan penindasan negara saat ini. Kendati demikian, kondisi berat yang dihadapi mereka minim pemberitaan.
Bahkan, tidak ada suara pembelaan dari dunia Islam. Pengaruh besar Cina terhadap dunia Islam di bidang ekonomi dan politik yang terus tumbuh menjadi penyebab. Cina adalah anggota tetap DK PBB dan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Empat hari setelah Ketua Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet mencela tindakan keras Cina (10/9), hanya kaum Muslim Mumbai, India, itu pun tak lebih dari 150 orang yang melakukan demonstrasi anti-Cina.
Bachelet mendesak Beijing memberi akses kepada pengawas HAM PBB itu untuk masuk ke wilayah yang gelisah tersebut untuk menginvestigasi situasi di sana.
Sebenarnya, kegelisahan 10 juta etnis Uighur di Xinjiang--orang Uighur menyebutnya Turkistan Timur--sudah terjadi sejak pertengahan abad ke-18 ketika Dinasti Qing menduduki provinsi terbesar di Cina itu.
Ini menyusul pemindahan etnis Han--etnis mayoritas di Cina--ke wilayah itu. Tapi, pemindahan besar-besaran yang lebih terencana terjadi setelah RRC di bawah Mao Tse Dong berdiri 1949.
Dengan maksud mengubah demografi dan menghilangkan identitas Islam di provinsi itu, orang Han dalam jumlah besar masuk hingga jantung wilayah Uighur. Kini jumlah etnis Han sekitar 70 persen dari total penduduk Xinjiang, menyisakan Uighur sebagai minoritas.
Tampaknya, Beijing ingin meng-Han-kan orang Uighur sebagaimana terjadi pada etnis Muslim Hui. Memang berbeda dengan Uighur, etnis Hui --yang kebanyakan tinggal di wilayah otonomi Ningxia dan Provinsi Gansu--telah mengadopsi budaya dan bahasa Han.
Penampilan fisiknya pun tak dapat dibedakan dengan orang Cina lainnya. Hanya saja asimilasi orang Hui yang bernenek moyang orang Arab dengan orang Han terjadi secara alamiah.
Setelah tentara Mongol yang mendirikan Dinasti Yuan di Cina menghancurkan Baghdad pada pertengahan abad ke-13, ribuan orang Arab dibawa ke Cina untuk menjadi administrator pada Dinasti Yuan.
Karena yang dibawa semuanya lelaki, orang-orang Arab ini kemudian kawin-mawin dengan orang Han hingga menjadi etnis tersendiri (Hui) seperti sekarang ini.
Orang-orang Hui terkenal dan dihormati karena kepintaran mereka berdagang dan loyalitasnya pada dinasti-dinasti kuno hingga negara modern Cina saat ini.
Salah seorang Hui yang terkenal di Indonesia adalah Laksamana Zheng He atau Cheng Ho dengan gelar Sam Po Kong yang melaksanakan perintah Kaisar Chengzu dari Dinasti Ming untuk memimpin armada besar Cina ke nusantara pada awal abad ke-15.