Rabu 26 Sep 2018 00:11 WIB

Putusan MA dan Nalar Anti-Korupsi

Perdebatan soal boleh tidaknya mantan napi korupsi menjadi perdebatan.

Red: Karta Raharja Ucu
38 Caleg Eks Napi Korupsi
38 Caleg Eks Napi Korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Irvan Mawardi*

Perdebatan soal boleh tidaknya mantan narapidana tindak pidana korupsi menjadi calon legislatif dalam pemilu 2019 cukup mendominasi jagad politik hukum akhir-akhir ini. Dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2017 KPU secara tersirat tidak membolehkan partai politik mencalonkan mantan narapidana korupsi, narkoba dan pelaku kekerasan terhadap anak sebagai bakal calon legislatif yang akan didaftarkan di KPU. Beberapa partai politik tidak mematuhi PKPU sehingga KPU mencoret bacaleg mantan napi tersebut dan akhirnya memunculkan sengketa di Bawaslu.

Menurut KPU ada sekitar 38 bacaleg mantan napi yang mengajukan sengketa dan semuanya dikabulkan Bawaslu, serta meminta KPU mengakomodir mereka sebagai bakal calon legislatif. KPU menolak melaksanakan putusan Bawaslu dan meminta Bawaslu dan semua pihak menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) yang sedang menguji permohonan hak uji materil PKPU tersebut.

Sikap KPU kemudian didukung beberapa elemen masyarakat karena meyakini Bawaslu tidak berwenang menguji pertentangan antara PKPU dengan UU Pemilu. Namun, pengujian itu menjadi kewenangan MA.