REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rakhmad Zailani Kiki*
Nanti, Selasa, 18 Desember 2018, tepat sudah satu abad usia Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Madrasah ini adalah madrasah calon pemimpin umat yang langsung dinaungi PP Muhammadiyah, madrasah saya yang telah mendidik saya selama enam tahun, dari tsanawiyah sampai lulus aliyah. Begitu melegenda dan terkenalnya madrasah saya ini, sampai-sampai Presiden RI, Joko Widodo, pada Kamis, 6 Desember 2018 berkesempatan hadir di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, di acara resepsi miladnya.
Milad satu abadnya, bagi lulusannya seperti saya ini, maka yang terkenang tentu berbeda-beda antara satu alumni dengan alumni lainnya. Untuk saya, madrasah ini telah memberikan banyak terhadap perkembangan intelektualitas dan karakter. Salah satunya yang utama memberikan saya kemampuan berpikir kritis, bebas dan bertanggung jawab menjadi modal sangat berharga dalam pekerjaan saya sebagai peneliti dan penulis sampai saat ini.
Saat saya masuk ke madrasah ini pada 1988, di era belum ada internet, bagi anak-anak jelang remaja seperti saya yang berasal dari Jakarta dan terbiasa menghibur diri dengan bermain video game dan membaca komik, di tahun pertama sekolah dan hidup berasrama di madrasah ini, hari-hari yang saya lewati adalah hari-hari yang membosankan. Tidak ada video game, tidak ada komik yang bisa saya baca. Waktu di Jakarta, selain video game, ibu saya sangat rajin menyewa komik untuk dibaca anak-anaknya.
Hampir setiap hari, jika ibu saya ke pasar, dia sempatkan untuk mampir ke tempat penyewaan komik. Komik-komik yang populer saat itu yang menjadi kegemaran saya adalah seperti karya Ganesh TH seperti Si Buta dari Gua Hantu dan karya Djair
Warni yang semua karyanya sudah saya baca tuntas, dari Bajing Ireng sampai Jaka Sembung Sang Penakluk Ratu Pantai Selatan.
Sebagai kanak-kanak yang kehilangan hobinya, rasa bosan dan tidak betah yang
melanda saya kian kuat. Saking bosannya, belum genap satu bulan masuk di madrasah ini, saya pernah kabur diam-diam dari madrasah, naik kereta api sendiri untuk pulang ke Jakarta. Tetapi, belum lama sampai di rumah, saya dipulangkan kembali oleh orang tua ke madrasah.
Yang membuat saya bosan dan tidak betah karena bayangan pertama saya tentang sebuah madrasah berasrama adalah pelajaran agama yang padat, layaknya sebuah pondok pesantren salaf. Tidak ada literasi lain yang dibaca selain agama dari sumber kitab-kitab klasik. Ternyata, bayangan saya salah.
Madrasah saya ini ternyata mempunyai perpustakaan yang menyediakan banyak literasi yang dapat menyalurkan hobi baca saya terhadap bacaan-bacaan fiksi, terutama fiksi sejarah. Saya begitu takjub dengan cara madrasah saya merangsang minat baca dan kemampuan literasi para pelajarnya, begitu beragamnya literasi yang disediakan melintasi budaya, agama dan bangsa. Ini tentu sangat strategis dalam menanamkan nilai-nilai humanisme dan universalitas bagi para pelajarnya.
Di perpustakaan madrasah saya ini, saya menghatamkan banyak karya fiksi sejarah petualangan dari Karl Friedrich May (Karl May) seperti novel Winnetou dari sekuel satu sampai sekuel tiga, juga tentu saja karya-karya fiksi dari Buya Hamka. Bukan hanya bacaan yang disediakan, tetapi juga melalui pelatihan-pelatihan menulis dan jurnalistik yang sering diadakan untuk para pelajarnya, sehingga banyak lulusan dari madrasah saya ini yang menjadi peneliti, penulis dan jurnalis di berbagai media massa.
Maka, dengan budaya pendidikan berpikir kritis, bebas dan bertanggung jawab ini, di usia satu abad ini, saya makin yakin madrasah saya, Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, akan banyak melahirkan para pemimpin umat yang kiprah dan karyanya memberikan banyak manfaat, seperti misalnya Buya Ahmad Syafii Maarif (mantan ketua umum PP Muhammadiyah) yang telah berkiprah dengan profesionalitasnya sehingga dikagumi dan disegani banyak kalangan dalam dan luar negeri. Tentu hal ini terus diikuti setiap generasi selanjutnya di ragam bidang pekerjaan, tetapi dengan ciri yang sama: berpikir kritis, bebas, dan penuh tanggung jawab. Selamat milad satu abad madrasah saya tercinta, Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta!
*) Alumni Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta Angkatan 94/ Peneliti dan Penulis Genealogi Intelektual Ulama Betawi