REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Haryono Suyono*
Sejak 1960-an saat Soeharto pertama kali dipercaya sebagai Presiden RI terasa sekali fasilitas pendidikan dasar sangat rendah, sehingga segera dikeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) SD, SMP dan SMA untuk membangun fasilitas pendidikan dasar di seluruh pelosok Tanah Air. Hasilnya sungguh sangat impresif. Lulusan SD, SMP dan SMA menyebar luas dan sebagian dari anak-anak muda itu masuk perguruan tinggi, hingga mengisi berbagai jabatan penting yang membawa bangsa maju seperti sekarang.
Saat Soeharto digantikan BJ Habibie, seorang Presiden yang dididik di Jerman, segera beliau menanyakan kepada menteri pendidikan dan kebudayaan tentang pendidikan anak usia dini. Setelah dijawab pemerintah tidak terlalu ikut campur, beliau setengah marah memberi petunjuk agar pendidikan untuk anak usia dini mendapat perhatian yang tinggi.
Mulailah Departemen P dan K (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mengawal pendidikan anak usia dini dalam PAUD. Di berbagai perguruan tinggi diadakan pendidikan guru atau bunda PAUD untuk mendongkrak pendidikan sejak anak usia dini tersebut.
Upaya itu relative lamban karena bersaing dengan pendidikan untuk SD, SMP, SMA dan pendidikan tingkat tinggi lainnya. Pada saat Presiden pindah ke tangan Pak Jokowi, maka beliau mengarahkan pembangunan di mulai dari desa. Segera disalurkan dana desa langsung ke desa-desa tidak melalui provinsi, kabupaten, dan kecamatan. Programnya langsung diperintahkan kepada setiap kepala desa agar dibahas bersama masyarakat di desanya.
Salah satu program yang harus ada adalah pendidikan anak usia dini karena pentingnya anak-anak mulai belajar sekolah sejak dini. Fasilitas untuk pendidikan ini yang agak lamban di bangun karena bersaing dengan kepentingan lain dimasukkan prioritas yang bisa dibangun dengan dana desa yang disalurkan langsung ke desa.
Siswa pendidikan anak usia dini (PAUD) mengunjungi museum (ilustrasi).
Menteri Desa PDT dan Transmigrasi Eko Priyo Sandjojo ditugasi untuk mengawal penggunaan dana desa itu, termasuk dana untuk membangun fasilitas PAUD di berbagai desa di Indonesia. Mulai pada 2015 segera dibangun 3.005 unit fasilitas gedung dan peralatan pokok PAUD di seluruh Indonesia.
Pengalaman tahun pertama itu memberi pelajaran yang menarik, sehingga pada tahun kedua, 2016 ditambah hampir empat kali lipat, yaitu dibangunnya 11.926 unit fasiltas PAUD di seluruh Indonesia. Pada 2017 jumlah gedung dan fasilitas PAUD dilipatkan lagi menjadi 28.792 unit gedung, atau selama tiga tahun ini telah dibangun pemerintah dengan dana desa sekitar dari 43.823 unit fasilitas PAUD di pedesaan di seluruh Indonesia. Ssuatu jumlah yang tidak pernah terjadi di Indonesia.
Tahun depan diharapkan desa-desa yang belum memiliki fasilitas PAUD segera berbenah dan memasukkannya dalam anggaran dana desa yang akan bertambah secara signifikan. Kalau tahun depan dibangun sekitar 30 ribu PAUD lagi seperti 2017, praktis setiap desa akan memiliki satu PAUD. Cita-cita satu kampung dengan satu PAUD menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi di masa depan.
Penyediaan guru PAUD yang biasa disebut Bunda PAUD diserahkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga desa yang telah memiliki fasilitas PAUD segera melapor atau otomatis telah tercatat untuk segera dilengkapi dengan Bunda PAUD dan fasilitas lain agar segera menampung anak-nak balita.
Para lansia diharapkan mengantarkan cucu atau cicitnya ke sekolah di PAUD. Kalau tidak memiliki cucu atau cicit, diharapkan lansia di desa secara sukarela mengantarkan cicit atau cucu tetangganya ke sekolah PAUD, agar bapak ibunya yang masih muda dapat bekerja dalam pilihan pekerjaan untuk menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera. PAUD merupakan investasi yang luar biasa karena kebersamaan yang dilatih sejak masa balita akan membangun bangsa yang kokoh di kemudian hari. Insya Allah.
*) Ketua Tim Pakar Menteri Desa PDTT