REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Khairil Miswar*
Di tengah hipokrisi yang merajalela, sosok-sosok konsisten dan teguh pada prinsip yang dianutnya selalu saja hadir di bumi manusia ini. Sikap ini akan senantiasa melekat pada siapa saja yang mampu menjaga hati dan pikirannya dari 'pragmatisme akut' yang menghinggapi sebagian manusia di abad ini. Keteguhan hati dan kebersihan pikir adalah kunci bagi kekalnya kewarasan di tengah kegilaan yang membabi buta.
Baru-baru ini publik Indonesia, khususnya umat Islam, dikejutkan oleh dua insiden menarik di pentas olahraga. Insiden pertama, kemenangan pegulat Muslim asal Rusia, Khabib Nurmagomedov, dalam pertarungan UFC yang berhasil mengalahkan Conor Mc Gregor dari Irlandia di Las Vegas Amerika Serikat. Pascameraih kemenangan, Khabib dikabarkan 'mengamuk' dan melompati pagar Oktagon untuk menghajar Dillon Danis yang diketahui sebagai tim Conor.
Baca Juga: Muncul dengan Mata Lebam, McGregor Akhirnya Angkat Bicara
Seperti pemberitaan di sejumlah media, insiden ini dilatari ejekan dan hinaan dari Conor dan timnya terhadap keluarga (ayah) dan juga keyakinan yang dianut Khabib. Sebagai Muslim, Khabib tersinggung atas serangan yang bersifat pribadi dari Conor dan timnya, sehingga ia pun tidak sanggup menahan amarah dan melampiaskannya pascapertandingan.
Aksi yang dilakukan Khabib menuai reaksi pro kontra. Sebagian kalangan memuji Khabib karena dianggap telah membela keyakinannya dari ejekan Conor. Namun sebagian kalangan lainnya justru menyayangkan, bahkan mengecam tindakan Khabib yang dianggap telah menodai kemenangannya karena menimbulkan 'kerusuhan'.
Khabib Nurmagomedov
Insiden kedua, diskualifikasinya atlet judo putri Indonesia, Miftahul Jannah, dalam ajang Asian Para Games 2018 di Jakarta. Miftah terpaksa didiskualifikasi karena tidak bersedia melepas jilbabnya menjelang pertandingan.
Baca Juga: Miftah Bahagia Dapat Hadiah Umrah Gratis
Miftahul Jannah terlihat lebih mempertahankan keyakinannya daripada mengikuti pertandingan. Menurut informasi, larangan tersebut dibuat untuk keamanan para atlet.
Sama halnya seperti Khabib, Miftah pun banjir pujian karena dianggap telah menunjukkan konsistensinya dalam mempertahankan ajaran yang diyakininya. Akibat aksinya ini, Miftah juga mendapatkan hadiah berupa tiket umrah gratis dari beberapa politisi, di antaranya dari anggota DPRK Abdya dan dari Fraksi PKS DPR RI, masing-masing satu tiket umrah.
Pejudo putri Indonesia Miftahul Jannah (tengah) berunding dengan perangkat pertandingan sebelum bertanding di kelas kelas 52 kg blind judo Asian Para Games 2018 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Senin (8/10).
Hadiah serupa juga dijanjikan Ustaz Adi Hidayat sebanyak tiga tiket. Atlet ini juga mendapatkan hadiah dalam bentuk uang sejumlah Rp 10 juta dari anggota DPR Aceh. Bahkan Kemenpora juga berjanji memberikan bonus khusus kepada Miftah.
Dua kisah dari tempat berjauhan ini telah memberikan pelajaran kepada kita, tentang bagaimana seharusnya kita bersikap ketika keyakinan kita diuji atau bahkan diejek pihak lain. Sesuai dengan olahraga yang digelutinya, Khabib memilih 'menghajar' para penghina keyakinannya.
Meskipun tidak sepenuhnya dapat dibenarkan, tetapi 'kekerasan' yang dilakukan Khabib juga tidak dapat disalahkan begitu saja. Sebab tindakannya dilatari alasan-alasan kuat dan logis.
Secara psikologis, tindakan Khabib adalah wujud dari kecintaan kepada keyakinannya.
Berbeda dengan Khabib, dalam kasus Miftah tidak terlihat ada pelecehan atau ejekan terhadap keyakinan yang dianut atlet judo ini. Persoalan muncul karena aturan yang diterapkan dalam pertandingan judo tersebut bertolak belakang dengan keyakinan Miftah.
Dalam kondisi ini dia bisa memilih untuk tetap pada keyakinannya atau 'menyesuaikan diri' dengan aturan yang ada. Seperti kita saksikan di media, Miftah memilih mempertahankan keyakinannya sehingga secara otomatis dia pun didiskualifikasi dari arena.
Baca Juga: Putin dan Khabib: Ketika Mulut Islamofobia McGregor Terkatup